Mohon tunggu...
CHRISTOPHER ALVANDIO_PWK_UNEJ
CHRISTOPHER ALVANDIO_PWK_UNEJ Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA S1 PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA - UNIVERSITAS JEMBER

Hallo sobat kompas, mari saling berdiskusi dan belajar bersama .

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

SiLPA Sebagai Alat Indikator Pengeluaran Pemerintah

27 Maret 2023   00:56 Diperbarui: 27 Maret 2023   01:01 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Asal usul APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) dapat ditelusuri pada perubahan sistem pemerintahan di Indonesia. Sebelum tahun 1950-an, sistem pemerintahan Indonesia masih menggunakan sistem pemerintahan kolonial Belanda yang diatur dalam Undang-Undang Staatsblad Nomor 1917 tentang Pemerintah Daerah. Setelah kemerdekaan Indonesia, terjadi perubahan sistem pemerintahan menjadi sistem desentralisasi. 

Pada masa ini, terdapat beberapa undang-undang yang mengatur mengenai pengelolaan keuangan daerah, antara lain Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1950 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1950 tentang Keuangan Daerah. Pada tahun 1957, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1957 tentang Pemerintah Daerah yang menjadi landasan hukum untuk sistem otonomi daerah. Selanjutnya, pada tahun 1974, pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Keuangan Daerah yang menjadi dasar hukum bagi pengaturan APBD. 

APBD yang akan dikembangkan lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah Daerah.   Kemudian, terdapat perubahan pengaturan APBD dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur tentang pengelolaan keuangan daerah dan kewenangan pemerintah daerah dalam mengelola APBD.

APBD adalah sebuah rencana anggaran keuangan yang disusun oleh pemerintah daerah yang terdiri dari anggaran pendapatan dan anggaran belanja diperuntukan satu tahun anggaran. APBD biasanya dibuat setiap tahun oleh pemerintah daerah untuk menentukan alokasi anggaran yang akan digunakan untuk kegiatan pemerintah daerah. APBD terdiri dari dua bagian yaitu anggaran pendapatan dan anggaran belanja. Anggaran pendapatan mencakup sumber pendapatan daerah seperti pajak, retribusi, dan lain-lain. Sedangkan anggaran belanja mencakup rencana pengeluaran pemerintah daerah untuk kegiatan operasional, pembangunan, dan investasi.

Proses penyusunan APBD melibatkan beberapa tahapan, di antaranya:

1.            Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah atau yang sering disingkat RKPD menjadi pedoman untuk penyusunan APBD. RKPD berisi rencana aksi pemerintah kota selama satu tahun.

2.            Penyusunan Rancangan APBD Rancangan APBD disusun berdasarkan RKPD yang telah disepakati. Rancangan APBD harus mempertimbangkan kebutuhan dan prioritas pembangunan daerah serta kemampuan penerimaan daerah.

3.            Pembahasan APBD Setelah disusun, rancangan APBD dibahas bersama DPRD dan stakeholder terkait. Tujuan pembahasan adalah untuk mencapai kesepakatan antara pemerintah daerah dan DPRD mengenai alokasi anggaran yang tepat.

4.            Penetapan APBD Setelah dibahas, APBD disahkan melalui mekanisme penetapan APBD oleh DPRD dan ditandatangani oleh kepala daerah.

Setelah APBD disahkan, penggunaan anggaran harus sesuai dengan rencana dan anggaran yang telah disepakati dalam APBD. Jika terjadi perubahan kebijakan atau keadaan yang memerlukan penyesuaian, maka pemerintah daerah dapat melakukan perubahan APBD dengan mekanisme yang telah ditetapkan.

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) merupakan instrumen perencanaan dan pengendalian keuangan pemerintah daerah. Fungsi APBD antara lain:

1.            Sebagai acuan dalam merencanakan penggunaan sumber daya keuangan daerah secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembangunan daerah.

2.            Sebagai alat untuk mengatur dan mengendalikan penerimaan dan pengeluaran keuangan daerah agar tetap dalam batas-batas yang wajar dan terukur.

3.            Menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam melakukan kegiatan pembangunan yang lebih terencana dan terukur.

4.            Sebagai dasar dalam pengawasan dan akuntabilitas penggunaan keuangan daerah oleh masyarakat dan lembaga pemerintahan.

5.            Menjadi dasar untuk memperoleh pinjaman dari pihak ketiga seperti bank, lembaga keuangan, atau pemerintah pusat.

APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan dan program yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat, antara lain:

1.            Pembangunan infrastruktur: APBN digunakan untuk membiayai pembangunan infrastruktur, seperti jalan tol, jembatan, pelabuhan, bandara, rel kereta api, dan lain sebagainya.

2.            Pendidikan: APBN digunakan untuk membiayai berbagai program pendidikan, mulai dari pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Dana APBN digunakan untuk membiayai pengadaan sarana dan prasarana pendidikan, pembayaran gaji guru dan tenaga pendidik, serta program beasiswa bagi mahasiswa.

3.            Kesehatan: APBN digunakan untuk membiayai berbagai program kesehatan, seperti penyediaan obat-obatan dan alat kesehatan, pembangunan rumah sakit dan puskesmas, serta program vaksinasi dan penanganan wabah penyakit.

4.            Keamanan dan pertahanan: APBN digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan yang berkaitan dengan keamanan dan pertahanan, seperti pengadaan alat pertahanan dan keamanan, pembangunan instalasi militer dan pengadaan persenjataan.

5.            Subsidi: APBN digunakan untuk membiayai berbagai program subsidi, seperti subsidi bahan bakar minyak, listrik, dan pupuk.

6.            Pemberdayaan masyarakat: APBN digunakan untuk membiayai berbagai program pemberdayaan masyarakat, seperti program bantuan sosial, pembangunan rumah bagi masyarakat kurang mampu, dan program pelatihan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

7.            Pembayaran utang negara: APBN juga digunakan untuk membiayai pembayaran utang negara, baik utang dalam negeri maupun luar negeri.

Dengan demikian, APBN memegang peranan penting dalam pembangunan daerah dan pengelolaan keuangan daerah secara lebih transparan, akuntabel dan terencana.

Di Indonesia, terdapat beberapa kasus terkait APBD, di antaranya adalah:

1.            Korupsi APBD: Kasus korupsi APBD merupakan kasus yang sering terjadi di Indonesia. Beberapa kasus korupsi APBD terjadi karena adanya oknum yang melakukan penyelewengan dana dalam proses pembangunan atau kegiatan lainnya yang dianggarkan dari APBD.

2.            Penyusunan APBD yang tidak transparan: Beberapa pemerintah daerah di Indonesia masih melakukan penyusunan APBD yang tidak transparan, sehingga masyarakat sulit mengetahui anggaran yang digunakan untuk pembangunan atau kegiatan lainnya.

3.            Defisit APBD: Defisit APBD terjadi ketika pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah melebihi pendapatan yang diterima. Hal ini dapat terjadi akibat kurangnya pengawasan dan pengendalian terhadap pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

4.            Penggunaan anggaran yang tidak efektif: Beberapa pemerintah daerah masih melakukan penggunaan anggaran yang tidak efektif, seperti pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau adanya proyek fiktif yang tidak ada hasilnya.

5.            Keterlambatan pengesahan APBD: Keterlambatan pengesahan APBD dapat mempengaruhi proses pembangunan dan kegiatan pemerintah daerah karena tidak adanya anggaran yang tersedia.

Penyelewengan dana APBD dapat terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Pada umumnya, penyelewengan dana APBD dilakukan oleh pejabat atau oknum yang berkuasa dan memiliki kewenangan untuk mengelola anggaran tersebut. Pejabat atau oknum tersebut dapat memanfaatkan kekuasaannya untuk mengalihkan dana tersebut ke dalam rekening pribadi atau perusahaan yang mereka kendalikan. Penyelewengan dana APBD tidak hanya merugikan masyarakat dan pembangunan di suatu daerah, tetapi juga dapat berdampak buruk pada ekonomi nasional. 

Karena APBD merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi pemerintah daerah, maka penyelewengan dana APBD dapat mengurangi sumber pendapatan negara dan menghambat pembangunan di berbagai sektor. Untuk mencegah dan mengatasi penyelewengan dana APBD, pemerintah daerah harus meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadopsi sistem pengawasan dan pengendalian yang ketat terhadap penggunaan dana APBD. 

Selain itu, pemerintah daerah juga harus membuka ruang partisipasi masyarakat dalam pengawasan penggunaan dana APBD dan memperkuat lembaga anti korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam upaya pencegahan penyelewengan dana APBD, pemerintah daerah juga harus meningkatkan kualitas SDM di dalamnya. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan pendidikan yang memadai terhadap pejabat atau oknum yang berkuasa dalam pengelolaan APBD. 

Selain itu,  pemerintah daerah juga harus menghukum tegas para pelaku penyelewengan dana APBD sebagai bentuk tindakan preventif bagi para pelaku yang berpotensi melakukan tindakan serupa. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa dana APBD dapat digunakan dengan baik dan tepat sasaran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan di suatu daerah.

Memastikan dana APBD dapat berjalan dengan efektif dapat dilihat pada SiLPA. SILPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) adalah sisa anggaran yang tidak digunakan pada tahun anggaran sebelumnya. Hubungan antara SILPA dan APBD adalah bahwa SILPA dapat menjadi bagian dari sumber pendanaan dalam APBD pada tahun berikutnya. 

Jika pada tahun anggaran sebelumnya terdapat sisa anggaran (SILPA), maka pada tahun anggaran berikutnya SILPA tersebut dapat dimasukkan ke dalam APBD sebagai sumber pendanaan. Dengan begitu, penggunaan anggaran pada tahun berikutnya dapat ditingkatkan atau dilakukan lebih efisien. Namun, perlu diperhatikan bahwa penggunaan SILPA dalam APBD harus dilakukan dengan hati-hati dan disesuaikan dengan peraturan dan aturan yang berlaku, agar tidak terjadi penyimpangan atau penyalahgunaan anggaran.

Dalam mencapai target organisasi, anggaran untuk sektor publik dapat menjadi dasar terpenting. Sistem pemasukan dan pengeluaran kas harus dilakukan dengan sistematis dan cermat agar suatu yang telah direncanakan dan pengawasan dapat berjalan dengan baik. Anggaran sektor publik dapat menjamin kesinambungan serta sistem untuk meningkatkan kehidupan masyarakat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Selain itu, anggaran pada sektor publik dapat dijadikan sebagai alat akuntabilitas oleh lembaga publik. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintahan Pusat dan Pemrintahan Daerah menjelaskan pendapatan daerah adalah hak Pemerintah Daerah yang telah diakui sebagai penambah suatu nilai kekayaan bersih. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengatur tentang belanja daerah. 

Belanja daerah  adalah kewajiban semua daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah dibagi menjadi 2, yaitu ada belanja secara langsung dan belanja secara tidak langsung. Belanja langsung merupakan belanja yang berkaitan secara lansgung dengan suatu program kerja, sedangkan belanja tidak langsung merupakan belanja yang sistemnya tidak berkaitan secara langsung dengan program kerja.

 SiLPA tahun anggaran sebelumnya meliputi surplus penerimaan PAD, surplus aset neraca, surplus pendapatan daerah wajib lainnya, surplus pendapatan keuangan, penghematan belanja, tunggakan dan sisa komitmen pihak ketiga melalui dana akhir tahun untuk kegiatan tindak lanjut. 

Adanya defisit yang cukup besar menunjukkan bahwa pemerintah tidak menyiapkan anggaran dengan baik, sehingga surplus tahun berjalan yang digunakan untuk membiayai pelayanan publik menjadi tertunda. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar merupakan sebuah lembaga  atau yang sering disebut dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar selalu menyajikan laporan keuangan untuk setiap taunnya. Laporantersebut bernama LRA atau Laporan Realisasi Anggaran. Dalam LRA memuat informasi mengenai pemasukan, belanja daerah, surplus/defisit, serta memuat saldo SiLPA.

a.            Pemasukan

Pada tahun 2016-2018 dan tahun 2020 di Dinas   Perindustrian   dan Perdagangan  Kabupaten  Blitar tidak terjadi pelampauan pendapatan. Namun, pada tahun 2019 terjadi pelampauan pendapatan sebesar Rp381.278,371. Kondisi di tahun 2019 dapat dikatakan penyebab SiLPA menjadi meningkat.

b.            Belanja Daerah

Pada tahun 2016-2020 terjadi efisiensi belanja daerah yang berarti penyebab SiLPA pada tahun tersebut menyatakan bahwa Dinas   Perindustrian   dan   Perdagangan   Kabupaten   Blitar memiliki kontrol yang baik terhadap pengeluaran daerah karena tidak ada pengeluaran yang terbuang percuma.

c.            SiLPA atau Sisa Lebih Perhitungan Anggaran

Pada tahun 2016-2020 terjadi SiLPA yang berarti bahwa masih terdapat sisa perhitungan selama lima periode anggaran. Adanya SiLPA menunjukan kesinambungan fiskal organisasi sektor publik yang berarti pemerintah mampu mempertahankan keuangan yang kredibel serta mampu memberi pelayanan masyarakat dalam jangka waktu panjang dan dapat memperhatikan kebijakan pendapatan dan belanja.

Berdasarkan analisis overrun pendapatan lima periode anggaran, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar baru berhasil mencapai target pendapatannya pada tahun 2019. Sementara itu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar berhasil mencapai efisiensi biaya belanja daerah pada lima anggaran . periode Selain itu, faktor utama penyebab SiLPA adalah efisiensi pendapatan sedangkan surplus pendapatan bukan faktor utama karena Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar tidak akan mampu memenuhi target pendapatan hingga tahun 2019 mendatang. Hasil analisis belanja daerah menunjukkan bahwa Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Blitar perlu memperkuat pelaksanaan manajemen belanja daerah untuk mengatasi belum tercapainya program aksi untuk memaksimalkan penggunaan anggaran belanja daerah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun