Padahal harapan semula BPJS ini bisa berdiri sendiri, tapi kenyataannya justru sebaliknya. BPJS ternyata adalah asuransi kesehatan yang lebih besar pasak daripada tiang. Bukan karena mismanajemen, tetapi karena miscalculation, terutama karena sedikit mengabaikan psikologi sosial warga +62 terhadap isu Hak dan Kewajiban dalam bernegara.
Pada 2020 ini , terutama dalam masa pendemi, Pemerintah sendiri sudah mengucurkan bantuan dana sebesar Rp 3,1 Triliun kepada BPJS!
Dari perhitungan murni akturia, besaran iuran BPJS itu agar mencapai BEP (break even point) Kelas I sebesar Rp 286.000, Kelas II sebesar Rp 184.000, dan Kelas III sebesar Rp 137.000.
Jadi sebenarnya harga iuran BPJS yang sekarang ini pun sebenarnya masih terlalu murah.
Coba bayangkan. Seorang peserta BPJS kelas III dengan premi Rp 25.500, kemudian mengalami serang jantung karena penyumbatan pembuluh darah jantung (koroner)
Tak ada jalan lain baginya agar bisa kembali menikmati indomie goreng kesukaannya itu selain melakukan operasi bypass jantung berbiaya Rp 150 juta! BPJS kemudian membayar biaya operasi tersebut kepada Rumah Sakit agar orang itu bisa tersenyum kembali.
Ketika BPJS belum lahir ke bumi persada ini, nasib kaum proletar itu sangatlah menyedihkan. Sebagian dari mereka itu kemudian meregang nyawa di emperan IGD Rumah Sakit karena tidak punya uang untuk membayar jaminan pengobatan di depan.
Rumah Sakit juga butuh dana untuk operasional. Dokter, Perawat dan Penata Medis itu juga punya keluarga yang harus diberi makan. Itulah sebabnya dibutuhkan asuransi kesehatan agar penanganan medis bisa segera dilakukan pada saat diperlukan, terutama pada saat kegawatdaruratan.
Jujur saja tadinya penulis menganggap masalah BPJS ini murni karena mismanajemen saja. Tetapi karena Presiden Jokowi tetap ngeyel untuk menaikkan kembali iuran BPJS ini (walaupun sebelumnya telah dianulir oleh MK) tentu saja membuat penulis berpikir kembali untuk melihat masalah ini lebih komprehensif.
Tidak ada seorangpun (termasuk Jokowi) yang tidak ingin terlihat populer. Tapi demi kepentingan bangsa, termasuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk RI, maka sikap tegas (namun tidak populer) harus dilakukan.
Mungkin ada diantara pembaca yang punya pandangan lain, dan itu sah-sah saja. Tetapi setidaknya sudilah kiranya memberi masukan agar supaya BPJS ini bisa mandiri demi pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat.