Saat ini pandemi Covid-19 benar-benar membuat dunia terguncang. Tidak ada satupun masyarakat atau negara yang tidak menderita. Demikian juga dengan Indonesia yang perekonomiannya langsung terjun bebas.
Sama halnya dengan sebagian warga yang hidupnya kini sudah "mantab" alias "makan tabungan," maka republik ini juga bertahan hidup dengan cara mantab juga, mengandalkan cadangan devisa plus utang.
Setoran pajak sudah jelas jauh panggang dari api. Lha, kalau pabrik tutup dan pengusaha bangkrut, pajak apa yang akan mereka setor ke negara? Sebagian dari pengusaha itu bahkan harus memohon bantuan negara untuk membayar pesangon karyawan yang terdampak PHK.
Di saat situasi mengerikan ini, sebagian kecil warga bukannya ikut prihatin atau memberi sumbangan kepada masyarakat/negara, tetapi justru semakin memperkeruh suasana.
Tentunya sidang pembaca yang budiman sudah mengetahui siapa atau kelompok mana saja itu. Sialnya mereka ini kebetulan adalah pendukung garis keras di belakang pasangan 02 tadi.
Nah, untuk mendinginkan suhu politik yang cenderung meninggi, maka Jokowi kemudian mengajak Prabowo-Sandi tadi untuk masuk ke dalam kabinetnya.
Apakah suhu politik langsung adem?
Jawabannya ya dan tidak. Ya, kalau dari sudut pandang emak-emak yang kalau naik skutik, seinnya ke kiri tapi beloknya ke kanan itu. Emak-emak yang suka baper ketika melihat senyum ganteng Bang Sandi itu, kini nyaris tidak terdengar lagi kritikannya kepada pemerintah.
Bagi kaum salawi, masuknya Prabowo-Sandi ke dalam kabinet Jokowi ternyata tidak membawa kedamaian bagi jiwa raga mereka ini. Contohnya adalah Fadli Zon.
Sebagai seorang kader partai Gerindra, seharusnya Fadli Zon bangga dong ketika melihat dua kader partai dan sekaligus majikannya itu bisa duduk dalam kabinet Jokowi. Namun Fadli Zon tetap saja Salawi garis keras.
Netizen kemudian berkata kalau Gerindra melakukan "politik dua kaki." Satu kaki berada di dalam kabinet, sementara kaki lainnya bergerilya untuk menggembosi kebijakan pemerintah.