Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Bab 2] Aku Terus Belajar Menelan, Belajar Makan

29 Mei 2021   14:30 Diperbarui: 29 Mei 2021   15:09 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Silahkan ke youtbe Chanel ku, supaya bisa membayangkan, sepeti apa aku saat itu .....

Aku Pasca Stroke, terserang stroke di San Francisco 8 Januari 2010

Aku Pasca Stroke, dan bicaraku seperti alien

Aku Sadar, bahwa Aku Akan Cacat, lalu Bagaimana?

Mungkin, aku diberi obat penenang. Sehingga, seingatku aku bangun dan ada suster yang sudah meletakan bubur hanta di meja sebelah tempat tidurku, di ICCU itu.

Aku membuka mataku lebar2. Mulai mencerna "ada apa dan dimana aku".

Uh ... otakku benar2 lelet! Dingin udara pagi hari, di musim dingin awal Januari 2010 di San Francisco ini, mungkin salah satu yang membuat otakku sungguh lelet!

Perlahan, aku ingat kembali.

Ya, kemarin aku terserang stroke. Subuh2 di hotel. Lalu, aku dibawa ke rumah sakit ini, entah apa nama rumah sakitnya, tapi yang jelas, rumah sakit ini dekat sekali dari hotel tempat aku menginap saat itu.

Lalu, aku juga ingat, kemarin anak2 dan orang tuaku datang. Lalu, aku diminta untuk mencoba minum air mineral dan makaneskrim.

Dan yang aku ingat, dadaku menjadi panas, dan sakit sekali. Kata suster saat itu, air mineral yang aku minum dan eskrim yang aku telat, nyasar ke paru2 ku, sehingga daaku menjadi panas dan sakit .....

Aku berdiam diri sejenak lagi.

Perlahan, aku angkat lagi tangagn kiriku. Bisa. Aku gerak2an tangan kiriku seperti senam. Terasa badanku seperti ringsek! Aku mencoba menggerakkan tangan kananku. Uh ..... sama sekali tidak bisa!

Otakku memaksa tangan kananku untuk bergerak. Lagi! Lagi! Lagi!

"Ah ...... sama sekali aku tidak mampu! Aku ambil tangan kananku memakai tangan kiriku".

Aduh ...... selang2 di tangan kiriku bergeser, yang mengakibatkan jarumnya pun bergerak. Sakit! Darah mulai keluar. Dan aku berhenti bergerak ......

Aku mulai panic lagi. Bagaimana aku sekarang? Aku mulai berpikir serius. TEtapi, mengajak otakku berpikir keras, membuat kepalau berdenyut lagi. Tetapi, aku harus berpikir, bagaimana kelanjutan hidupku!

"Aku sekarang cacat. Aku pasca-stroke. Kemungkinnan, aku tidak bisa sembuh seperti kata Doter Gandhi. Walau aku teap berkeras, aku kan sembuh!Jika sembuh pun, aku yakin akan lama! Sampai kapan?"

 "Bagaimana hidupku selanjutnya? Sampai kapan orang tuaku bisa menemaniku? Bagaimana dengan anak2ku? Tidak ada dana dari mantanku. Jadi, bagaimana?"

"Lalu, bagaimana  dengan aku? Sampai kapan aku harus di rumah sakit ini? Jauh dari rumah. Ini di San Francisco! Pasti biayanya mahal sekali! Siapa yang bisa membayar?"

"Masa depanku bagaimana? Pekerjaanku bagaimana? Tugas2ku bagaimana? Jika memang tidak bisa bekerja lagi, bagaimana anak2ku? Siapa yang bisa membiayai mereka sampai mereka lulus sarjana? Bagaimana? Bagaimana?"

Aku berpikir keras, didalam denyutan kepalaku. Sungguh, otakku berdenyut2, kubayangkan seperti masakan yang sedang dimasak dalam wajan panas. Berdenyut .....

Mungkin, sekitar 1 jam aku berpikir keras sekali, diantara denyutan otakku. Sambil meringis2 karen kepalaku yang semakin sakit karena berdenyut, akhirnya aku pasrah dan berdiam diri.

Aku menutup mataku. Menenangkan diriku. Dan, perlahan aku semakin bisa berdamai dengan keadaanku .....

"Jika memang aku tidak mampu bekerja lagi, ya sudah lah. Memang tidak bisa, lalu bagaimana? Entahlah, lihat saja nanti. Anank2ku? Entahlah".

"Tuhan tahu, bagaimana aku sekarang. DIA pasti akan bantu aku, dan memberi hidup untuk anak2ku. Minimal, orang tuaku pasti bisa membantuku"

Akhirnya, aku benar2 tenang. Tenang dan damai. Aku pasrah.

Bukan! Bukan pasrah. Pasrah itu konotasinya sedikit negative. Pasrah menurutku konotasinya, diam dan tidak berusaha. Kalau berdoa, ya berdoa saja tanpa berusaha. Kalau memang cacat, ya cacat saja tanpa mau berusaha.

Itu konotasinya, menurutku. Jadi, aku tidak mau pasrah. Aku mau berusaha walau cacat! Ya, nama kata itu adalah berserah! Ya, aku mau berserah. Aku mau diam, berdoa, tetapi berusaha terus sampai minimal aku bisa melakukan sesuatu.

Jika aku memang benar2 tidak mampu, aku yakin dan percaya, Tuhan akan melakukan apa yang aku tidak bisa ......

Akhirnya, dengan keyainan itu, aku tertidur lagi sesaat. Aku tersenyum dalam tidurku. Karena, keyainanku sudah mulai bekerja. Aku akan terus berdoa untuk apa yang aku butuhkan. Tetapi, aku juga akan terus berusaha. Untuk apa yang aku inginkan.

Terakhir, ak harus berserah. Dan bukan pasrah. Berserah .....

Ah .... Dulu aku seorang arsitek yang perfeksionis. Jika aku menginkan sesuatu, aku harus mendapatkan itu, entah bagaimana caranya. Secara halal, bukan sembarangan. Dan, biasanya dengan kekuatanku sendiri, aku bisa mendapatkannya ....

Sekarang???

Tidak mungkin!

"Jangankan seperti itu, bergerak saja ak tidak bisa! Jadi, bagaimana aku menolong hidupku sendiri? Jika sekarang aku butuh minum, menelanpun sedang belajar! Belum tentu aku bisa menelan lagi seperti kemarin!"

"Jadi, kepada siapa aku minta pertolongan? Dokter saja tidak bisa menyembuhkanku! Kan, kemarin dia berkata, aku hanya bisa berbaring saja! 

Lalu, apakah orang tuaku bisa menolongku?"

Sepertinya orang tuaku pun tidak akan bisa menolongku! Lalu? Bagaimana?"

Dan aku teringat bahwa Tuhan lah yang bisa membantuku!

Tetapi, aku harus sabar. Karena aku tahu, ini adalah kesalahanku sendiri. Karena, aku ingat, dulu waktu aku mendapat banyak tanda2 atau warning2 dengan keadaan kesehatanku, aku abai. Aku tidak peduli dengan kesehatanku.

Tidurku hanya 1 atau 2 jam saja setiap hari. Padahal, Tuhan sudah menciptakan manusia utuk beristirahat minimal 7 jam sehari. Aku? Huhuhu .....

Lalu, ketika kepalaku berdenyut, dan ak hanya minum obat pasar, dan bisa minum obat Pasar it 8 butir sehari, itu ngawur sekali! Sehingga, penyakirku, tekanan darah ku semakin meninggi!

Dan, aku tidak mau tahu ketika jika diperiksa tekanan darahku rata2 sekitar 200/100!

Astagaaaa ....

Lagi, ketika orang tuaku, sahabat2ku bahkan atasn2k yang meminta aku beristirahat, tetapi aku tidak mau dan membandel dengan bekerja keras sampai pagi, siapa yang salah jika akhirnya aku terserang stroke karena pembuluh darahku pecah berantakan?

Ya, yang salah adalah aku! 

AKU! 

Jadi, aku yang harus bertanggung jawab untuk hidupku sendiri, dan semua yang menjadi tanggung jawabku! 

Ya ..... aku akan berusaha untuk bisa bertanggun jawab untuk hidupku sendiri .....

***

Aku bersiap untuk tidur lagi, setelah aku semakin kedinginan, dan tidak bisa membetulkan selimutku. Kupikir, jika aku menutup mata, pasti aku akan ketiduran dan dingin tidak kan membungkusku.

Tiba2 suster datang dan tersenyum memandangku.

"Good morning, mam", sambil tersenyum ramah, lalu dia mengukur tensi ku, memasukkan thermometer serta mencatat semua angka2 di mesin2 yang mengelilngku. Ya, aku sedang hidup dikelilingi oleh mesin2 itu, di ICCU.

Tubuhku penuh dengan selang2 dan jarum2 dari mesin2 itu. Aku juga memakai kateter, yang setiap saat diperiksa suster dan diganti. Lengkap! Aku merasa hidup karena mesin2 yang selalu berbunyi cukup mengerikan, menurutku ....

Suster itu mencatat thermometer setelah beberapa saat di ketiakku. Mencatat hasil tensi meter dan mengganti kateterku.

Setelah beres, dia memintaku duduk dibantu menaikkan ranjang rumah sakitku. Aku berusaha duduk tegak, dengan kepala berdenyut dan mulai vertigo .....

Terapi hidup dimulai lagi ....

Aku harus berusaha terus tegap untuk dudukku, tidak sampai doyong ke kanan karena tubuh kananku benar2 kebas, lumpuh dan terasa berat sekali. Aku merasa doyong ke kanan trus. Dan aku tidak bisa menegakkan tubuhku jika sudah doyong.

 

Dokumentasi pribadi/Ini aku, di ruang ICCU rumah sakit St.Francis di San Francisco. Sehari2ku seperti ini, dan jika aku disandarkan dengan tempat tidur yang ditegakkan, dan belum diberikan bantal disebelah kanan tubuhku, aku akan doyong ke kanan
Dokumentasi pribadi/Ini aku, di ruang ICCU rumah sakit St.Francis di San Francisco. Sehari2ku seperti ini, dan jika aku disandarkan dengan tempat tidur yang ditegakkan, dan belum diberikan bantal disebelah kanan tubuhku, aku akan doyong ke kanan
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Suster itu mengerti, sehingga tubuh kananku ditopang dengan bantal, dan tubuhku bisa lebih tegap.

Aku harus menyesuaikan diri dulu, sebelum aku bisa melihat dengan baik. Tubuhku benar2 berat. Ini baru duduk, bagaimana jika mau belajar berdiri? Mungkin, benar kata Dokter Gandhi bahwa aku memang hanya bisa berbaring saja .....

Ah .... Aku terpiskan bayangang2 kelam masa depanku. Sekarang, aku hanya mau menikmati dulu, dan berpikir bagaimana cara aku bisa sembuh ......

Setelah sesaat aku berdiam diri sejenak, tubuhku mulai terbiasa. Aku terus berusaha untuk tubuhku tidak doyong ke sebeah kanan. Aku merasa, jika aku mulai galau dan panic dengan keadaanku, otakku berdenyut dan tubuh doyong,

Tetapi, jika aku tenang dan berserah, tubuhku terasa tenang dan santai. Apalagi ketika aku tersenyum ke suster itu, berarti hatiku bahagia, aku lebih bisa mengendalikan tubuhku yang lumpuh kanan ini.

Jadi, aku mulai mempelajari, bagaimana aku bisa mengendalikan tubuhku. Dan, bagaimana aku bisa mengontrol kepanikanku, karena aku belum tahu kepastian2 dalam hidupku.

Kupikir, sangat wajar jika aku terus tiba2 panik karena ketidakpastian dalam hidupku. Aku hanya manusia biasa, dan aku baru saja terserang stroke! Belum tahu, apapun dan belum bisa melakukan apapun.

Aku mengambil nafas dalam2. Mencoba terus menepiskan pikiran2 butukku. Berusaha terus tersenyum dan terus berdoa!

Begitu aku merasa tenang, tiba2 pintu ruanganku terbuka,

"Mamaaaaaaaaaaa ......"

Kedua anakku berlari menuju arahku. Aku tertawa lebar, dan ikit berteriak,

"Hai, sayaaannngg",

Tetapi, sepertinya suara alienku yang keluar dan kata2ku seperti meracau. Dan, anak2ku tertawa.

"Mamaaaaa, suara mama seperti alien", kata anak2ku.

Tawanya segar, dan aku sama sekali tidak marah. Justru aku bahagia anak2ku mentertawakan aku, karena setidaknya aku masih berharga sebagai seorang mama yang membuat anak2ku tertawa .....

Anak2ku berceloteh riang. Aku lupa apa yang mereka ceritakan, tetapi yang jelas anak2ku terlihat sayang dengan ku. Juga, kedua orang tuaku, yang aku tahu mereka pasti terpukul sekali melihat keadaanku.

Tetapi mereka terlihat bahagia, yang aku yakin mereka tidak mau aku semakin terpuruk jia semua orang yang datang menjengukku, sedih dan menangis .....

Adikku dan keluarganya pun, demikian. Mereka datang mendekat kepadaku, memelukku dan berceloteh seakan2 aku baik2 saja.

Walau aku pun yakin, mereka juga teramat galau dalam ketidakpastian, karna aku, kakak mereka, tetrserang stroke berat, yang berakibat kemungkinan besar benar2 aku hanya mampu berbaringn saja ......

Hari itu, sepertinya masih pagi. Bubur makan pagi ku belum kusentuh. Bukan karena aku memang tidak lapar saja, tetapi aku pun tidak berminat untuk makan.

Walau asupan tubuhku sudah diatur oleh mesin2 dengan cairan2 infus itu, rumah sakit itupun tetap menyediakan makanan untukku. Sepertnya, selain merupakan makanan tambahan untukku, mungkin juga untuk alat terapiku. Terapi untuk belajar makan dan minum .....

Dokumentasi pribadi/Aku dengan ibuku dan Bagus, adikku yang tinggal di Dallas, yang saat itu sedang tugas pekerjaannya di San Francisco, tetapi keluarganyanya sudah terbang kembali ke Dallas, setelah travelling keliling West Coast selama Tahun batu 2010 lalu
Dokumentasi pribadi/Aku dengan ibuku dan Bagus, adikku yang tinggal di Dallas, yang saat itu sedang tugas pekerjaannya di San Francisco, tetapi keluarganyanya sudah terbang kembali ke Dallas, setelah travelling keliling West Coast selama Tahun batu 2010 lalu
Ibuku mengabil mangkok yang berisi bubur di meja samping ranjangku. Ibu membawa keluar untuk minta dipanaskan ke dapur.

Tidak lama kemudian, ibu masuk lagi dengan bubur panas, dan beliau mulai menyendok sedikit untuk aku.

Aku mulai bergidig! Agak trauma karena kemarin aku kesakitan luar biasa setelah menelan air dan eskrim itu.

Aku mengernyitkan keningku, dan malas untuk mencoba. Tetapi, bapak membujukku,

"Yanti, coba makan ya. Supaya tubuhmu semakin kuat. Seteah kamu sehat, kamu pasti ingin pulang kan? Bagaimana mau pulang jika kmu belum sehat?"

Aku tersenyum ke bapak, dan beliau memelukku.

Aku merasa tenang. Aku merasa nyaman.

Bapak memang idolaku. Sejak dulu, hanya bapak yang benar2 bisa membuat aku tenang dan nyaman. Senyumnya, elusannya, pelukkannya,

"Ah ...... pak, aku sangat mencintaimu ....."

Akhirnya, aku mau mencoba lagi untuk menelan. Tapi aku sudah bersiap untuk kesakitan. Dan aku mendekap dadaku, seraya mataku minta bantuan jika benar2 aku merasa panas dan sakit di dadaku.

Begitu aku menelan dengan lambat dan bersiap kesakitan lagi, ternyata ..... , ternyata tidak sakit!

"Horeeeee, dadaku tidak sakit lagi setelah menelan, walau cara menelannya pun susah sekali".

Aku berusaha menelan dengan susah payah, seperti aku menelan daging yang keras atau seperi permen karet yang kenyal .....

Begitu merasa nyaman makan bubur, walaupun agak susah untuk menelan, aku cukup lahap menerima suapan2 dari ibu, sampai bubur itu habis. Anak2ku bersorak.

"Horeeeee, mama pintar. Buburnya sudah habis", anak2ku terlihat bahagia.

Pagi itu, dan sepanjang hari itu, aku sangat bahagia ditemani semua keluargaku dan tidak ada seorang pun yang bertanya2 tentang penyakitku. Mereka di ruangku seakan2 aku sehat, mengajak ngobrol walau aku hanya bisa tertawa saja.

Jika aku mecoba menjawab, hanya tawa anak2ku saja yang terdengar karena katanya lagi, suara ku seperti alien, hahaha ....

Senyum ku terus mengembang. Jika hari pertama aku masih gamang dan galau, bahkan ketika keluargaku pamit pulang untuk beristirahat di hotel, hari ini aku terus tersenyum sambil tertawa lebar, dengan suara2ku yang katanya seperti alien.

Siang hari, mereka pamit untuk keliling San Francisco, karena meang harusnya mereka bersenang2. Karena aku terserang stroke, mereka menjadi tidak bisa bersenang2. Sehingga, ketika mereka pamit untuk keliling kota, aku pun tidak keberatan.

Hanya bapak dan ibuku yang menemaniku, adik2ku dengan keluarganya serta kedua anak2ku yang pergi. Aku ditemani kedua orang tuaku.

Bapak sering keluar untuk mencari tahu tentang kedaanku kepada dokter2. Sepertinya, mereka memang berusaha menemukan cara untuk aku bisa lebih baik. Ibuku lebih di ruanganku saja.

Bercerita tentang anak2ku setelah aku di rumah sakit. Dan, menunjukkan foto2 di kamera, keadaan anak2ku.

Anak2 itu harus terus berbahagia walau keadaanku masih di ujung tanduk, antara hidup atau mati. Mereka harus bisa move-on, walau aku, mamanya masih berjuang untuk hidup.

Karena, jika mereka menjadi bersedih apalagi ketakutan, masa depan mereka akan hancur! Mereka akan menjadi trauma, dan mereka akan tidak punya masa depan karena terus mempunyai ingatan bahwa mamanya sedang sakit berat .....

Ya, anak2ku harus terus menjadi bahagia! Biarlah aku saja, yang mngalami trauma itu saja, jangan mereka ......

Dokumentasi pribadi/Ibu sering menunjukkan foto2 anak2ku serta keluarga adikku, ketika semuanya berjalan2 keliling kta San Francisco, sementara bapk dan ibuku selalu menunggu dan menemaniku di ruangku
Dokumentasi pribadi/Ibu sering menunjukkan foto2 anak2ku serta keluarga adikku, ketika semuanya berjalan2 keliling kta San Francisco, sementara bapk dan ibuku selalu menunggu dan menemaniku di ruangku
Aku bahagia, karena keadaanku tidak membuat keluargaku kacau atau galau, dan justru aku bahagia. Karena pikirku, jika aku mati biarkan keluargaku tetap menikmati hidup mereka.

Bersyukur ketika adik2ku membantuku untuk membawa nak2ku berjalan2 dan menikmati hidup mereka.

Karena jika anakku hanya sibuk dengan aku mamanya, kasihan mereka. Tidak bisa menikmati hidupnya yang masih sangat panjang .....

Aku tidak mau itu. Aku mau, walau aku sekarang seperti ini, aku tidak mau keluargaku ikut terjun bebas dalam keterpurukan.

Setiap mereka pulang dan besuk ke rumah sakit, mereka datang dengan wajah gmbira dan membawa oleh2 cerita dan tawa gembira. Anak2ku pasti berteriak2 dan tertawa2, menertawakan suara alienku.

Dan, perlahan hatiku mulai cair dan lebih bisa menerima keadaanku.

***

Malam itu, aku masih sedikit gamang ketika semua keluargaku amit kembali ke hotel. Dan aku sendirian di ruang itu. Mataku berair lagi. Sebenarnya, aku tidak mau ditinggal! Aku mau tetap mereka bersamaku! Ak mau mereka tetap menghiburku! Huhuhu .....

Tetapi, aku memang tidak boleh egois. 

Aku yang sakit, mengapa aku mengharuskan mereka untuk menemaniku terus?

Aku yang sakit, karena kesalahanku sendiri, mengapa aku minta pertanggujawaban mereka untuk mengurusi aku?

Jadi, aku harus bertanggungjawab kepada diriku sendiri, aku harus bisa menerima keadaanku sendiri! Jika memang mereka mau membantu, biarkan mereka yang menawrkan diri, bukan?

Dan, aku tetap tersenyum ketika mereka berpamitan untuk pulang ke hotel, sementara aku Tinggal sendirian dikamar besar yang dingin, jika hanya seoran aku saja .....

Aku tidak tahu, rumah sakit itu besar atau tidak, tetapi yang aku tahu, rumah sakit itu sediit tenaga medisnya sehingga aku tidak bisa berlamam2 meminta temani suster yang datang. Bukan aku takut, tetapi jika aku sedih, tubuhku merespon negative.

Dan aku tidak mau sedih, supaya tubuhku bisa terkontrol.

Ketika keluargaku datang, terutama anak2ku yang selalu berteriak2 dan memelukku, senyumku pasti berkembang.

Hatiku berbunga2 dan aku mampu mengontrol tubuh dan emosiku. Justru, aku bisa menterapi diriku sendiri dengan terus belajar bersuara, dan belajar berkata2 walau suaraku katanya seperti alien .....

Tetapi ketika keluargak pulang ke hotel tempat mereka menginap, dan aku sendirian di rumah sakit, aku gamang dan galau. Membuat tubuhku tidak bisa aku control. Tangan kiriku semakin kuat untuk aku sedikit bisa menggerakkan punggungku supaya tidak kaku.

Memang, tidak gampang untuk menggerakkan punggungku untuk sedikit bergeser. Berat sekali, apalagi tubuh kananku benar2 lumpuh!

Aku berusaha sekali untuk bergerak, tetapi benar2 tidak bisa! Hanya tanagn kiriku saja dan kaki kiriku yang normal. Sedangkan seluruh tubuhku, susah sekati untuk diajak bergerak!

Rumah sakit itu, atau dokterku itu belum meminta aku untuk terapi lagi, kecuali terapi makan dan minum saja. Aku mengerti, karena baru 2 hari aku terserang stroke, jadi mungkin aku memang harus menyesuaikan diri dulu dengan keadaanku saat itu.

Ditambah, aku juga belum dipindah dari ruang ICCU ini ke ruang perawatan biasa. Berarti, pasti keadaanku memang masih cukup buruk.

Hidupku masih dijaga oleh mesin2 itu. Selang2 dan jarum2 itu masih menusuk tubuh ku, banyak sekali. Kateter masih ada untuk aku buang air kecil dan makan dan minumku pun masih ditakar dari cairan2 yang ada di infus2 di tangan kanan dan kiriku.

Jadi, aku tahu hidupku belum cukup baik untuk bisa keluar dari ruang ICCU.

Mungkin, hidupku masih diujung tanduk, dan mungkin jika aku tidak sabar, justru hidupku bisa meluncur tinggi dari ujung tanduk menuju kedamaian abadi .....

Tidak! Aku tidak mau mati!

Berarti, aku memang harus benar2 bersabar! Itu intinya! BERSABAR !!!

Aku terus mengasah kepekaan hatiku untuk menerima ujian ini, aku juga harus terus belajar mengontrol emosiku, supaya terus bersabar dan tidak memaksakan kehendakku untuk cepat sembuh!

Walau penyakit stroke ini sangat baru untukku, tidak pernah terpikir untuk tahu tentang stroke, tetapi aku tahu bahwa penyakit stroke sangat lama sembuh atau tidak sembuh sama sekali. Jadi, aku memng benar2 harus bersabar! Bersabar!

Seperti rumah sakit yang lain, suasanya ya seperti itu, ditambah rumah sakit ini berada di jantung kota San Francisco, dimana merupakan kota atau Negara dengan mahalnya tenaga manusia, sehingga aku tidak bisa meminta seorang suster untuk menemaniku.

Aku sendirian lagi. Aku mulai gamang dengan pemikiran2ku tentang masa depanku.

Ah, aku tidak mau memikirkan sekarang!

Tubuhku semakin menggigil.

Dingin sekali! Kulihat penunjuk suhu di drpan dinding, ah ... sepertinya minus derajat Celcius. Aku lupa, bagaimana aku harus menghitung dari derajat Fahrenheit. Tapi aku yakin, itu mendkati minus atau bahkan sudah minus!

Walau ruang ku memakai heater, sepertinya suhu minus di luar terserap masuk. Aku semakin kedinginan. Kaki kiriku bisa kutekuk untuk menghilangkan dingin, tetapi kaki dan tangan kananku sama sekali tidak bisa kugerakkan.

Tetapi, sepertinya tubuh kananku yang lumpuh, juga tidak merasa kedinginan! Hanya tubuh kiri saja yang aku rasa seperi es. Aku berpikir terus, ternyata tubuh kananku yang kebas dan lumpuh itu, justru mampu untuk menahan dingin .....

Aku bersiap tidur.

Keluargaku akan datang lagi, besok. Jika mengingat betapa bahagiaku ditengah2 keluargaku, hatiku hangat. Dan aku bisa tersenyum lebar. Aku merasa punya harapan, setidaknya besok aku punya harapan untuk berbahagia.

Walaau aku tidak tahu, apakah di hari2 kemudian aku masih punya lagi harapan untuk berbahagia, yang jelas mala mini dadaku punya keyakinan besar sebuah kebahagiaan .....

Sebuah kebahagiaan yang bukan permanen, sebenarnya. Tetapi, sedikit apapun, kebahagiaan itu patut diperjuangkan. Karena, kebahagiaan walau hanya setitik, bisa merupakan harapan untuk menjadi lebih baik.

Dan dalam kebahagiaan2 sedikit demi sedikit, aku pasti akan berusaha untuk mendapatkan kebahagiaan2 ku yang lainnya, sehingga mau tidak mau aku akan terus berjuang demi sebuah kebahagiaan2 baru ......

Kupikir, aku memang harus memperuangkannya! Harus!

Dan bersama itu, aku sekang harus tidur. Beristirahat. Dan aku akan terus berdoa, karena walau Cuma setitik kebahagiaan dan belum tahu apakah kebahagiaan itu akan berlanjut atau tidak, Tuhan sudah mulai membukakkan jalan untukku.

Ya, walau aku terpuruk dengan perangkap kelumpuhan ku serta belum tahu apakah aku bisa tetap hidup, jalan Tuhan masih ada, walau sangat sempit.

Aku baru 2 hari terserang stroke, dan aku masih berada di ruang ICCU. Aku belum bisa bergerak. Aku belum bisa berbicara. Hanya bersuara dengan suara alien, kata anak2ku.

Aku belum bisa pipis sendiri. Aku baru bisa minum dan makan. Itu pun baru bisa makan bubur dan eskrim. Aku belum bisa apa2. Ya, aku belum bisa apa!

Tetapi, dengan jalan Tuhan yang diperlihatkan kepadaku, walau sangat kecil dan sempit dengan penuh bebatuan, tetapi aku tahu, tetap ada jalan untkku!

Aku akan berusaha menapaki jalan kecil dan sempit itu, walau aku akan terseok2. Bahkan, aku pasti akan sering terjatuh, karena kecilnya dan sempitnya jalan itu.

Ah ... semakin aku berpikir jauh, sepertinya otakku tidak akan mampu mencerna.

Biarlah, ketika aku berpikir jauh, sejauh yang aku bisa, dan ujungnya aku tidak mampu untuk tahu akhirnya, biarkan Tuhan yang menjawab dan menambahkannya.

Aku harus tidur sekarang, dan Tuhan akan menjagaku malam ini, dan malam2 selanjutnya. Aku pastikan itu! Aku yakin dan percaya ...... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun