Â
Di hari ke-7, aku sudah mulai belajar membaca ......
Hari ketujuh aku di Rumah Sakit Katolik -- St Francis Hospital, San Francisco USA
Belajar Berbicara dan Menulis dengan Tangan Kiri
Aku terbangun ketika sinar matahari cerah sudah masuk ruanganku. Tepat di kakiku, sinar matahari itu. Aku kaget, "tumben aku kesiangan! Mungkin, kibat aku nyenyak tertidur semalam".
Suster datang, membawa dokumen2ku, memeriksa tensi dan suhu tubuhku, mencatat serta memeriksa kantong kateterku.
Sepertinya sudah penuh, dan suster itu menganti kantong katetrku. Setelah itu, dia membantuku untuk minum susu hangat (yang sudah hangat, karena aku bangun kesiangan. Biasanya, susu itu masih panas).
Aku minta air hangat, untuk membersihkan wajahku, dan suster itu membantuku.
Aku semangat sekali, karena hari itu aku akan belajar bicara, hahaha .....
Suster yang lain, datang ke ruangku. Membawa nampan berisi makan pagi, seperti kemarin. Bedanya, ditambah buah2an. Melon oranye yang menggiurkan! Aku minta diolekan mentega dan semuanya di atas roti bakarku.
Semangatku semakin membubung, ketika perutku menjadi hangat, dan otakku pun penuh dengan kata2 yang ingin aku ucapkan. Sayang, belum ada yang mengerti kata2ku ......
Setelah kenyang, aku konsentrasi ke TV. Ada video tentang Net Geo. Aku susa sekali dengan berita2 seperti ini. Tentang alam. Tentang makhluk hidup, tertama tentang hewan2.
Seingatku, aku benar2 tidak memikikan apa2 lagi, kecuali bersaha focus untuk terapi2 ku menuju pemulihanku. Semangatku sangat tinggi, walau aku hanya sendirian di hutan belantara Amerika, di ujung utara Amerika .....
Tidak berapa lama kemudian, Miss Randy datang, membuka pintu dan menyapa denagn riang ....
"Good morning, Christie. How Are You?", sapanya
Aku menjawabnya dengan suaraku yang menggumam dan kata2 ku yang entah apa artinya. Padahal, aku Cuma mau menjawab, "Fine, miss", tetapi entah apa yang dia denganr dan ngerti, hahaha .....
Miss Randy sibuk berceloteh perlahan, mencoba menganalisa, apakah aku mengerti dengan kata2nya kepadaku, atau hanya seakan2 aku menerti?
Ah, aku ih tidak pedulu, dia mau menganalisa apa, tetapi ak benar2 tidak sabar, bagaiamana dia bisa mengajarkan aku bicara! Aku tidak sabar, Karen aku ingin sekali bercerita dan curhat kepada siapapun!
Betapa yang aku rasakan, terpruk disini sendiri, dan harapan2ku untuk bisa pulih dan sembuh segera, untuk bisa bekerja lagi. Ingin bertemu lagi dengan anak2ku, dan sebagainya, dan sebagainya! Sudah tidak sabar lagi .....
Pikiranku terlalu penuh di otakku. Meletup2, siap dikeluarkan. Tetapi, ujung lidahku belum mampu untuk mengeluarkannya ....
Sepertinya, di dalam otakku, semut2 keluar, siap untuk meledak! Aku, yang memang sangat cerewet dan perfecsionis untuk menghasilkan sesuatu, dipaksa diam saja.
Kata adik2ku,
"Mba, kamu itu cerewet sekali. Maunya kamu semua. Kamu menganggap semua salah. Kadang, kamu tidak mau mendengarkan kata2 orang lain, apalagi waktu bapak ibi atau boss mu memaksa istirahat, kamu tidak pernah mau. Kamu memang hebat. Kamu perfeksionis. Dan memang sudah ada hasilnya"
"Tetapi, mba, sekarang kamu dipaksa untuk diam oleh Tuhan. Kamu hanya bisa melihat, mendengar saja and berdoa saja".Â
"Kamu harus bisa berdiam diri dahulu. Supaya kamu bisa mencerna, betapa Tuhan mau kamu dengar2an dari sekelilingmu yang mencintai kamu ....."
Aku selalu tersenyum jika mereka berkata seperti itu. Mungkin juga mereka pikir aku tidak mengerti kata2 mereka, karena jawabannya hanya senyum saja. Jadi, mereka mengulang2 ....
Miss Randy memberikan selembar kertas dan memberikan sebuah pinsil
Dia meminta aku menuliskan namaku sendiri.
Aku tercenung ....
"Namaku? Hmmmm, Chrisie. Trus, bagaimana aku menuliskannya? Hmmmm, hmmmmm ...... aku bingung ....."
Aku menggenggam pinsil itu, bukan mencoba menulis. Tangan kiriku menggenggam, dan berusaha ujung pinsil itu berada di atas kertas! Kucoret2 untuk menuliskan namaku. Bagimana bisa? Susah sekali.
Aku menggenggam pensil itu, seperti anak2 batita yang mencoba2 seperti ibunya. Aku benar2 seperti seorang anak batita! Ya, aku hanya seorang perempuan yang seperti anak batita!
Aku mencoba lagi, dan alhasil, kertas yang diberikan kepadaku, hanya penuh dengan coret2an ala anak2 batita, anak2 di bawah 3 tahun ......
(Catatan : keras itu masih ada disimpan)
Miss Randy mengambil kertas itu, dan melihat aku sambil tersenyum. Tanpa berkata apa2, dia menympan kertas itu kedalam map yang dibawanya. Dan, dia mengambil kertas kedua, yang tercetak huruf besar A sampai Z dengan jarah yang teratur.
Dia memberikan kepadaku untuk aku menyalin, huruf A sampai Z, disebelah huruf2 itu. Dan aku mengambil kertas itu serta mulai berusaha menuiskannya.
Seperti tadi, aku hanya bisa menggenggam pinsil yang sama, menekannya kuat2 untuk menuliskannya. Aduh ..... aku tidak bisa!
Aku hanya bisa mencoret2 seperti di kertas pertama. Miss Randy mengambilnya, dan tersenyum kepada ku juga. Dia menyimpan kertas itu ke dalam map. Pasti, kertas itu akan di diskusikan dengan Dokter Gandhi dengan dengan kedua orang tuaku.
Setelah itu, Miss Randy mengajak mengobrol. Aku tidak ingat apa yang diobrolkan. Tetapi setelah itu, dia mulai untuk menterai bicaraku.
Konsep terapi bicara bagi seseorang yang mengalami sakit, yang akhirnya tidak mampu berbicara, seperti contohnya aku sebagai seorang pasien pasca-stroke, merupakan sebuah metode utuk meningkatkan tingkat kelangsungan hidup pada pasien tersebut.
Karena, dari banyak referensi yang aku baca tenang ini, terutama karena serangan stroke, seperti yang aku alami saa itu, tingkat seseotang yang meninggal karena serangan stroke, telah menurun secra dramatis, ketika si pasiem mempunyai tingkat semangant yang tinggi.
Pasien pasca-stroke sering dibiarkan cedera otak dan memerlukan rehabilitasi untuk membantu mereka membangun kembali kemandirian mereka.
Ini berarti bahwa lebih banyak orang akan memerlukan program khusus, beberapa metoda terapi, termasuk terapi bicara.
Dengan terapi bicara dan terapi bahasa karena serangan stroke ini, akan membantu si pasien tarmasuk aku, untuk pemulihan diri, meningkatkan kepercayaan diri dan mampu mengelola komunikasi dan mengurangi kesulitan2 yang akan dihadapi di hari2 setelah itu.
Ya, aku mengerti walau awalnya aku mmang sangat lucu dengan konsep terapi bicara itu.
Dengan hatiku terbuka untuk terus mengikuti berbagai cara pemulihanku, aku sangat semangat, terutama aku sengan Miss Randy bisa membantuku saat itu ....
***
Dia duduk di depanku. Membuka mulutnya, untuk aku tirukan. Mulai dengan huruf A. Dia membuka mulutya denagn lebat, dn meraba mulutnya supaya aku menirukannya.
Tetapi karena aku berada di sebuah rumah sakit di Amerika, aku sadar bahwa aku harus melafalkan huruf2 itu secara bahasa Inggris.
Huruf A dilafalkan dean "E". Huruf B dilafalkan "Bi", dan seterusnya. Dan, dalam waktu 1 jam, aku berusaha untuk melafalkan huruf2 dari A sampai Z, dengan susah payah.
Miss Randy memang therapist yang baik, dia sagnat sabar ketika suaraku yang menggumam serta kata2 ku yang tidak jelas, perlahan dia bantu untuk aku bisa melafalkan hruf2 itu .....
Dokter Gandhi dan kedua orang tuaku datang hampir bersamaan, dan sempat melihat bagaimana aku dengan susah payah melafalkan huruf2 itu. Dengan suaraku yang selalu menggumam, aku berusaha sekali untuk belajar berbicara.
Miss Randy pun sangat telaten mengajariku.
Membetulkan lafalku, yang tentu tidak mudah. Karena otak kiriku memang sudah cacat, dan seperti yang aku tuliskan pada chapter2 sebelumnya, bahwa otak kiri lebih menekankan tentang logika dan akademika.
Dengan cacat otak kiriku, tidak heran jika aku benar2 susah untuk bisa pulih secara akademika, salah satunya belajar.
Tetapi, sejak dahulu pun, sebagai seseorang yang perfeksionist, aku benar2 tidak pernah menyerah. Tidak pernah!
Mulai ketika anakku yang kecil, Michelle yang divonis tidak bisa berbicaa diusia 4 bulan, aku tidak menyerah dengan akhirnya aku keluar dari pelerjaanku dan aku menterapinya dengan caraku, didampingi oleh dokter2nya.
Selama 4 tahun, air mata dan biaya yang tidak sedikit, aku benar2 berusaha dan mendampingi Michelle untuk bisa mendengra, dan akhirnya, waktu Tuhan datang. Michelee sembuh secara mengejurkan setelah 4 tahun dari vonisnya .....
Begitu juga, ketika setelah Michelle sembuh aku divonis adanya tumor yang menjadi kanker ganas di rahimku. Dimana 2 bulan sebelumnya, 2 orang sahabatku meninggal karena kanker rahimnya.
Aku tidak menyerah, ketika dokter meminta aku untuk mengangkat rahimku, yang akhirnya aku tetap hidup dan Tuhan menyembuhkanku sampai sekarang.
Aku juga tidak pernah menyerah ketika dokter pun hampir memvonis aku tidak bisa berjalan dengan sempurna, ketika kaki kiriku patah, ketika aku jatuh dari tangga proyrk, dan kaki kiriku terpuntir sedemikian, setelah aku terpelanting dan kepalaku hampir mengenai paku yang tertancap di balok kayu!
SAmpai aku bekerja sambil duduk diatas kursi roda selama 6 bulan, lalu 6 bulan kemudia aku bsa berjalan dibantu oleh kruk dari ketiakku, sampai akhirnya aku sembuh kembali.
Kata2 "jangan menyerah", selalu ada dalam kamusku, apalagi ketika aku bercerai di tahun 2007 dan tidak ada dana sama sekami yang mampir untukku dan kedu anakku, dari mantanku!
Aku pun tetap tidak menyerah. Hari2ku sebagai single parent membesarkan kedua anak2ku yang waktu itu mereka masih SD kecil.
Aku berjuang tidak kenal lelah mengumpulkan banyak uang dari pekerjaan2ku, untuk tabungan kedua anakku.
Sampai akhirnya, aku terserang stroke berat di San Francaisco, yang membuat aku lumpuh separuh tubuh kanan, dan entah kapan aku bisa sembuh 100%.
Jadi, dengan berbagai ujian yang Tuhan berikan untukku, bukan berarti Tuhan tidak sayang padaku. DIA sangat sayang padaku karena aku adalan Anak NYA, dan aku terpilih untuk diuji.
Walau aku seperti itu, Tuhan pun tidak lepas dari sisiku!
Tuhan tetap berada disisiku, menolongku dan menjamin ku drngan berbagai cara NYA untuk aku bisa pulih.
Salah satunya, dengan mengirim Dokter Gandhi yang serius menanganiku, dan Miss Randy yang sabar dalam mengatasi kesulitan berbicara ku, untuk belajar keras demi pemulihanku.
Mataku tetap bersinar, walau aku enar2 kesulitan mengikuti kata2 Miss Randy untuk melafalkan huruf2 itu dalam bahasa Inggris.
Hari itu, hari ketujuh setelah serangagn stroke, seharin dari pagi sampai sore, aku aku belajar mengeluarkan kata2, melafalkan huruf, dengan baik, supaya suaraku juga tidak terlalu bergumam, dan memberikan makna yang sangat mendalam.
Bahwa, dari sebuah kata2 klise "jangan menyerah", terbentuk semangat yang membawa untuk aku tidak menyerah .....
Miss Randy banyak berdiskusi dengan Doker Gandhi dan kedua orang tuaku.
Entah apa yang mereka bicarakan, aku tidak pernah tahu, karena orang tuaku tidak pernah bercerita adaku, juga ketika aku sudah pulih.
Hari itupun, merupakan hari terakhir, kedua orang tuaku menemaniku seharian sampai malam. Karena besoknya, saat itu, bapak dan ibu akan terbang dari San Francisco ke Los Angeles, dan bersama dengan kedua anakku, lusa nya mereka akan terbang pulang ke Jakarta.
Aku akan ditemani oleh adikku Didit, yang tinggal di Denpasar Bali dengan keluarganya, sampai aku bisa diterbangkan pulang ke Jakarta, walau itu belum tahu, kapan.
Rencnanya, kami memang berlibur ke liling Amerika West Coast dan area Texas, selama 6 minggu. Dimana kedua anakku aku meminta ijin selama 6 minggu setelah mereka mengikuti ulangan2 untuk semesternya.
2 minggu awal dan 2 minggu di akr, dari 2 minggu libur mereka di Natal dan Tahun Baru.
Dan, besok adalah kami semua harusnya memang terbang pulang ke Jakarta, berikut aku sendiri.
Tetapi karena aku harus di rumah sakit dan entah kapan aku bisa pulng ke Jakarta, aku harus ditinggal dahulu di rumah sakit ini, dan entah kapan aku baru bisa terbang pulang.
Pertama, sebagai pasca-stroke dan heavy stroke, stroke berat, dan keadaan otakku, terutama yang kiri, itu belum "tenang". Masih sering berdenyut, walau aku sudah sedikit "pintar" untuk mengatasinya, yaitu "bahagia".
Lalu, secara medis pun, aku belum bisa terbang tinggi dan jauh dengan keadaan otakku yang cacat.
Setelah aku sebagai pasien pasca-stroke, aku sadar bahwa aku akan bisa hidup lagi juga, dengan keterbatasan2 tertentu, termasuk bepergian dengagn pesawat.
Banyak sekali pertimbangan2 tertentu, karena seorang dengan pasca-stroke, berarti otak orang tersebut sudah mengalami kecacatan tertentu.
Memang cukup menakutkan, termasuk untukku, karena aku juga merupakan seseorang yang hobby travelling, apalagi ke pelosok2 dunia yang harus dilakukan dengan terbang.
Tetapi, sepertinya memang tentang ketinggian terbang serta tekanan udara adalah salah satu yang bisa mengakibatkan cedera otak bagi pasin pasca-stroke.
Sehingga,perlu diambil tindakan pncegahan untuk terbang, apalagi untuk aku yang baru saja 7 hari terserang stroke berat .....
Sangat penting untuk menghindari terbang dalam beberapa minggu pertama mengalami stroke.
Rentang waktu ini dapat mengungkapkan beberapa tanda terkuat dari gangguan mental dan fisik, sehingga memberi waktu kepada pasien pasca-stroke untuk melakukan penyesuaian adalah penting.
Dalam situasi apa pun, pastikan untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum membuat rencana perjalanan. Apalagi memulangkan aku dari San Francisco ke Jakarta, yang memakan waktu sekitar 24 jam, dengan ketinggian diatas 10.000 kaki di atas permukaan bumi!
Sebuah waktu yang teramat panjang dan tinggi, dan bisa membuat aku dropt bahkan mengalami hal2 buruk untukku!
Jadi, pasien pasca-stroke seperti aku, tidak boleh atau belum boleh terbang terlalu tinggi dan terlalu jauh, karena tekanan dalam pesawat itu akan membuat otakku pun bisa semakin bermasalah.
Jadi, sangat mengerti jika aku tidak bisa dipulangkan terlebih dahulu, karena memang belum bisa terbang!
Kedua, termyata juga bukan karena otakku yang memang belum mampu untuk berpindah Negara, juga belum ada yang bisa mengantar aku pulang ke Jakarta. Tentu, tidak mungkin keluargaku yang membawa aku terbang ke Jakarta!
Aku hrs dibawa dengan Standard Operatian Procedure, sebagai pasien pasca-stroke!
Dengan bantuan pesawawt khusus yang harus bisa aku tetap berbaring. Lalu, harus didampngi oleh petugas media yang bisa merawatku, dengan mengurus keadaanku serta obat2anku.
Lalu, jika aku membutuhkan bantan dengan keadaanku sendiri, tidak bisa keluargaku untuk mengurusku dengan kateter yang selalu menggantung di selankangku. Hanya petugas medis, dokter atau setidaknya seorang suster, yang bisa mengurusnya.
Jadi, tidak heran jika keluarga ku, terutama kedua orang tuaku, memutar otak bagaimana membawa aku pulang segera!
Karena, jika semakin lama aku di rumah sakit di Amerika ini, akan memunculkan banyak biaya.
Walau sepertinya sudah di back-up dengan asuransi perjalanan AIG yang sudah berjanji untuk itu, tidak terlepas kemungkinan jika aku berlama2 disana, tentu juga AIG punya keterbatasan2 untuk mendukung aku.
Tetapi, karena aku tidak atau belum mengerti hal2 berat seperti itu, aku pun tidak mau tahu, yang penting aku harus sembuh dan pulang!
Hari ini, saat itu, aku memang semangat untuk belajar berbicara. Tetapi juga bercampur dengan rasa kehilangan yang sangat amat, krena besoknya aku benar2 akan ditinggal sendirian, kecuali ditemani seorang adikku.
Setelah Miss Randy keluar karena tugas nya hari itu sudah selesai, aku tetap semangat belajar melafalkan huruf2 dari A sampai Z, memakai bahasa Inggris.
Bukan aku tidak mau melafalkan dengan memakai bahasa Indonesia, atau untuk gaya2an tidak mau berbahasa Indonesia, tetapi saat itu aku belum tahu bagaimana melafalkan huruf2 itu dengan bahasa Indonesia!
Aku memang sudah cacat, otak kiriku. Aku sempat sama sekali tidak bisa berpikir dan mengingat. Jadi, ketika aku harus belajar berbicara dan karena aku sedang berada di sebuah rumah sakit di San Francisco, tidak heran jika aku harus belajar berbahasa Inggris, bukan?
Dan, saat itu aku tidak mengerti bahwa aku diajarkan berbahasa Inggris, bukan bahasa Indonesia, bahasa ibuku, hahaha .....
Tidak peduli dan tetap semangat, itu adalah mottoku saat itu!
Hatiku bercampur aduk, sesaat kedua orang tuaku akan pulang ke hotel. Untuk mereka bersiap packing, memasukkan barang2 di koper. Dan, besoknya mereka akan cek-out hotel, membawa koper2 mereka dan disimpan di kamarku.
Disore hari, ketika adikku datang dari Los Angeles, kedua orangtua ku akan diantar ke bandara San Francisco untuk terbang ke Los Angeles.
Hatiku sedikit dropt dengan kenyataan seperti itu, karena aku semakin merasa sendirian.
Pertama, dengan kedua anakku yang sudah terlebih dahulu meninggalkan aku, eberapa hari lalu. Tetapi kedua orang tuaku masih menemaniku disini.
Lalu, sekarang ini, saat itu, kedua orang tuaku harus meninggalkan aku sendiri untuk pulang ke Jakarta karena mereka harus menemani kedua anakku yang harus segera kesekolah.
Juga kedua orang tuaku harus mempersiapkan kepulanganku ke Jakarta!
Ketika saat itu terjadi, ketika aku sudah diperbolehkan dan bisa terbang pulang ke Jakarta walau kapan waktunya tidak jelas, aku pun tetap harus menjalani masa pengobatan dan pemulihanku di rumah sakit di Jakarta.
Mereka harus mempersiapkan itu semua, dengan penanganan dokter2 terbaik menurut mereka untukku. Mempersiapkan kamar terbaik untukku dan di rumah sakit terbaik. Walsu tidak atau belum tahu, kapan aku bisa dibawa kesana .....
Belum lagi, setelah aku bisa pulang dari rumah sakit di Jakarta yang merawatku, keda orang tuaku pun harus mempersiapkan rumah kaami untuk menyambutkan.
Terbukti, ketika aku pulang, bapak sudah mempersiapkan kamar ku dibaawh (awalnya, kamar prbadiku berada di lantai atas). Juga bapa sudah membuatkan tempat duduk khusus untukku untuk bisa belajar mandi di tempat duduk khusus untukku.
Dan, aku tahu itu tidak bisa hanya 1 atau 2 hari saja untuk menyiapkannya .....
Pikiran2ku terus bercabang2.
Dari berpikir tentang terapi2ku, kapan bisa pulang dan kapan juga bisa bekerja lagi, tiba2 aku mulai berpikiran negative .....
Merasa susah untuk bisa melakukan itu semua, dan sempat merasa aku tidak akan bisa bertahan, itu yang sungguh membuat aku terpuruk!
Tetapi, tidak!
Aku tidak mau terpuruk!
Ah ..... otakku mulai berdenyut lagi dan semakin lama semakin keras!
Tidak! Jangan berdenyut lagi! Jangan!!!
Aku mengibas2kan kepalaku untuk membuang pikiran2 negatif yang melandaku hampir berbarengan sebelumnya, rasa semangat!
Karena aku tahu, jika aku mulai mempunyi pikiran2 negatif itu, otakku akan berdenyut dan kepalaku seakin sakit! Dan, aku tidak mau itu terjadi lagi!
Tetapi, tidak gampang memindahkan pikiran berbalik menjadi pikiran positif, apalagi jia signifikan menggangguku!
Aku tidak mampu untuk cepat2 berbalik, walau aku sadar sekali untuk bisa melakukannya!
Akhirnya, seperti biasa jika otakku berdenyut dan kepalaku semakin sakit, aku mulai memejamkan mataku dan berbaring.
Dengan keberadaan dan keadaanku yang sampai saat itu aku belum bisa bergerak, aku sungguh kesulitan untuk menjaga emosiku.
Menutup mata adalah yang terbaik untkku saat itu. Apalagi, kedua orang tuaku sudah pulang ke hotel dan besioknya mereka akan datang lagi, membawa koper2 mereka dan menyimpannya di kamarku ini.
Aku mau tidur cepat, untuk memulihkan denyutan otakku yang semakin keras .....
"Ya Tuhan, betapa aku tidak mampu menahan rasa sakit ini! Temani aku, Tuhanku", doaku malam itu.
Dan, malam itu, aku tertidur dengan denyutan otakku serta dalam keterpurukan .....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H