Mohon tunggu...
Chaerul Sabara
Chaerul Sabara Mohon Tunggu... Insinyur - Pegawai Negeri Sipil

Suka nulis suka-suka____

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Harga-harga Semakin Melambung, Ikat Pinggang Siapa yang Dikencangkan

26 Agustus 2022   22:11 Diperbarui: 28 Agustus 2022   07:05 372
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Telur menjadi salah satu bahan pangan yang turun mengalami kenaikan| (KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA)

Memasuki semester kedua tahun ini, masyarakat direcoki dengan kabar tentang kenaikan berbagai harga barang komoditi. Mulai dari kenaikan harga mi instan dan komoditas pangan penting seperti harga telur, daging, ayam potong dll. 

Begitu juga dengan harga bahan bakar minyak (BBM) yang sudah ramai dibicarakan akan mengalami kenaikan di awal September ini, padahal harga minyak mentah di pasar dunia dikabarkan turun menyusul kebijakan negara-negara penghasil minyak untuk memangkas produksi mereka.

Kondisi ini tentu saja membuat banyak orang pusing kepala dalam mengatur kecukupan pendapatan. Gaji ASN yang sudah pasti tidak naik, begitu juga sektor pekerja swasta yang masih belum stabil dari pengaruh pandemi covid-19, tetapi harga-harga kebutuhan seolah tak mau kompromi, terus saja menanjak hingga terasa sudah mencekik rakyat kecil.

Kita mungkin menjadi orang yang termasuk cukup kesal dan prihatin dengan kondisi yang tidak mengenakkan di pertengahan tahun ini. Namun, tentu saja berkeluh kesah bukan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan, bahkan bisa-bisa malah semakin rumit dan runyam.

Suka tidak suka, dan mau tidak mau kita dipaksa untuk harus beradaptasi dengan keadaan, agar kenaikan harga-harga dari berbagai kebutuhan itu tidak membuat kondisi keuangan dan kehidupan kita menjadi berantakan. 

Meski semakin mencekik, kita sebagai rakyat masih memiliki kewajiban membantu pemerintah dengan cara mengencangkan ikat pinggang seperti kalimat imbauan di zaman orde baru saat terjadi resesi atau krisis, kita sebagai rakyat disuruh mengencang ikat pinggang.

Nah, yang jadi masalah, rakyat itu sudah tidak punya ikat pinggang. Jadi apa yag mau dikencangkan, wong ikat pinggang saja tidak ada, bahkan saking susahnya malah ada rakyat yang sudah tidak punya pinggang yang tersisa hanya tulang rusuk yang masih setia menyelimuti hati yang menyimpan semangat merah putih di dalamnya..

Dari informasi di televisi, kami menyaksikan betapa kenaikan harga telur di wilayah Jawa yang meroket hingga menembus harga diatas Rp 30.000, sudah membuat resah warga. Nah, bagaimana dengan kami di Kendari yang harga telur sudah menembus harga Rp 63.000 untuk telur ukuran kecil, dan Rp 65.000 untuk yang agak besar.

Foto: Tim Infografis/Denny Putra (finance.detik.com) 
Foto: Tim Infografis/Denny Putra (finance.detik.com) 

Terus, bagaimana dengan harga kebutuhan lainnya? 

Lha, telur saja sudah naik sampai segitunya, komoditas yang lainnya tentu juga sama naik gila-gilaan. Belanja ke pasar untuk kebutuhan harian dengan membawa uang Rp 100.000, mohon maaf yang dibawa pulang cuma cukup untuk kasih makan kucing. 

Iya, ini betul, ikan sekilo paling murah harganya di atas Rp 50.000, ini bisa dimaklumi karena sekarang ini masih musim timur, dimana lautan sedang tidak ramah-ramahnya bagi nelayan untuk melaut.

Nah, ada lagi yang bikin geli, di sudut-sudut tertentu jalan, banyak terlihat ular besi yang memanjang di jalan. Tadinya sih sempat heran juga, tapi taunya ternyata itu bukan ular beneran, tetapi antrian kendaraan di SPBU, untuk mendapatkan si Pertalite yang sudah sombong dan jarang memperlihatkan dirinya.

Nah, kalau kita mau sabar menunggu sejenak saja, kita akan dibuat ngakak dengan ramainya sumpah serapah dari para pengantre yang sudah berjam-jam antri untuk BBM, eh belum sampai finis sudah ada teriakan bensin habis!!!, ngakak polll. Tapi kalau misalnya kita yang ada di antara pengantre itu, waduh bisa dibayangkan betapa gondoknya perasaan, sudah capek tapi tidak bisa bosan, hasilnya ternyata zonk juga, alamakkk.

Ini masalah yang sedikit serius makkk.... Ini masalah perut lapar, siapa yang bisa nunda lapar, menunggu sampai dapat duit baru bisa makan, mungkin nggak ada orang yang bisa, yang namanya lapar tak bisa dijadwal ulang, beda halnya dengan kebutuhan sandang dan juga papan, yang masih bisa dipending sampai ada kemampuan untuk pemenuhan kebutuhannya.

Nah, menyikapi kondisi begini, tentu bikin pusing delapan keliling apalagi bagi mereka yang sudah hampir dua periode ini baru sekali merasakan kenaikan gaji itupun cuma seiprit, 5%. Ada sih, banyak tips dan trik keuangan yang beredar di mediia-media, mungkin bisa kita praktikkan.

Evaluasi pos pengeluaran

Di sini kita diminta untuk mengevaluasi di mana kira-kira pos yang bisa ditekan atau bila memungkinkan, dihapuskan.

Pos pengeluaran di luar kebutuhan pokok adalah yang harus pertama kali dievaluasi. Misalnya, pos pengeluaran untuk entertain dan hobi, seperti nonton bioskop atau karaokean, pergi mancing atau main futsal dan lain-lain. Jika tidak terlalu penting dan memboroskan, bisa dikurangi atau bahkan dicoret dari daftar pos pengeluaran.

Nah, yang jadi masalah kebanyakan dari orang-orang yang kesulitan ini bukan berasal dari kelompok orang-orang yang masih sempat mikirin entertain dan hobi, jangankan melakukan, mikirin saja tidak sempat. 

Yang bisa mereka evaluasi dari pos pengeluaran yang mereka miliki, adalah pos pengeluaran dapur, bayar cicilan bank, biaya sekolah anak, biaya transportasi (BBM), listrik, air (dan sebagian ada internet), undangan pesta nikahan. Mana coba yang bisa dipangkas?

Atur strategi

Salah satu tips adalah mengatur strategi pengeluaran, misalnya untuk kendaraan pribadi karena berpotensi memperbesar nilai pengeluaran sebaiknya dialihkan ke kendaraan angkutan umum atau dengan sepeda motor. 

Frekuensi mobilitas dikurangi, hanya untuk yang sangat penting saja. Begitu juga misalnya untuk urusan makan mengapa tidak mencoba memasak sendiri dan membawa bekal makan siang dari rumah saat bekerja? Bisa lebih hemat dan lebih bersih. Terus pemakaian listrik dan air diatur sehemat dan seirit mungkin.

Nah, lagi-lagi kebanyakan dari orang-orang yang kesulitan ini, sebelumnya memang sudah (terpaksa) melakukan hal tersebut di atas, kendaraan mereka cuma punya roda dua keluaran lama yang alhamdulillah mungkin sudah lunas cicilannya. 

Bepergian ke mana-mana sudah nggak sempat, pagi sampai sore di kantor, malam sudah capek terus bisa ke mana?

Soal makan, semuanya masakan istri di rumah, anak sarapan dan bawa bekal ke sekolah, semua makanan dari rumah, terus di kantor makan siangnya di kantin kantor dengan menu mi instan siram atau nasi kotak Rp 10.000-an.

Kalau sudah begini, apalagi yang bisa distrategi-strategikan buat penghematan.

Atur prioritas keluarga

Satu lagi tipsnya yang bikin saya jadi ketawa. Disebutkan bahwa jika sudah punya rencana liburan bersama keluarga ke luar negeri. Anggaran sudah dicicil dengan menabung rutin. Tetapi mengingat kondisi yang sekarang terasa cukup berat. Maka disarankan untuk melihat kembali rencana liburan itu. Apakah harus dibatalkan atau ditunda atau dikemas ulang agar bisa lebih ekonomis.

Nah, disini yang lucu, kebanyakan dari orang-orang yang kesulitan ini, jangankan punya rencana liburan ke luar negeri bersama keluarga. Wong, liburan di rumah saja bersama keluarga hanya diisi dengan tidur-tiduran saja, mau nonton TV tidak bisa, sudah beberapa bulan iuran TV kabel belum dibayar dan akhirnya dicabut sama operatornya, lagian TV-nya juga sementara di sekolahin di pegadaian.

Cari tambahan penghasilan

Nah, ini satu yang saya rasa cocok dan tepat. Karena pergerakan harga sering berlari jauh lebih kencang melampaui kenaikan penghasilan, jadi sudah selayaknya untuk memikirkan penghasilan tambahan yang mana tentu saja harus yang baik, halal, dan aman.

Yang membingungkan itu justru caranya mencari tambahan penghasilan itu bagaimana? 

Di saat daya beli masyarakat yang menurun, di saat inflasi melonjak tajam, di saat orang-orang yang kehilangan pekerjaan saat pandemi covid-19 melanda masih banyak yang menganggur. Dan pekerjaan utama wajib hukumnya untuk diprioritaskan, mana lagi bisa ada waktu dan kesempatan untuk melakukan pekerjaan lain untuk menambah penghasilan, belum lagi jika harus berbicara modal yang mana mungkin ada.

Wah, ternyata solusi ikat pinggang jauh lebih masuk diakal dibandingkan begitu banyak tips dan trik yang berseliweran di media-media sosial dan media berita.

Kupegang pinggangku ternyata masih ada, ikat pinggangku juga masih ada, coba kupakai dan ternyata ujungnya semakin panjang keluar tapi celana masih saja pelan-pelan melorot, dan sayup-sayup kudengar ikat pinggangku berkata, "bukan aku yang harus dikencangkan, tapi suaramulah yang mesti kau kencangkan".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun