Bruder Frank juga kulihat, membuka laptopnya, menulis pengamatannya tentang aku, melakukan tugas2nya untuk merawatku, dan dia mengirimkannya lewat email, dengan pulsa mahal dari Chine Airline yang disediakan.
Begitu dia menutup laptopnya dan membereskan semunya, suara pengumunan dengan bahasa Inggris dan bahasa China, untuk semua penumpang bersiap karena pesawat itu segera akan mendarqt di Bandara Soekarno Hatta!
Duh, aku benar2 tidak sabar, ketika pesawat mendarat dan semua penumpang itu mengantri untuk turun.
Bagi yang disabilitas, sakit atau kelurga muda yang membawa bayi atau anak2 kecil, untuk masuk ke pesawat selalu yang pertama, semetara penumpang yang lain akann menunggu sampai kami siap duduk manis di dalam pesawat.
Tetapi, jika pesawat mendarat, kami akan turun paling lambat, setelah semua penumpang sudah turun. Dan, kami akan dibantu oleh petugas2 bandara. Dengan kursi roda atau alat bantu yang lain.
Begitu juga ketika pesawatku mendarat.
Mereka mengantri dengan tertib untuk turun pesawat dan masuk bandara, tetapi aku dan Bruder Frank hanya menunggu sampai semua turun. Dan, adikku dari kelas ekonomi, menuju first class tempat aku berbaring, dan menunggu bersama.
Setelah semua penumpang turun, petugas bandara dan pramugari pesawat, membantuku untuk berbaring di brankar bendara, mendorongku keluar pesawat dengan lift khusus untuk membawaku keluar diatas brankar.
Lalu, brankarku di dorong, berlainan arah dengan berjalannya Bruder Frank dan adikku, yang mungkin mereka harus men-chek semua dokumen2 keimigrasianku, dari San Francisco, serta transit di Taiwan.
Aku tahu, masalah keimigrasianku karena sakit itu, akan sedikit lama untuk di periksa. Aku mengerti itu.
Tetapi, yang membuat aku menjadi marah dan ketakutan adalah, aku dibawa lewat jalan yang berbeda, berpisah dengan Bruder Frank dan adikku!