"Kau tidak melihat wajahnya, kan?"
Aku menoleh ke belakang. Pak Surya menatapku dengan tajam. Raut wajahnya yang tadi ramah berubah serius.Â
"Wajahnya?" tanyaku keheranan. Apakah yang dia maksud sosok di atas? aku balas menatapnya dengan tatapan heran. "Apa maksud bapak?"
Pak Surya malah tersenyum lebar, menampilkan wajah ramah yang tadi sempat hilang. Dia bahkan acuh dengan pertanyaanku dan berlalu pergi menuju tempatnya berjaga. Meninggalkanku dengan sedikit kebingungan dan tak curiga pada luka-luka kecil di tubuhku, bahkan terkesan tak peduli.
Aku menembus kabut yang mulai turun dari langit, berjalan pelan ke mobilku yang berembun. Suara tangisan anak kecil terdengar sayup dari luar gedung, seperti seorang anak yang kehilangan mainannya. Malam yang menegangkan dan sosok misterius yang mungkin saja sang hitam sudah cukup menjadi alasanku mengajukan pindah tugas dari kantor ini.
Kasur empuk dan teh panas manis. Aku datang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H