Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Hampir Saja Mati

18 Februari 2023   21:53 Diperbarui: 12 April 2023   14:43 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Senja. (Ilustrasi foto: Kompas/Heru Sri Kumoro)

Sejak malam itu, Dru dengan berat hati menyampaikan dengan hati-hati pada dirinya sendiri bahwa Dru telah berhenti mencintai Bram.

Ribuan biji tasbih sudah bergulir namun tidak juga sampai pada akhir doa yang dipanjatkan bersama.

"Kamu pikir aku sehebat itu? Bisa dengan gagahnya mengakui pada waktu bahwa aku akan setia menunggu detik dan menit melaju hingga akhirnya kita sama-sama mengitari waktu dengan segala rencana yang baru ada di kepala?"

Oh Please Dru. Bukannya kamu jika memiliki rasa cinta tak bisa diganggu gugat? Kamu akan selalu berjuang hingga akhirnya dia ada di genggamanmu.

Aku mengenal Dru dengan sangat lekat dan dekat. 

Dari sekian nyawa manusia yang aku singgahi, kadang aku sering tak habis pikir dengan kekuatan Dru saat menjulangkan harapan dan doa yang tak pernah terputus.

Nama Tuhan selalu ada di otaknya. Katanya cuma Tuhan yang bisa membuat segala hal yang tak mungkin menjadi mungkin.

Karena Tuhan juga Dru menjalani hidup dengan segala keajaibannya. Hari ini dia bisa tersenyum lepas, besok kemudian menangis meraung-raung lalu kemudian mengucap syukur telah diselamatkan Tuhan dalam ketidakinginannya.

Lantas kenapa dengan Bram kamu menyerah?

----------------------

Pagi sekali aku sudah terbangun. Alarm belum berbunyi namun kenapa kamar sudah sangat rapi. Tidak kutemukan berantakannya selimut yang bertukar ujung. Wangi bantal masih sama seperti malam tadi saat aku menunggu Dru pulang dari mencari nafkahnya.

Apa jangan-jangan Dru memang tidak pulang? Kenapa aku sampai tidak tahu. Apakah aku sudah mulai lelah juga mengikuti keseharian Dru hingga aku lelap lebih dulu dibanding Dru.

Laptop.

Iya laptop masih menyala. Tandanya semalam Dru pulang, lalu meneruskan pekerjaannya hingga akhirnya Dru tertidur. Tapi di mana?

Segelas kopi hitam yang masih kuat aroma kopinya tersimpan dengan cantik di ujung meja.

Hmm, masih panas. Dru baru saja membuatnya.

Dru tidak tidur. Iya, aku yakin Dru belum tidur.

Please Dru! Kamu kenapa lagi. Setelah seharian ini kamu hidup tanpa tujuan. Lalu kamu pulang masih saja tidak tahu harus berbuat apa?

Hei Dru. Waras sedikit bisa kan! Begini yang paling aku tidak suka. Jika saja aku tahu bahwa kelemahanmu ada pada Bram akan aku larang dari awal untuk tidak berani mengejar cinta Bram.

Persetan dengan segala alasan, bahwa kamu menemukan hidupmu kembali dengan Bram.

Percuma Dru, kalau kamu temukan hidupmu dengan Bram tapi nyatanya dia juga yang bikin kamu mati.

Lampu kamar mandi hidup dengan sangat terang. Aku yakin Dru di sana. Entah hanya untuk cuci muka atau mungkin sedang mencuci perasaannya untuk Bram.

Akan kutunggu Dru di sini. Kusiapkan bantal dan guling kesayangan Dru. Jam masih menunjukkan pukul 3 pagi. Cukup sepertinya untuk Dru melepas lelah sebelum besok dia harus kembali menelan pil pahit melihat muka Bram di hadapannya tanpa bisa berbuat apa-apa.

Kok sepi?

Dru itu sedang apa ya? Tidak ada suara air yang bertabrakan satu sama lain.

Dru mati. Dru mati

Tolong!

Dru mati. Siapa yang bisa aku panggil hatinya.

Oh Tuhan. Jangan biarkan Dru mati. Aku sayang Dru. Bantu aku untuk bisa membuat Dru bahagia dengan pilihan hidupnya.

Hatiku tidak karuan. Sungguh hancur melihat Dru tergelatak di sudut kamar mandi.

Kering. Badan Dru kering. Artinya Dru belum melakukan aktivitas apapun di sini.

Tenang. Aku akan mendekat sebentar.

Semoga nadi masih bisa aku rasakan di lengan Dru.

Oh Dru!

Aku bisa pilihkan laki-laki yang tepat buat kamu. Laki-laki yang bisa membuat kamu berharga. Bisa ada kapan saja saat kamu butuhkan dan bisa membahagiakan kamu seperti yang kamu mau.

Please Dru. Bukan Bram. It's Oke bukan Bram!

Bangun Dru, Banguuuunnnnn!!!

Entah berapa desibel aku berteriak.

Sekejap aku melihat Dru membuka matanya. Aku tatap dalam, kupeluk dengan erat dan aku pastikan tidak ada luka sedikitpun.

Dru menangis.

"Silakan Dru. Keluarkan semua tangismu hingga kau lega!"

"Aku goblok. Aku begitu goblok. Bisa-bisanya aku membuang waktuku begitu saja."

" Kamu nggak goblok Dru. Siapa yang bilang begitu?"

"Aku goblok. Sudah tahu tidak mungkin tapi aku masih saja paksakan."

Dru menangis kencang.

Aku peluk lebih erat.

"Tuhan, jika Dru tak berani bertanya. Izinkan aku mendahuluinya. Kenapa Engkau buat dia merasa nyaman dengan segala hal yang tak kunjung Engkau buka pintunya."

*Bandung, 18 Februari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun