Kudus - Perbankan syariah adalah salah satu sektor komersial yang terus berkembang di Indonesia. Berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah, perbankan ini berbeda dari perbankan konvensional dalam hal operasional dan produk-produk yang ditawarkannya. Salah satu aspek fundamental dalam perbankan syariah adalah penerapan akad sebagai landasan hukum dan transaksi. Artikel ini akan membahas jenis-jenis akad atau perjanjian yang diterapkan dalam perbankan syariah, landasan hukumnya, serta bagaimana praktiknya di lapangan.
A. Pengertian Akad dalam Perbankan SyariahÂ
Secara etimologi, akad berasal dari bahasa arab "al-'aqd" yang berarti perjanjian atau kontrak. Dalam konteks hukum Islam, akad adalah perkaitan antara dua pihak atau lebih yang menimbulkan akibat hukum, seperti hak dan kewajiban. Dalam perbankan syariah, akad menjadi dasar bagi setiap transaksi keuangan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut sesuai dengan prinsip syariah, seperti menghindari riba, gharar (ketidakpastian), dan maysir (spekulasi).Â
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), setiap produk perbankan syariah harus berlandaskan akad yang sesuai dengan prinsip hukum Islam. Selain itu, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di Indonesia juga menegaskan pentingnya penerapan akad sebagai dasar legal dalam operasional perbankan syariah.Â
B. Jenis-Jenis Akad dalam Perbankan Syariah
Terdapat berbagai jenis akad yang digunakan dalam perbankan syariah, yang secara umum dapat dikategorikan menjadi dua kelompok besar:
1. Akad Tabarru' (Akad Sosial):
Akad ini digunakan untuk transaksi yang bersifat non-komersial, seperti saling membantu atau memberikan manfaat tanpa tujuan mencari keuntungan. Contohnya adalahÂ
a. Wadi'ah yaitu akad titipan dimana bank syariah bertindak sebagai penerima titipan dari nasabah. Bank wajib menjaga dan mengembalikan titipan sesuai dengan kesepakatan.
b. Qardh yaitu akad pinjaman tanpa imbalan yang biasanya digunakan untuk membantu nasabah dalam kondisi darurat.
2. Akad Tijarah (Akad Komersial):
Akad ini bertujuan untuk memperoleh keuntungan secara halal. Beberapa jenis akad tijarah yang umum digunakan adalah:
a. Murabahah yaitu akad jual beli dengan margin  keuntungan yang telah disepakati. Bank membeli barang yang dibutuhkan nasabah, kemudian menjualnya kembali kepada nasabah dengan harga tertentu.
b. Ijarah yaitu akad sewa menyewa. Contohnya, bank menyewakan barang atau jasa kepada nasabah dengan biaya sewa tertentu.
c. Mudharabah yaitu akad kerja sama antara pemilik modal (shohibul maal) dan pengelola usaha (mudharib), dimana keuntungan dibagi sesuai kesepakatan.
d. Musyarakah yaitu akad kerja sama antara dua pihak atau lebih yang sama-sama menyertakan modal untuk menjalankan usaha bersama.
C. Landasan Hukum Penerapan Akad dalam Perbankan Syariah
Penerapan akad dalam perbankan syariah di Indonesia memiliki landasan hukum yang kuat, baik secara syariah maupun nasional. Beberapa landasan hukum tersebut meliputi:
a. Al-Qur'an dan Hadits
Prinsip-prinsip syariah yang mendasari akad perbankan diambil dari ayat Al Qur'an yang melarang tentang riba (Q.S Al Baqarah: 275-279) dan memerintahkan transparansi dalam transaksi (Q.S Al Baqarah: 282)
b. Fatwa DSN-MUI
DSN-MUI mengeluarkan berbagai fatwa yang mengatur jenis akad yang boleh digunakan dalam perbankan syariah. Fatwa-fatwa ini menjadi panduan operasional bagi bank syariah dalam mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan syariah.
c. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008
UU ini menjadi dasar hukum formal bagi operasional perbankan syariah di Indonesia, termasuk penggunaan akad dalam produk-produk perbankan.
d. Peraturan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan
Peraturan teknis dari Bank Indonesia  (BI) dan OJK melengkapi regulasi yang memastikan kepatuhan perbankan syariah terhadap hukum nasional.
D. Praktik Penerapan Akad di Lapangan
Pada praktiknya, penerapan akad dalam perbankan syariah menghadapi beberapa tantangan, diantaranya:
1. Pemahaman Nasabah
Tidak semua nasabah memahami konsep akad yang digunakan dalam perbankan syariah. Hal ini memerlukan edukasi agar nasabah mengerti hak dan kewajibannya sesuai akad yang dipilih.
2. Kompleksitas Akad
Beberapa akad, seperti musyarakah dan mudharabah, membutuhkan pengelolaan yang lebih rumit dibandingkan akad lainnya. Bank harus memiliki manajemen risiko yang baik untuk memastikan pelaksanaannya berjalan lancar.
3. Kompetisi dengan Perbankan Konvensional
Dalam beberapa kasus, produk berbasis akad syariah dianggap kurang kompetitif dibandingkan produk perbankan konvensional. Hal ini menjadi tantangan bagi bank syariah untuk terus berinovasi.
4. Kepatuhan Syariah
Dewan Pengawas Syariah (DPS) memiliki peran penting untuk memastikan setiap transaksi sesuai dengan prinsip syariah. Namun, pelaksanaan di lapangan kadang menghadapi kendala administratif atau teknis yang mempengaruhi kepatuhan syariah.
Kesimpulan
Akad merupakan fondasi utama dalam operasional perbankan syariah yang membedakannya dari perbankan konvensional. Dengan berbagai jenis akad seperti murabahah, mudharabah, dan ijarah, perbankan syariah menawarkan solusi keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Namun, penerapan akad juga menghadapi tantangan, baik dalam hal edukasi nasabah, manajemen risiko, maupun persaingan dengan bank konvensional.
Untuk itu, diperlukan sinergi antara pemerintah, bank syariah, dan masyarakat untuk meningkatkan pemahaman inovasi, serta kepatuhan terhadap hukum syariah. Dengan begitu, perbankan syariah dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI