Aku kemudian berdiri untuk memeriksa pintu depan. Ternyata pintunya tidak tertutup rapat, pantesan! Aku kemudian menutup dan menguncinya. Jancok tenan rek!
"Kenapa Bram?" Tanya Ratih keheranan.
"Anu, tadi pintunya ternyata agak nganu."
Â
Badanku terasa seger sehabis mandi. Perutpun sudah "adem" diisi dengan sop ayam jamur buatan Ratih. Sopnya enak. Clear dan light, rasanya pas di lidahku yang tak terlalu suka dengan sop yang rasanya kaya dengan bumbu/rempah. Â Atau jangan-jangan bukan karena sopnya, melainkan siapa yang buat sopnya!
Aih, aku jadi malu kepada cicak-cicak yang merayap di dinding.
Ratih berbaring santai di atas pahaku yang selonjoran sambil nonton televisi. Sesekali aku membelai rambutnya yang tergerai di atas pahaku.
"Bram, gak kebayang ya kalau akhirnya kita bisa berduaan lagi kayak gini. Kamu pernah ngebayangin gak?"
"Jujur sih enggak, sama sekali enggak! Tapi jalan hidup, kita gak pernah tau ya?"
Ratih kemudian memeluk tangan kiriku, "Duh Bram, aku seneng banget, seneeeeng banget."
"Aku juga. Seperti mimpi yang susah digapai, but our dreams come true." Aku kemudian berbaring di sisinya dan kemudian memeluknya. Aku kemudian menyeka air matanya, dan melihat bayangan wajahku di kedua bola mata indah itu. Duh Gusti!