"Cakep? Apa kamu tidak melihat keanehannya? Dia memiliki sayap di punggungnya. Tubuhnya dipenuhi tato yang dapat bergerak. Dia sangat hitam." Inge bergidik setelah meneliti pemuda itu.
"Ha ha ha, kamu juga aneh. Apa kamu tidak sadar kalau sejenis denganku?"
"Apa? Bagaimana ini mungkin terjadi?" Inge berteriak histeris karena bingung melihat sayap ungu kebiruan yang entah bagaimana ada di punggungnya.
Tubuh mereka berubah. Inge sekarang memiliki telinga dengan puncak berbentuk lancip. Di sekujur tubuhnya dipenuhi oleh tato berbentuk sulur tanaman dengan bunga berwarna ungu. Inge keheranan karena Eva tidak terlihat panik sepertinya.
"Namaku Dry, sebaiknya kalian ikut ke pondokku. Hari menjelang malam. Hutan bisa sangat berbahaya." Eva dengan senang hati mengikuti Dry dan mengamit lengannya tanpa canggung.
"Aku punya beberapa adik perempuan. Mereka pasti senang mendapatkan tamu yang cantik," ujar Dry saat Inge tidak segera mengikuti.
"Sebaiknya kamu ikut. Hari mulai gelap." Eva mengingatkan tanpa menoleh.
Inge memeluk dirinya sendiri. Berada di tempat asing dengan wujud yang berbeda membuatnya mengigil ketakutan. Apa lagi yang akan terjadi nanti. Bagaimana cara mereka kembali. Kalau saja dia tidak menyetujui usul Eva untuk pergi ke pasar malam, mereka pasti masih di rumah. Inge bergegas mengejar Dry dan Eva.
"Ini pondokku," kata Dry saat membuka pintu rumah dan mempersilakan tamunya untuk masuk.
"Dry sudah pulang," pekik kegirangan seorang gadis membuat Inge keheranan. Tiga orang berhambur memeluk Dry hingga dia sempoyongan, hampir jatuh.
"Sudah, sudah. Kita ada tamu." Dry mengurai pelukan.