"Kurang kali power Vario itu wak, apalagi kalau awak gonceng cewek" kata Ucok kepada Morkhen yang terheran-heran melihat motor baru Ucok itu.
Kedua orang tua Ucok juga stress melihat perubahan pada anak semata wayang mereka itu. Ucok kini rajin belajar bahasa Hindi ditemani lagu dangdut.
Dari balik pintu kamarnya jelas terdengar suara Ucok berulang-ulang, "Hum tumhe pyar karte hae, i love you. Kya aap mere saath jana pasand karenge? maukah kamu pergi denganku?"
Mamaknya terperangah, lalu bergegas menghampiri bapak si Ucok yang sedang nonton televisi.
"Pak sudah gilak kurasa anak kita ini"
"Kenapa gila? Namanya juga anak muda lagi jatuh cinta, biarkan saja. Jatuh cinta itu memang gila mak hehe"
"Ah bapak ini maen-maen, serius dikit dulu pak"
"Lha dulu juga dia gitu. Kenalan sama cewe Jerman, trus belajar bahasa Jerman. Cewenya pergi, dia galau, gak mau belajar bahasa Jerman lagi. Yah anaknya sendiri yang baperan, haha."
"Yah gak gitu juga, kasihan anakku itu!"
"Eh mamak jangan kasihan-kasihan gitu. Inilah realita hidup. Berani mimpi harus berani juga kecewa. Berani jatuh cinta harus siap juga patah hati. Anak-anak muda yang lain juga mengalami hal yang sama. Itu jugalah proses yang harus dilewati Ucok supaya dia bisa dewasa."
"Ah aku takut Ucok patah hati. Soalnya sudah kulihat cewenya itu, cantik kali. Gak cocok sama si Ucok."