Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ketika Jokowi Ditodong Perpu UU KPK

14 Oktober 2019   16:08 Diperbarui: 14 Oktober 2019   16:25 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pegawai KPK berdemo di kantor KPK, sumber: kompas.com

Tidak bolehnya SP3, membuat kuantitas tangkapan KPK menjadi sedikit.

Misalnya di luar sana ada seribu maling koruptor. Karena KPK itu "tuhan yang tidak boleh salah" maka mereka itu fokusnya kepada lima puluh maling yang paling gampang dijerat.

Lalu dicari lima maling lagi yang termasuk kategori seksi, artinya beritanya pasti akan mendapat sorotan publik. Pejabat tinggi, tokoh kontroversial maupun public figure tertentu kemudian dipilih.

Setelah itu gelar perkara termasuk strategi penyadapan, penjebakan, penguntitan dan lainnya dijalankan. RJ Lino ini termasuk seksi, konon karena ia itu orangnya "RS".

Karena "barangnya harus jadi dan tak boleh salah dan kalah" maka proses penyidikannya juga berjalan lama. Tentu saja biaya operasional juga menjadi mahal. Dan seperti sudah diduga, "barang tersebut akhirnya jadi juga"

Akhir tahun, lima puluh lima maling koruptor mengenakan rompi oranye. Publik senang, KPK bangga dan maling lainnya mengelus dada, "slamet...slamet..." karena mengira sudah lolos dari mulut harimau...

Maling lainnya itu tentu saja sudah masuk daftar antrian untuk mengenakan rompi oranye. Tapi entah kapan mereka mengenakannya. Mungkin tiga tahun, lima tahun atau sepuluh tahun lagi, tidak ada yang tahu. Komisioner dan Direktur juga tidak tahu. Hanya Tuhan dan Wadah Pegawai KPK saja yang mengetahuinya...

Tapi yang jelas kalau jadi maling koruptor itu jangan belagu. Apalagi bergaya seronok seperti Hotman Paris misalnya, karena hal itu akan mengundang perhatian KPK. Seperti uraian di atas, aparat KPK itu juga manusia. Mereka itu suka terangsang kalau melihat maling yang punya nilai pemberitaan tinggi.

"Maling pemalu" biasanya selalu di urutan bawah, sedangkan "maling belagu" selalu diurutan atas daftar orang-orang yang akan terkena azab KPK.

Okelah, secara pribadi saya juga suka menikmati tontonan seperti ini, yakni ketika KPK akhirnya berhasil mengenakan rompi oranye ke tubuh maling koruptor. Namun pemberantasan korupsi bukan begini caranya.

Kembali ke topik semula. Kalau hanya lima puluh lima maling saja yang tertangkap dari seribu populasi maling yang ada, apakah itu akan menimbulkan efek jera? Tentu saja tidak!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun