Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Paris... Ooo Paris...

11 Agustus 2015   11:13 Diperbarui: 11 Agustus 2015   11:25 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

By Christie Damayanti

 

Paris yang mendung di minggu pagi …..

 

Hari ketiga di Paris, Minggu, 29 Juni 2014

Siapa bilang Paris romantis? Atau, seperti apa romantisme yang menjadi keinginan kita, jika berkunjung ke Paris?

Beberapa kali aku kesana, justru sisi2 romantisme yang berbeda yang aku rasakan, sementara pada kenyataannya, Paris ternyata sangat 'keras' dan cukup 'sombong' .....

***

Bangun pagi melihat ke jendela, matahari bersinar cerah, sinarnya berpendar di langit Paris yg biru. Walau masih ada awan kelabu menggantung disana sini, tetapi aku optimis kami bisa berkeliling wisata di Paris ini.

Sambil makan pagi di cafe hotel, aku menuliskan apa yang bisa kita lakukan hari itu. Pertama, pasti ke Eiffel Tower. Lalu kembali lagi ke Notre Dame Cathedral untuk Misa Minggu dan Le Louvre Museum. Kemudian, makan siang dan menikmati suasana di pusat mode dunia, Champs Elyssee, sebuah jalanan yang sangat terkenal di dunia, sambil cuci mata di butik2 cantik dunia. Dan ke Arc de Triomphe, ujung jalan Champs Elyssee. Malamnya aku mau ajak anak2 makan malam di Le Moulin Rough. Semoga sesuai dengan rencana.  

Ini wisata-wisata utama di Paris. Sisanya, jika sempat. Dan karena anak2ku tidak suka dengan kegemaranku untuk riset dan mengunjungi bangunan2 klasik atau wisata ‘kedua’ di Paris, hari berikutnya mereka mengajak aku ke Euro Disney, Disneyland Paris …..

Hmmmm .... aku bersenandung riang, lupa pada kejadian menyebalkan kemarinnya, berhujan2, kedinginan dan kelaparan ..... woiiii, ini Paris! Mari kita bersenang2 ......

Tetapi ternyata Paris memang tidak seromantis namanya ......

Aku janjian dengan temanku yang tinggal di suburb beberapa jam dari Paris. Kebetulan dia mau ke Paris untuk terapi kakinya yang patah ..... astaga! Kaki patah terapi di Paris sendirian??? Dan katanya naik MRT kereta, dengan memakai 'kruk?'. Mengapa dia tidak mengendarai taxi?

Ah, nanti aku tanya karena telpon sudah terputus. Kemungkinan besar untuk berhemat, hidup dirantau sendirian ..... nama temanku Lusi .....

Langit Paris cepat sekali berubah kelabu, walau masih ada sisa-sisa birunya, tidak seperti kemarin yang semua putih dan kelabu. Agak kecewa, tetapi yang terjadi adalah yang terbaik menurut NYA, sehingga kekecewaanku tidak membuat aku terlalu kecewa. Dan senandungku menular ke anak-anakku di dalam taxi, semua bersenandung dengan lagu yang berlainan, hihihi …..

Karena jika kami masuk Paris dari hotel kami, melewati Notre Dame, maka kami berhenti dulu disana. Hari masih cukup pagi, tetapi Notre Dame Cathedral sudah penuh wisatawan. Karena memang hari itu Hari Minggu, hari Sabat untuk kami kaum Kristiani, khusus berdoa dan memuliakan Nama Tuhan di Gereja. Kami turun dari taxi, yang bisa dibayar dengan kartu kredit tanpa PIN transaksi. Berdesak2an kursi rodaku didorong oleh Michelle dan Dennis tertinggal di belakang.

'Drama' di Paris pun mulailah .....

Orang-orang yang berdesakan di depan Notre Dame bukan semuanya wisatawan. Ternyata sebagian adalah warga Paris yang 'mengambil keuntungan' dari kami, para wisatawan. Aku sendiri sudah mengerti dan sudah tahu beberapa modus mereka. Tetapi aku lupa untuk bercerita dengan anak-anakku. 

Beberapa kali aku ke Paris, aku melihat dengan mata kepala sendiri dan metasakan sendiri, betapa warga Paris (terutama yang muda), tidak peduli dan sombong. Mereka tahu dan yakin sekali, walau mereka jutek, tidak peduli dan sombong pun, wisatawan tetap datang berbondong2 ke Paris, setiap saat. Justru sebagai wisatawan, kita yang harus berhati2 dan berusaha mengerti. Paris memang salah satu 'surga dunia'.

Sebelum ini, aku adalah wisatawan yang sehat dan bergairah, semangat walau dengan beberapa kejutekkan mereka. Tetapi saat itu aku adalah seorang wisatawan disabled dengan kursi roda, menurut pemikiranku, juga menurut pengalaman2ku ke luar negeri, seharusnya mereka bisa peduli. Tetapi ternyata sama saja .....

Kami berdesakan untuk masuk ke Gereja, sebelum aku memutuskan mengambil taxi yang lewat untuk langsung ke Eiffel Tower, batal mengikuti Misa Minggu pagi. Mereka benar2 tidak mau tahu, kesulitan Michelle mendorong kursi rodaku, sebelum aku sadar bahwa Dennis jauh tertinggal di belakang. Jika Michelle mendorong kursi roda dan menyenggol orang lain, walau kami sudah meminta maaf, orang itu tetap memaki dengqn bahasa Perancis. Mereka benar2 tidak mau tahu. Mereka terlihat sangat egois. Justru, aku melihat sesama wisatawan lah yang peduli. 

Mereka mempersilahkan kami berjalan duluan, sementara warga muda Paris, sering melesat 'berlari', mendahului kursi rodaku, begitu terus menerus .....

….. Sampai aku sadar untuk meninggalkan Notre Dame, mencari taxi menuju Eiffel Tower, Dennis tidak ada! Kembali ke posisi semua turun dari taxi pun susah. Tetapi kami tetap berusaha, mencari Dennis ..... duuhhhh, hatiku tidak karuan ......

Tak betapa lama kemudian, kami melihat Dennis, di kerumuni beberapa perempuan muda warga Paris. Gaya dan dandanan nya pun membuat aku takut. Gaya ‘punk’ dengan wajah dipoles berwarna warni dan bajunya sangat terbuka. Tetapi Dennis serius memperhatikan mereka. Sepertinya Dennis 'tertarik' dengan penuturan mereka, dalam bahasa Inggris belepotan ..... dan ..... Dennis mengeluarkan beberapa lembar Euro nya dari dompetnya! Kemudian perempuan2 itu menyingkir ketika aku meneriakkan nama Dennis .....

Dennis bercerita tentang mereka, katanya mereka sedang mengumpulkan dana untul sebuah yayasan sosial di Paris dan Dennis terpaksa mengeluarkan 20 Euro nya, karena mereka memintanya. 

Katanya, minimal harus 20 Euro! Wahhh ..... Dennis sudah tertipu. Apalagi ternyata beberapa polisi menggelandang perempuan2 muda seperti yang tadi mengerumuni Dennis. Aku sempat bertanya. Si Polisi bercerita, banyak orang yang memanfaatkan yayasan sosial untuk meminta uang kepada wisatawan, tetapi bukan untuk yayasan itu. Atau yayasan itu banyak juga yang palsu

Aku bersyukur, hanya 20 Euro yang keluar dari dompet Dennis dan anakku sayang ini tidak kurang apapun ..... Puji Tuhan .....

Setelah itu, kami mendapatkan taxi, seperti biasa eyel2an cara bayarnya dan kami pun melesat ke Eiffel Tower, yang sebenarnya hanya beberapa blok dari Notre Dame. Dan gerimis rintik pun turun ….. waaahhhh, gerimis lagi ……

***
Siapa bilang Paris romantis? Ya, sebenarnya memang romantis, tetapi untuk yang hanya ke tempat2 romantis dengan cara yang juga romantis.

Tetapi tidak untuk tempat2 wisata yang tidak romantis (Cathedral adalah wisata religi), apalagi tidak dengan cara yang romantis. Apalagi juga jika memakai kursi roda tanpa didampingi oleh 'seseorang'.

Lalu, apa bedanya Paris dengan kota2 yang lain? Karena untukku sendiri, romantisme itu dilihat dari sudut pandang sebuah ‘cinta’ dan hati yang senang, bahagia dan berbunga2, bersama dengan siapapun. Baik dengan pasangan ( yang mungkin sebagian besar kesana untuk ‘merayakan’ sesuatu dengan pasangan ), keluaarga, anak2, teman dan sahabat, bahkan jika berwisata sendirian ( yang sering aku lakukan sebelumnya, berbarengan dengan tugas pekerjaan ).

Sisi romantisme Paris, aku terjemahkan sebagai kecintaanku pada kedua anakku. Romantisme Paris terus berbunga2 dalam hatiku, ketika aku semakin menyadari, betapa aku mencintai kedua anak2ku, dan bertekad untuk berusaha membahagiakan mereka berdua bagaimanapun caranya, sampai akhir hayatku …..

Romantisme seorang mama ……

Dan wisata kali ini memang tergolong 'berat' dengan tanggung jawab seorang mama disabled untuk mengajak 2 anak remaja, yang memang salah satunya bertujuan untuk mendidik mereka lebih peduli dan membuat mereka lebih peka dan mandiri, sebagai anak2 dari seorang mama yang disabled,  berkeliling Eropa sebagai bagian dari pendidikan dan pengalaman .....

Paris ….. ooooo Paris …..

Sebelumnya :

‘The Pompidou Centre’ : Bangunan Unik karya Kenzo Piano, Arsitek Favoriteku

Le Fumoir Café yang “Istimewa”

Untuk Sekian Kalinya, Tuhan Menolongku …..

Hujan Deras, Kedinginan, Tidak Ada Taxi, Uang ‘Cash’ Menipis

‘Le Louvre Museum’ : Kolaborasi Klasik dan [Super] Modern

Sekilas Pandangan Mata Kota Paris

Paris yang Mendung dalam Romantisme …..

Romantisme tentang Paris, Tumbuh dan Berkembang Lewat ‘Jardin Notre-Dame’

Paris? Romantis? Ah …..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun