“Tenanglah, say….kita doakan saja ya?”
Tidak ada jawaban atau anggukan sekalipun. Panji sadar, ia menerima semua perlakuan Rindu padanya bahkan tak ada sedikitpun tatapan mata yang hangat untuknya. Dan akhirnya Panji menyadari bahwa Rindu bersedia menikah dengannya hanya karena terobsesi tuntutan keluarga. Rindu ingin menjungkirbalikkan anggapan semua orang kalau dirinya pasti shock pasca putus dengan satria. Rindu merasa tidak memiliki kekurangan apapun. Ia cantik, mapan, smart, dan berasal dari keluarga baik- baik. Dia bisa mencari pasangan dengan cepat. Bahkan gilanya, tantangan om Sony--adek lelaki mamanya yang berada di Amerika—apabila Rindu bisa menikah dalam waktu dekat, Om Sony memberinya US$111.111 in cash.
“Gimana, Ndu? Terima tantangan atau tidak?”
“Alahhh, om... cuman segitu? Bagaimana jika aku berhasil?”
“Jadi kau deal?”
“Of course, om!!” seringai Rindu pada om Sony waktu itu.
Pintu terbuka, begitu dr. Ceng yang menangani kesembuhan Satria keluar ruangan mereka bergegas menghampirinya.
“We are very sorry, mam. We have to take out one of his lungs. The right one, exactly.” kepada Mama Satria dokter menjelaskan kondisi kritis Satria.
“Oh, my God …. No! Is there any other choice, doctor?” ibu yang telah memasuki usia senja itu tak dapat menyembunyikan rasa cemas, pada ucapannya. “No. This is the only choice. If it isn’t done, the cancer will spread to his ribs.” Tandas dokter yang tampak lebih muda dari Satria atau Panji itu.
“Alright, if it must be. Do the best for him, doctor. Please ….” pinta mama. “Sure, Mam. We will do our best. Pray for us.”
“Thank you, doctor.” Aku dan mama bersamaan menimpali.