Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Siti Zubaidah (Bagian 5)

15 Februari 2021   00:40 Diperbarui: 15 Februari 2021   01:21 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pacaran dengan Siti membuat perubahan besar bagi Henry terutama dalam memandang sesuatu. Selama ini dia melihat segala sesuatu menurut sudut pandangnya sendiri saja, menganalisa sendiri lalu memutuskannya sendiri tanpa mau berkompromi.

Sebaliknya dengan Siti yang terkadang justru memiliki sudut pandang yang berbeda, dan cenderung selalu mengalah. Hal itu membuat Henry merasa malu. Dia pun kini mulai mengikuti cara berpikir Siti.

Sikap Henry terhadap papanya juga mulai melunak. Henry memang tidak tertarik untuk pulang ke Medan dan mengurus klinik milik klenteng itu. Henry lalu menawarkan kepada papanya seorang temannya yang lebih kompeten untuk mengurus klinik tersebut. Kebetulan teman yang direkomendasikannya tersebut rajin pula sembahyang ke klenteng. Jadi klop!

Henry tahu kalau papanya kecewa, walaupun akhirnya bisa menerima kondisi tersebut. Biasanya setiap perbedaan diantara mereka pasti akan membuat mereka berantem dan tidak berbicara sampai berbulan-bulan.

Kini situasinya sudah berbeda. Watak mereka berdua memang keras, jadi kalau Henry tidak mengalah pastinya mereka akan tetap saja bermusuhan.

Henry sangat bersyukur karena ini merupakan kemajuan besar bagi dirinya. Tanpa bantuan Siti, tidak mungkin dia bisa berubah sedrastis ini. 

Ternyata baik buruknya perilaku seorang lelaki itu juga ditentukan oleh wanita yang berada di sampingnya.  

Henry bersyukur kalau dia itu tidak jomblo. Atau lebih bersyukur lagi karena berada di samping wanita yang tepat. Sebaliknya kalau bersama wanita yang salah, maka hidupnya pasti akan merana pula.

Sebelum tidur, Henry kemudian menulis di diarynya, "Thank you for loving me and made who am i when i'm being with you"

***

Dua hari pertama pertemuan Henry dan Siti di Kuala Kangsar berjalan sangat indah. Pada hari ketiga, tiba-tiba Polis Diraja Malaysia menciduk Henry dengan berbagai alasan yang tidak masuk di akal.

Awalnya paspor Henry diperiksa dengan teliti karena diduga palsu. Henry juga ditengarai bersama teman-temannya dokter dari Indonesia ingin berpraktik secara ilegal di Malaysia. Henry kemudian diinterogasi secara intensif karena wajahnya mirip dengan wajah seorang teroris jaringan ISIS yang telah masuk ke wilayah semenanjung Malaysia.

Selama lima hari, Henry ditanyai polisi dari pagi sampai jam delapan malam. Waktunya habis seharian dengan urusan di kantor polisi.

Keluarga Siti pun kemudian "mengurung" Siti di rumah. Dr Hamid yang "baik hati" itu, lalu memberikan izin cuti selama dua minggu kepada Siti supaya dapat "beristirahat" dengan nyaman di rumahnya!  

Malam itu Henry duduk dengan frustasi di kamar hotelnya. Sudah lima hari dia tidak bertemu dan tidak bisa berhubungan dengan Siti.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarnya dan menyelipkan secarik kertas dari bawah pintu. Ketika dia membaca tulisan pada kertas itu, tertulis, "back-yard, Pirngadi."

 Pirngadi adalah nama lain Rumah Sakit Umum dr. Pirngadi, di kota Medan.

"Hah! Ini pasti Siti!" Henry maklum, di situ pasti banyak kaki tangan dr Hamid. Dengan mengenakan celana pendek saja, Henry kemudian pergi ke taman belakang untuk merokok.

Di back-yard dia terkejut karena hanya melihat seorang lelaki setengah baya, dan Siti tidak ada!

"Abang namanya Henry kan, saya Samosir, anak Medan juga bang. Kak Siti sudah menunggu di sana, ayo cepat bang. Abang ikuti awak dari belakang pelan-pelan ya bang" bisik lelaki setengah baya itu kepadanya. Alamak!

Sejenak Henry ragu, jangan-jangan ini sebuah jebakan! Tapi bang Samosir ini pastilah anak Medan! Henry lalu berjalan mengikuti bang Samosir dengan perlahan agar tidak menarik perhatian orang lain.

Samosir ternyata berjalan menuju ke sebuah mobil yang parkir di belakang hotel tempat Henry menginap. Setelah celingukan sebentar, Samosir lalu mempersilahkan Henry untuk masuk ke dalam mobil.

Henry terlihat ragu, sampai jendela mobil terbuka sedikit, "Hen, ini aku, Siti..."

"Alamak dinda, copot jantung kanda!"

Ternyata Samosir sudah mengatur strategi untuk mengeluarkan Siti dan Henry dari Malaysia. Samosir juga yang menolong Siti kabur dari rumahnya barusan ini.

Samosir ini adalah seorang penyeludup Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal dari Tanjung Balai, Sumatera Utara ke Malaysia. Semenanjung Malaysia itu sudah seperti halaman rumahnya sendiri saja. 

Samosir lama bekerja sebagai TKI ilegal di Malaysia, dan mempunyai seorang istri pula di Kuala Kangsar.

Samosir berkenalan dengan Siti sekitar dua tahun lalu. Ketika itu Samosir terjatuh dari sepeda motor karena mabuk, tak jauh dari rumah sakit Pirngadi Medan. Samosir kemudian dibawa warga ke IGD rumah sakit tersebut. Samosir lalu ditangani Siti yang kebetulan sedang bertugas jaga di IGD.

Samosir sangat terkesan dengan pelayanan dokter jaga itu kepadanya, apalagi setelah dia tahu bahwa dokter tersebut ternyata satu kampung pula dengannya di Kuala Kangsar. 

Sejak itu mereka kemudian berteman akrab. Beberapa kali ketika Siti pulang kampung, Samosir kemudian datang berkunjung ke rumah Siti.

Tak lama kemudian, Henry keluar dari mobil menuju hotel. Mobil yang ditumpangi Siti itu pun segera berlalu.

Setelah menerima kunci kamar dari Henry, Samosir kemudian menuju kamar Henry untuk membereskan seluruh pakaian dan perlengkapannya.

Henry kemudian pergi ke resepsionis hotel untuk membayar rekening karena akan check-out keesokan harinya. Tak lupa Henry juga meminta morning call untuk jam enam pagi esok.

Ketika Henry masih di resepsionis, Samosir terlihat keluar dari lift sambil menenteng tas Henry. Samosir kemudian berjalan kaki ke luar dari hotel menuju ke sepeda motornya yang parkir di samping hotel itu.

Setelah urusannya selesai, Henry lalu menuju pintu keluar hotel sambil mengeluarkan rokoknya. Ketika menyalakan rokok, Henry mendengar raungan suara motor Samosir. Dia lalu bergegas menghampirinya.

Samosir segera saja melarikan sepeda motornya dengan gesit menyusuri jalan-jalan sepi menjauhi hotel tempat Henry menginap. Sesekali Samosir melirik kaca spion motornya. Setelah yakin tidak ada yang mengikuti mereka, dia lalu menarik nafas lega sambil mengendurkan kecepatan motornya.

Tak berapa lama kemudian, mereka akhirnya sampai di pinggiran pantai dekat sebuah perkampungan nelayan. Ternyata Siti sudah menunggu di sana. Mereka kemudian bergegas naik ke sebuah perahu berukuran sedang, yang sering dipakai Samosir untuk menyeludupkan TKI dari Tanjung Balai ke Semenanjung Malaysia.

Karena kesal terhadap polisi-polisi yang menginterogasinya setiap hari itu, maka sebelum mereka berangkat, Henry memesan tiket penerbangan atas nama Siti, dengan rute Penang--Batam melalui ponselnya dan membayarnya dengan kartu kredit atas namanya sendiri. Dia kemudian tersenyum membayangkan wajah polisi-polisi yang akan kebingungan itu besok di bandara Penang!

-(bersambung)-

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun