Mereka mempersilahkan kami berjalan duluan, sementara warga muda Paris, sering melesat 'berlari', mendahului kursi rodaku, begitu terus menerus .....
….. Sampai aku sadar untuk meninggalkan Notre Dame, mencari taxi menuju Eiffel Tower, Dennis tidak ada! Kembali ke posisi semua turun dari taxi pun susah. Tetapi kami tetap berusaha, mencari Dennis ..... duuhhhh, hatiku tidak karuan ......
Tak betapa lama kemudian, kami melihat Dennis, di kerumuni beberapa perempuan muda warga Paris. Gaya dan dandanan nya pun membuat aku takut. Gaya ‘punk’ dengan wajah dipoles berwarna warni dan bajunya sangat terbuka. Tetapi Dennis serius memperhatikan mereka. Sepertinya Dennis 'tertarik' dengan penuturan mereka, dalam bahasa Inggris belepotan ..... dan ..... Dennis mengeluarkan beberapa lembar Euro nya dari dompetnya! Kemudian perempuan2 itu menyingkir ketika aku meneriakkan nama Dennis .....
Dennis bercerita tentang mereka, katanya mereka sedang mengumpulkan dana untul sebuah yayasan sosial di Paris dan Dennis terpaksa mengeluarkan 20 Euro nya, karena mereka memintanya.Â
Katanya, minimal harus 20 Euro! Wahhh ..... Dennis sudah tertipu. Apalagi ternyata beberapa polisi menggelandang perempuan2 muda seperti yang tadi mengerumuni Dennis. Aku sempat bertanya. Si Polisi bercerita, banyak orang yang memanfaatkan yayasan sosial untuk meminta uang kepada wisatawan, tetapi bukan untuk yayasan itu. Atau yayasan itu banyak juga yang palsu
Aku bersyukur, hanya 20 Euro yang keluar dari dompet Dennis dan anakku sayang ini tidak kurang apapun ..... Puji Tuhan .....
Setelah itu, kami mendapatkan taxi, seperti biasa eyel2an cara bayarnya dan kami pun melesat ke Eiffel Tower, yang sebenarnya hanya beberapa blok dari Notre Dame. Dan gerimis rintik pun turun ….. waaahhhh, gerimis lagi ……
***
Siapa bilang Paris romantis? Ya, sebenarnya memang romantis, tetapi untuk yang hanya ke tempat2 romantis dengan cara yang juga romantis.
Tetapi tidak untuk tempat2 wisata yang tidak romantis (Cathedral adalah wisata religi), apalagi tidak dengan cara yang romantis. Apalagi juga jika memakai kursi roda tanpa didampingi oleh 'seseorang'.
Lalu, apa bedanya Paris dengan kota2 yang lain? Karena untukku sendiri, romantisme itu dilihat dari sudut pandang sebuah ‘cinta’ dan hati yang senang, bahagia dan berbunga2, bersama dengan siapapun. Baik dengan pasangan ( yang mungkin sebagian besar kesana untuk ‘merayakan’ sesuatu dengan pasangan ), keluaarga, anak2, teman dan sahabat, bahkan jika berwisata sendirian ( yang sering aku lakukan sebelumnya, berbarengan dengan tugas pekerjaan ).
Sisi romantisme Paris, aku terjemahkan sebagai kecintaanku pada kedua anakku. Romantisme Paris terus berbunga2 dalam hatiku, ketika aku semakin menyadari, betapa aku mencintai kedua anak2ku, dan bertekad untuk berusaha membahagiakan mereka berdua bagaimanapun caranya, sampai akhir hayatku …..