Mohon tunggu...
Choirul Anam
Choirul Anam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis Partikelir

Ngaji, Ngopi, Literasi, Menikmati hidup dengan huruf, kata dan kalimat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Prabowo, Buku dan Nasib Perpustakaan di Desa Saya

3 Februari 2025   21:20 Diperbarui: 3 Februari 2025   21:20 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prabowo dan Perpustakaan| www.prabowosubianto.com

Di televisi, Prabowo Subianto sering muncul sebagai sosok yang tegas, penuh strategi, dan siap memimpin negeri ini. Tapi ada satu sisi lain yang jarang dibahas: Prabowo sebagai seorang pembaca. Dalam beberapa wawancara, ia menyebut berbagai buku yang ia baca, mulai dari strategi militer hingga filsafat. Seandainya kebiasaan membaca ini menjadi salah satu warisannya bagi bangsa, bagaimana dampaknya bagi desa saya?

Saya tinggal di sebuah desa kecil yang, seperti kebanyakan desa lain di Indonesia, memiliki satu bangunan yang disebut "perpustakaan desa." Namun, sebutan itu lebih sebagai formalitas. Buku-bukunya berdebu, isinya tak pernah diperbarui, dan pengunjungnya bisa dihitung dengan jari. Jika pemimpin seperti Prabowo benar-benar ingin membangun Indonesia yang berilmu, nasib perpustakaan desa harus menjadi salah satu perhatiannya.

Perpustakaan Desa: Ada tapi Tak Terurus

Perpustakaan di desa saya berdiri sejak beberapa tahun lalu, hasil program bantuan pemerintah. Gedungnya sederhana, dengan rak-rak kayu yang dipenuhi buku-buku lama. Ada novel klasik, buku pelajaran bekas, dan beberapa buku peternakan serta pertanian yang mungkin menarik bagi warga. Tapi ada satu masalah besar: tak ada yang datang ke sana.

Mengapa? Ada beberapa alasan.

1. Buku yang Usang dan Tidak Relevan

Sebagian besar buku di perpustakaan ini adalah sumbangan dari instansi pemerintah atau individu yang ingin "menyingkirkan" koleksi lama mereka. Akibatnya, banyak buku yang sudah tidak relevan dengan kebutuhan warga desa. Bayangkan anak muda ingin membaca tentang bisnis digital, tetapi yang tersedia hanya buku tentang koperasi dari era 1980-an.

2. Minimnya Akses dan Fasilitas

Perpustakaan ini buka hanya beberapa jam sehari, itupun kalau ada petugas yang berjaga. Tidak ada Wi-Fi, tidak ada komputer, bahkan kursi baca yang nyaman pun tidak tersedia. Dalam kondisi seperti ini, wajar kalau anak-anak lebih memilih nongkrong di warung kopi dengan sinyal internet yang lebih baik.

3. Kurangnya Program Literasi

Sebuah perpustakaan bukan hanya tentang menyimpan buku, tapi juga harus menjadi pusat aktivitas literasi. Sayangnya, di desa saya, tak ada program baca bersama, diskusi buku, atau pelatihan keterampilan berbasis literasi. Tidak ada yang mengajak masyarakat untuk datang dan menikmati ilmu pengetahuan.

Masalah-masalah ini bukan hanya terjadi di desa saya, tetapi di ribuan desa lain di Indonesia. Jika kita benar-benar ingin membangun generasi yang cerdas, nasib perpustakaan desa tidak bisa dibiarkan seperti ini.

Prabowo dan Harapan untuk Literasi Desa

Sebagai seorang pemimpin yang gemar membaca, Prabowo punya peluang besar untuk membawa perubahan dalam dunia literasi desa. Jika ia serius ingin meningkatkan daya saing Indonesia, investasi pada perpustakaan desa adalah langkah awal yang strategis.

Apa yang bisa dilakukan?

1. Revitalisasi Perpustakaan Desa

Pemerintah harus memperbarui koleksi buku di perpustakaan desa agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Buku pertanian modern untuk petani, buku kewirausahaan untuk anak muda, dan buku parenting bagi ibu-ibu bisa menjadi pilihan yang lebih berguna dibandingkan buku pelajaran lawas yang tidak terpakai.

2. Digitalisasi dan Akses Internet

Salah satu masalah terbesar di desa saya adalah akses informasi yang terbatas. Jika pemerintah menyediakan perpustakaan digital dengan akses internet gratis, warga desa bisa mendapatkan informasi yang lebih luas. Dengan aplikasi perpustakaan digital seperti iPusnas atau kerja sama dengan platform seperti Google Books, anak-anak muda di desa bisa membaca buku terbaru tanpa harus pergi ke kota.

3. Perpustakaan sebagai Pusat Komunitas

Perpustakaan desa harus lebih dari sekadar tempat menyimpan buku. Ia harus menjadi pusat kegiatan belajar, tempat pelatihan keterampilan, dan ruang diskusi bagi warga. Jika ada program seperti kelas menulis, diskusi buku, atau pelatihan pemasaran digital, perpustakaan bisa hidup kembali.

4. Mobil Perpustakaan Keliling

Tidak semua desa punya perpustakaan, tapi semua desa punya warga yang butuh akses bacaan. Mobil perpustakaan keliling bisa menjadi solusi untuk menjangkau daerah yang lebih terpencil. Ini sudah dilakukan di beberapa kota besar, tetapi harus diperluas ke desa-desa kecil.

Mengapa Literasi Itu Penting?

Beberapa orang mungkin bertanya, mengapa perpustakaan desa harus diprioritaskan? Bukankah masih banyak masalah lain seperti infrastruktur dan ekonomi? Jawabannya sederhana: tanpa literasi, pembangunan akan selalu berjalan lambat.

Mari kita lihat negara-negara dengan tingkat literasi tinggi seperti Finlandia dan Jepang. Mereka tidak hanya maju dalam teknologi dan ekonomi, tetapi juga memiliki masyarakat yang kritis, inovatif, dan mandiri. Di sisi lain, negara-negara dengan tingkat literasi rendah sering kali mengalami masalah dalam pembangunan, korupsi, dan ketimpangan sosial.

Jika Indonesia ingin maju, pendidikan tidak bisa hanya mengandalkan sekolah formal. Perpustakaan desa harus menjadi bagian dari ekosistem belajar seumur hidup bagi masyarakat.

Kesimpulan: Masa Depan Perpustakaan Desa

Saat ini, perpustakaan di desa saya masih seperti bangunan mati---ada tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Namun, saya percaya bahwa dengan kebijakan yang tepat, tempat ini bisa menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi masyarakat.

Prabowo, dengan segala strategi dan visinya, punya kesempatan untuk mengubah keadaan ini. Jika ia benar-benar ingin menciptakan Indonesia yang lebih cerdas dan berdaya saing, investasi dalam literasi desa adalah langkah awal yang tidak boleh diabaikan.

Bayangkan jika suatu hari nanti, anak-anak desa saya bisa datang ke perpustakaan untuk membaca buku terbaru, belajar keterampilan digital, dan berdiskusi dengan teman-temannya. Jika itu terjadi, maka masa depan desa ini---dan masa depan Indonesia---akan jauh lebih cerah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun