Mohon tunggu...
Cika
Cika Mohon Tunggu... Tutor - ...

No me gusta estar triste . Pecinta "Tertawalah Sebelum Tertawa Itu Dilarang" #WARKOP DKI . Suka menjadi pekerja tanpa melewati titik kodrat wanita

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Om Nadiem, Bantu Kami!

15 Agustus 2020   06:38 Diperbarui: 15 Agustus 2020   07:21 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kami iri Om.

Memang guru dan sekolah kami tidak bisa dibekali hal yang sama ya Om?. Guru kami pintar kok Om, kalau ada keterbatasan kan bisa disekolahkan dulu biar pintarnya sama seperti guru-guru yang ada di sekolah swasta.

Dan sekarang saat Virus sudah sedikit meluluhlantahkan harapan kami. Kami bingung Om.

Karena kami tidak seperti mereka yang harus terlihat mukanya di depan laptop. Yang walaupun sekolah online tapi jam tampil di Zoomnya telah ada sechedulenya.

Om tahu tidak, kalau selama kami diam di rumah ini loh Om yang terjadi pada kami, siswa sekolah yang kalau boleh kami sebut kami ada di tengah-tengah. Artinya sekolah online kami tidak di depan laptop tapi kami masih ada orang tua yang memiliki handphone, katanya ada juga yang pinjam handphone saudaranya agar tidak tertinggal berita dari sekolah.

Kami tidak belajar Om, tugas yang diberikan memang dikumpulkan tapi kami lebih banyak main daripada belajar, kan Bu Guru tidak tahu kami belajar atau tidak yang penting tugasnya kami kumpulkan.

Kami bingung saat ada tugas yang tidak kami pahami Om, Bapak dan Ibu kami tidak semuanya sekolah tinggi. Bukannya bantu kami malah habis kami dimarahi, katanya "Kamu itu sekolah apa tidak, begitu saja kamu tidak bisa. Sudah berhenti saja sekolahmu."

Ibu dan Bapak kami marah-marah Om, katanya uang belanja harus disisihkan untuk beli kuota. Tidak semua orang tua kami diam di rumah Om. Coba bayangkan kalau saja satu keluarga punya anaknya tiga. Semua harus kerjakan tugas dari handphone, lalu hanya satu handphone yang bisa digunakan.

Belum apa-apa, kami bertengkar soal dulu-duluan kerjakan tugasnya Om. Setelah itu biasanya Ibu yang berteriak "bisa diam tidak sih, sudah cepat kerjakan, sabar satu-satu dulu yang penting tugasnya selesai."

Itu kalau ibunya tidak bekerja. Kalau yang ibunya bekerja juga bagaimana ya Om?. Mereka mencatat tugas tunggu ibunya pulang dulu?.

Kemarin sempat saya lihat juga Om, teman-teman kami yang harus main ke rumah tetangga yang kebetulan sedikit berada dan ikhlas membagi wifinya. Jadi selain tidak ada handphone, ada juga yang punya handphone tapi tak bisa beli kuota atau ada juga yang sudah beli kuota malah tersedot begitu saja karena sinyal yang kurang bagus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun