Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tiga Hati untuk Satu Cinta (Bagian 8)

23 Januari 2022   00:10 Diperbarui: 23 Januari 2022   00:12 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 3 Hati 1 Cinta, Sumber : tempo.co

"Kalau menyangkut laki-laki, perempuan itu memang bisa kejam terhadap perempuan lainnya."

Sore ini aku sedang dalam perjalanan ke rumah untuk mengantar ibu. Rupanya bapak ada urusan mendadak sehingga tidak bisa menjemput ibu dari arisan. Kebetulan aku sedang santai sehingga bisa menjemput ibu dan tante Rina, teman ibu.

Tanpa sengaja aku mendengar suara tante Rina berkata dengan ketus, "Yolanda itu kan janda mbak, yah kurang pantes dong nanti kalau rapat dengan Pak Ronald?"

Aku kaget mendengarnya karena sependek pengetahuanku tante Rina ini adalah janda juga! Setelah menurunkan tante Rina di sebuah toko roti, akupun tak sabar lagi untuk bertanya kepada ibu. "Bu, kenapa sih tante Rina itu sewot banget dengan mbak Yolanda? Nyebut-nyebut janda, padahal ia kan janda juga?"

"Halah kamu mau tau aja urusan perempuan!" kata ibu sambil tertawa. "Jadi begini, ada stigma kalau seorang janda itu dianggap kurang pantes kalau dekat-dekat dengan seorang lelaki. Apalagi kalau lelaki itu punya istri. Stigma yang selalu menganggap kalau janda itu bisa jadi pelakor, hahaha." ibu tak bisa menahan tawanya, sementara aku tetap bingung.

"Lha, tante Rina itu kan janda juga bu, kenapa ngomong gitu sama mbak Yolanda?"

"Kayaknya tante Rina suka deh sama pak Ronald yang duda itu. Trus Yolanda kan jauh lebih muda dan lebih cakep. Yo wes, kamu sudah ngerti tah kemana arahnya? Kalau menyangkut laki-laki, perempuan itu memang bisa kejam terhadap perempuan lainnya!"

Duh Gusti, kini aku baru mengerti mengapa Ratih terlihat sangat berhati-hati ketika berada di ruang publik. Yah, karena "stigma janda" tadi. Aku jadi ingat ketika dulu tante Clara pernah menginap di rumah kami. Tante Clara ini seorang janda dan masih termasuk sepupu ibu. Lima hari tante Clara di rumah kami, ibu yang biasanya kemayu bak Putri Solo itupun "keluar tanduknya." Esoknya tante Clara pulang ke Semarang.

Gara-gara stigma janda itu pula aku jadi repot, tidak bisa bebas pacaran. Mau nonton takut. Mau makan bakso di tempat gaul, gak enak dilihat orang. Akhirnya kami lebih sering nongkrong di apartemen mungilku itu. Kan jadi nganu!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun