Pikiran2ku bergumul terus menerus. Mau tidak mau, aku harus memikirkannya!
Adikku sendiri sibuk dengan diskusi2 intensif tentang kepuanganku. Bolak balik keluar ruanganku, mondar mandir serta seringkali menelpon kedua orangtuaku di Jakarta untuk beberap persetujuan.
 Dan, aku hanya mampu melihat mereka mengatur kepulanganku, tanpa aku bisa berbuat apa2 .....
Selain masalah dengan fisikku yang harus terus dipantau untuk mampu aku terbang plang ke Jakarta, ternyata mereka harus memastikan pewasa  yang aku tumpangi, maskapai apapun, di dalam harus punya peralatan2 kesehatan jika aku membutuhkan emergensi.
Dan, itu memang bukan pesawat standard. Dimana di semua pesawat tidak punya peralatan kesehatan untuk emergensi, seperti untuk pasien pasca-stroke sepertiku.
Berarti, aku memang harus diterbangkan dengan pesawat khusus? Seperti apa?
Ah .....
Aku tidak tahu, seberapa besar dana yang harus dikeluarkan untukku untuk terbang pulang. Belum lagi, resiko2 yang harus aku tanggung dengan keberadaan otak kiriku yang memang sudah cacat dan saat itu masih pasha dengan darah segar .....
Mungkinkah, aku bisa selamat?
Mungkinkah, otakku mampu bertahan selama perjalanan di ribuan meter bahkan puluhan ribu meter diatas permukaan bumi?
Atau, bisa kah aku bertemu dengan anak2ku lagi di Jakarta dengan fisik dan tubuh yang minimal seperti saat itu, dengan kelumpuhan tubuh kananku?