Guru tak pernah menyesal menjadi guru.
Â
Kayla terdiam. Merangkai kata pun ia tak mampu. Tetes demi tetes air mata mulai bergulir di pipinya. Sebelumnya ia memang berpikir, suatu saat pasti akan ada seseorang yang akan menyadarkannya bahwa pekerjaannya bukanlah suatu hal yang terkutuk, seperti di sinetron. Adegannya akan menjadi begitu dramatis, dengan sedikit pemberontakan darinya sebelum akhirnya ia benar-benar menerima nasehat orang itu.
Namun ternyata tidak.
Kayla sungguh tak menyangka bahwa di sinilah tempatnya. Tanpa drama, tanpa adu mulut. Hanya selembar puisi yang ditulis oleh seorang anak yang bahkan tidak ia kenal. Seorang anak yang bahkan tidak tahu bagaimana keadaannya. Seorang anak kecil, dan selembar kertas berisi puisi.
Anak itu berhasil menyadarkannya untuk menyadarkan dirinya sendiri. Selama ini Kayla tidak sepenuhnya menyesal menjadi guru. Ia hanya terlalu tenggelam dalam mimpi lamanya, ia hanya terlalu mendoktrin dirinya sendiri bahwa guru adalah profesi terkutuk. Dialah yang telah membuat dirinya membenci pekerjaan ini.
Dia yang membuat dia membenci dirinya.
Dia yang membuat dirinya merasa dikutuk jadi guru.
Â
CQA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H