Aku sempat membayangkan, kata2 "entah sampai kapan", seakan itu akan selama nya sampai aku mati. Sebuah kengerian yang tersirat. Walau aku sadar, itu pun mungkin benar2 berlaku untukku, karena pasien pasca-stroke, secara medis mmang tidak akan bisa sembuh 100%.
Sebuah kengerian yang benar2 kadang kala membelengguku, sebagai seorang pasca-stroke, yang ervonis hanya bisa berbaring saja, di sisa hidupku.
Aku harus membiasakan diriku untuk mendengar kata2 itu, dan aku harus membiasakan gidupku untuk hanya mengandalkan tubuh kiriku. Aku memang harus belajar menerima diriku apa adanya, untuk menjalankan masa depanku.
Banyak pemikiran2ku ku tentang sebuah mukjizat Tuhan.
Karena, ketika aku masih hidp saat itu, dengan bentuk apapun tubuhku, berrti Tuhan masih punya rencana untukku, walau aku tidak tahu, apa yang Tuhan rencanakan untukku.
Minimal, yang aku yakini adalah bahwa aku harus tetap berusaha untuk membawa kedua anakku mengarungi masa depan mereka, bukan?
Sehingga, kesadaranku untuk itu, benar2 membuat aku harus tegak dan tegar, untuk menerima kondisiku, bagimanapun caranya!
Selama 9 hari ini, setelah serangan stroke melandaku, di waktu2 luangku sambil memejamkan mataku untuk beristirahat, aku selalu berpkir tentang rencana2ku, dan apa yang aku harus lakukan untuk masa depanku.
Jika tempat kerjaku sudah menjamin untuk aku tetap bisa bekerja setelah aku bisa datang ke kantor, kapan pun itu, bukan itu yang aku pikirkan. Aku lebih berpikir, bagaimana aku bersikap jika aku pu belum tentu bisa bekerja seperti dulu lagi.
Aku pasti tidak mungkin lagi untuk bekerja sebagai arsitek di lapanan. Aku mungkin akan dipindahkan ke bagian yang lebih "lembut". Itu memang sudah terjamin.
Tetapi, bagaimana selanjutnya aku dengan hanya tubuh kiriku saja untuk hidup?