Mohon tunggu...
Chika Raka Siwi
Chika Raka Siwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - UNIVERSITAS UTA'45 JAKARTA

HELLO MY FRIENDS!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Sekilas tentang SARA yang Menjadi Sumber Perpecahan

28 Juli 2022   18:55 Diperbarui: 28 Juli 2022   19:06 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

NAMA       : CHIKA RAKA SIWI

NPM          : 2135070021

PRODI       : ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL

PROJECT UAS MATA KULIAH INTERCULTURAL COMMUNICATION

SEKILAS TENTANG SARA YANG MENAJADI SUMBER PERPECAHAN


PENDAHULUAN

SARA merupakan salah satu isu global yang marak terjadi dan dialami oleh banyak negara-negara di dunia bahkan di Indonesia. SARA merupakan akronim dari Suku, Agama, Ras antar golongan, dan Adat istiadat. SARA merupakan tindakan yang didasari pemikiran sentimen mengenai identitas diri yang menyangkut keturunan, agama, suku, kebangsaan, atau golongan. 

Bagi banyak orang, SARA merupakan topik yang sensitif untuk disinggung karena dalam tatanan masyarakat pasti terdapat perbedaan baik dari segi suku, adat istiadat, agama, hingga kebangsaan. 

Perbedaan ini sebenarnya merupakan suatu kekayaan yang dimiliki suatu negara. Namun perbedaan ini seringkali memicu tindakan diskriminasi yang dilakukan oleh oknum tertentu hingga munculnya konflik yang berakhir perpecahan.

 SARA menjadi salah satu isu yang sangat mungkin berpotensi untuk memecah belah masyarakat yang bersifat majemuk seperti Indonesia. Salah satu kasus SARA yang pernah terjadi di Indonesia adalah perkelahian antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan Barat pada 2001 lalu. 

Kasus ini terjadi karena suku Madura dinilai tidak bisa beradaptasi dengan masyarakat suku Dayak yang kemudian timbul diskriminasi antar golongan hingga terjadi konflik yang memakan hingga 500 korban. Contoh kasus lainnya yaitu perkelahian antara suku Makassar dan penduduk asli Timoryang yang berkembang menjadi konflik antar agama katolik dan islam, konflik antar agama di Ambon pada tahun 1999, dan masih banyak lagi. 

SARA juga terkadang dijadikan sebagai alat kepentingan politik. Berbagai petinggi dan kelompok politik dalam masyarakat memainkan sentimen agama, ras, etnis, dan gender untuk kepentingan agenda politiknya. 

Kasus yang cukup terkenal dari segi politik yaitu salah satu politisi yaitu Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan nama Ahok yang dinilai menghina agama islam dalam salah satu wawancaranya. 

Dalam wawancara tersebut Ahok menyebutkan salah satu ayat suci Al-Qur’an dan berkata jangan mau dibodohi. Hal tersebut tentu saja mendatangkan protes dari umat islam di Indonesia yang merasa tidak terima karena agamanya dihina. 

PEMBAHASAN

Pengertian SARA

SARA merupakan akronim dari Suku, Agama, Ras antar golongan, dan Adat istiadat. SARA adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan, dan golongan. 

Segala bentuk tindakan yang melibatkan kekerasan, diskriminasi, dan pelecehan yang didasarkan pada identitas diri dan golongan dapat dikatakan sebagai SARA. Tindakan ini dianggap melecehkan kemerdekaan dan hal-hak dasar manusia. 

Konflik ini biasanya disebabkan oleh hal-hal sepele seperti tersinggung, diledek atau hal-hal yang sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan. Bisa juga terjadi karena keegoisan seseorang atau kelompok yang dilakukan dengan jalan kekerasan.

SARA juga bisa diartikan sebagai tindakan diskriminatif. Diskriminatif sendiri merupakan suatu kejadian yang biasanya disebabkan karena kecenderungan manusia untuk membeda-bedakan antara manusia yang satu dengan yang lain dalam hal suku, ras, antargolongan,agama, dan kebangsaan.

SARA digolongkan menjadi 3 kategori yaitu :

Kategori Individual : merupakan tindakan SARA yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Yang termasuk kategori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan. 

Misalnya membuli teman sekelasnya dan menjauhinya secara tidak langsung telah mengintimidasinya dengan cara membuli.

Kategori Institusional : merupakan tindakan SARA yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk Negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.

Kategori Kultural :merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif malelaui struktur budaya masyarakat. Contohnya seperti sekarang yang sering dilakukan masyarakat di desa yang selalu mengadakan bersih desa di setiap tahun baru islam(suro) dan itu merupakan tradisi turun temurun dari nenek moyang.

Penyebab SARA

Ketimpangan ekonomi

Pastinya dalam struktur masyarakat terdapat kecemburuan sosial. Antara itu dari segi materi yang dimiliki, ataupun tingkat keberhasilan sesorang. Namun hal itu melanggar hak asasi manusia apabila kecemburuan sosial tersebut disertai dengan tindakan anarkis. 

Contohnya dapat dilihat dari kasus konflik kecemburuan pribumi terhadap orang keturunan Tiong Hua. Orang Tiong Hua dianggap sebagai pendatang, namun mereka terlihat lebih sukses. Sebenarnya hal ini mendapat pengaruh historis dimana pada struktur sosial yang diatur oleh kolonialisme Belanda hierarki keturunan Tiong Hua lebih tinggi derajatnya dibanding pribumi.

Superioritas etnik

Stigmatisasi merupakan hal yang erat kaitannya dengan konflik antar ras. Sudah ada anggapan negatif terlebih dulu. Contohnya adalah peristiwa sampit yang terjadi di Kalimantan antara suku Dayak dan suku Madura. Etnosentisme juga merupakan hal yang memicu konflik. Dimana satu suku menganggap bahwa sukunya/rasnya paling hebat.

Kebijakan yang muncul dari pemerintah

Kadangkala pemerintah mengeluarkan kebijakan yang hanya menguntungkan satu kelompok saja. Contohnya adalah undang-undang penodaan agama. Undang-undang ini menimbulkan banyak pertentangan karena ada pasal-pasal karet. Artinya bisa diinterpretasikan kemana-mana terutama yang menguntungkan penganut agama manapun yang sedang berkuasa.

Ketegangan antar individu atau kelompok

konflik biasanya diawali oleh adanya perbedaan pendapat dan cara pandang antar individu maupun kelompok. Karena adanya perbedaan tersebut, timbulah ketegangan antar individu atau kelompok tersebut. Jika tidak segera diredam, maka ketegangan ini akan berlanjut menjadi konflik lain yang lebih besar.

 

Provokasi media sosial

Media sosial memiliki kegunaan yang sangat banyak dan sangat mempermudah masyarakat untuk berkomunikasi. Namun tidak jarang kemudahan media sosial ini disalahgunakan oleh oknum-oknum yang menimbulkan perpecahan. Para oknum memanfaaatkan kemudahan media sosial untuk menyebarkan berita hoax maupun provokasi terhadap satu pihak tertentu hingga timbulnya konflik.

 Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai toleransi

Indonesia memiliki berbagai macam suku bangsa, ras, agama, dan budaya. Namun tidak semua warga Indonesia bisa saling toleransi dengan perbedaan tersebut. Banyak orang yang masih bersikap stereotipe atau terlalu fanatik terhadap budaya, suku, ras, atau agamanya dan mengejek atau memandang rendah budaya atau agama orang lain yang berbeda dengannya. Dalam hal ini juga banyak pihak yang suka memprovokasi untuk menjelekkan agama atau budaya tertentu.

Contoh Konflik SARA di Indonesia

Sejak berakhirnya masa pemerintahan Soeharto, beberapa daerah di Indonesia seperti Maluku, NTT, NTB, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tengah mengalami konflik SARA. Berikut beberapa contohnya :

Kerusuhan di Kupang NTT

Pada tanggal 30 November 1998 terjadi kerusuhan di Kupang NTT. Konflik ini terjadi karena masalah tergesernya sumber ekonomi penduduk lokal oleh para pendatang, juga terjadi konflik agama dan politik. Stereotip sering muncul dan akhirnya menimbulkan kebencian dan diskriminasi.

Kerusuhan di Sambas, Kalimantan Barat

Kerusuhan ini sudah berlangsung sejak tahun 1950-an, khususnya konflik antara suku Madura dan suku Dayak. Hubungan antar suku di wilayah Kalimantan Barat memang pada umumnya tidak dapat berlangsung baik, khususnya antara suku pendatang dan suku asli. Kerja sama dalam aktivitas sosial seperti gotong royong dan sebagainya jarang terjadi. Hal ini tidak terwujud karena adanya konflik kultural maupun pola pemukiman yang tersegrasi secara eksklusif.

Kerusuhan di Mataram NTB

Kasus ini terjadi pada sekitar tanggal 17 Januari 2000 yang disebabkan oleh provokasi dari para oknum tertentu yang menyebabkan terjadinya kerusuhan di wilayah tersebut. Konflik ini juga merupakan salah satu dampak dari fanatisme agama terutama islam yang bertentangan dengan agresifitas penyebaran agama kristen, yang pada akhirnya memicu konflik.

Contoh konflik SARA di negara lain

Konflik Uighur

Berita mengenai kekerasan yang dialami oleh etnis muslim Uighur di China kini semakin menarik perhatian banyak kalangan dan beritanya sudah menyebar ke banyak negara. Ternyata kekerasan yang dialami oleh etnis Uighur di China bukanlah hal yang baru-baru ini terjadi melainkan sudah terjadi sejak lama bahkan sejak China masih dizaman kekaisaran. 

Konflik etnis Uighur ini semakin menarik perhatian masyarakat muslim di seluruh dunia.

Hal ini terjadi karena tindakan yang dilakukan oleh pemerintah China yang menangkap lebih dari 1 juta masyarakat muslim Uighur dan menempatkan mereka ke dalam kamp pengungsian yang lebih mirip seperti penjara. Pemerintah China mengklaim hal ini dilakukan bertujuan untuk mencegah tindakan radikallisme dan terorisme. Tujuan lain penahanan warga Uighur dimaksudkan untuk pelatihan kejuruan kepada etnis Uighur.

Pemerintah China juga memperketat pengawasan dengan menambahkan jumlah polisi, membangun pos jaga dengan kamera cctv yang terpasang dimana-mana di daerah Xinjiang. Pemerintah Xinjiang bahkan melarang masyarakat Uighur untuk menumbuhkan jenggot dan memakai kerudung. Hingga pada tahun 2018 PBB menyerukan pembebasan kelompok etnis Uighur yang ditahan di kamp pengungsian. 

Namun China masih mempertahankan kamp tersebut dan kasus kekerasan terhadap etnis uighur masih berlanjut hingga kini.

Konflik Srilanka

Pada tahun 2012, ormas Bodu Bala Sena (BBS) yang dibentuk oleh biksu kirama wimalajoth nayaka thera dan galagoda aththe gnanasaara resmi didirikan. Ormas tersebut dibentuk dengan tujuan membela agama buddha dan nasionalisme sinhala diatas segalanya. 

Mereka khawatir kelompok agama minoritas khususnya islam semakin meningkat dan berpengaruh besar. Ormas BBS terlibat kerusuhan dengan masyarakat muslim sri lanka pada tahun 2014. Kejadian itu diawali dengan ormas BBS yang mendatangi desa-desa muslim di Sri Lanka, menerobos masuk, menggeledah, dan merusak rumah dan toko. Kejadian ini memakan korban sebanyak 4 warga muslim tewas dan puluhan orang terluka.

Kerusuhan serupa terjadi lagi pada 26 Februari 2018 di kota Ampara, dan menyebar ke distrik kandy pada tanggal 2 Maret 2018. Properti warga muslim diserang oleh oknum BBS dan beberapa umat buddha. 

Warga muslim pun membalas serangan tersebut dengan menyerang vihara-vihara buddha dan warga sinhala. Kerusuhan ini memakan korban sebanyak 2 orang meninggal dan belasan orang luka-luka baik dari pihak sinhala, warga, maupun polisi.

Dua kerusuhan ini sebenarnya disebabkan oleh masalah salah paham sepele yang seharusnya cukup diselesaikan di tingkat kepolisian. Namun karena salah paham ini terjadi antara dua pihak yang memendam sentimen dan kebencian, kerusuhan pun tidak bisa dicegah. 

BBS juga seringkali menggelar aksi demo guna menentang perusakan beberapa situs buddha yang dilakukan oleh kelompok islam ekstrem, menolak sertifikasi halal, dan menolak pendirian masjid.

Konflik anti muslim di India

Pada tahun 2021, terjadi ketegangan di daerah Tipura yang berada di timur laut India karena serangan kelompok anti-muslim terhadap masjid dan properti milik umat islam. Setelah kejadian tersebut, keamanan mulai diperketat dan pembatasan pertemuan mulai diberlakukan di daerah yang terkena dampak kerusuhan.

Narayan das, seorang pemimpin lokal bajrang dal dan kelompok hindu garis keras lainnya mengaku bahwa terdapat beberapa anak muda berada di depan masjid sedang melakukan kekerasan dan mengacungkan pedang. Namun tuduhan itu tidak dapat diverifikasi kebenarannya.

Baru-baru ini juga di Indonesia sempat heboh dengan kasus SARA yang dilakukan oleh salah satu mantan presiden Indonesia yaitu Ibu Megawati. Dimana dalam kasus ini beliau menyinggung soal tukang bakso dan papua.

Kejadian ini bermula saat Ibu Megawati sedang melakukan pidato di acara pembukaan Rapat Kerja Nasional pada 21-31 Juni 2022. Presiden Joko Widodo juga turut hadir dalam acara tersebut.

“ketika saya mau punya mantu, itu saya sudah bilang sama anak saya tiga, awas lho, kalau nyarinya yang kaya tukang bakso,” ucap Ibu Megawati sambil terkekeh, dan disambut gelak tawa oleh salah satu anaknya yang merupakan ketua DPR, ibu Puan Maharani.

“manusia Indonesia ini kenapa? Kan Bhineka Tunggal Ika ya, jadi kan harus berpadu bukan hanya dari sisi fisik dan perasaan, tapi juga dari rekayasa genetika itu lho.” Lanjut Ibu Megawati.

"Maaf ya, sekarang dari Papua ya, Papua itu kan hitam-hitam, tapi maksud saya begini, waktu permulaan saya ke Papua...

"Saya tuh mikir, lha kok aku dewekan yo (sendirian)? Makanya saya waktu bergurau dengan Pak Wempi (kemungkinan John Wempi Wetipo, Wakil Menteri Dalam Negeri), kalau sama Pak Wempi deket, nah itu dia ada, kopi susu," celetuknya.

"Itu kan benar, tapi kan sudah banyak lho sekarang yang mulai blended menjadi Indonesia banget, betul, rambutnya keriting, karena kan Papua itu pesisirannya itu banyak pendatang, sudah berbaur," urai Mega.

Video pernyataan Mega itu kemudian beredar di media sosial, termasuk dipicu oleh unggahan aktivis HAM Veronica Koman. Video ini menjadi trending topic di sosial media twitter. Banyak orang yang berpendapat bahwa pernyataan dari ibu Megawati dianggap merendahkan profesi tukang bakso dan bersikap rasis terhadap warga Papua. Banyak netizen yang tak habis pikir dengan apa yang disampaikan oleh ibu Megawati.

Menurut opini saya sendiri, seharusnya ibu megawati lebih berhati-hati lagi dalam bicara terutama menyangkut soal perbedaaan.

“ketika saya mau punya mantu, itu saya sudah bilang sama anak saya tiga, awas lho, kalau nyarinya yang kaya tukang bakso,”

Menurut saya tidak ada yang salah dengan profesi tukang bakso. Namun dilihat dari apa yang dikatakan oleh ibu megawati, beliau seakan-akan menganggap rendah profesi tersebut.

"Maaf ya, sekarang dari Papua ya, Papua itu kan hitam-hitam, tapi maksud saya begini, waktu permulaan saya ke Papua... Saya tuh mikir, lha kok aku dewekan yo (sendirian)? Makanya saya waktu bergurau dengan Pak Wempi (kemungkinan John Wempi Wetipo, Wakil Menteri Dalam Negeri), kalau sama Pak Wempi deket, nah itu dia ada, kopi susu,"

Mungkin saat mengatakan ini ibu megawati bermaksud bercanda, namun hal ini sepertinya bukan merupakan hal yang layak untuk dijadikan bahan candaan, terlebih lagi sudah menyangkut ras dan warna kulit. Apa yang salah dengan warna kulit hitam? Padahal sudah sejak dulu Indonesia memiliki perbedaan seperti ini.

"Itu kan benar, tapi kan sudah banyak lho sekarang yang mulai blended menjadi Indonesia banget, betul, rambutnya keriting, karena kan Papua itu pesisirannya itu banyak pendatang, sudah berbaur," urai Mega.

Kata “Indonesia banget” seharusnya tidak boleh diucapkan. Bukankah papua merupakan bagian dari Indonesia? apa jika mereka memiliki warna kulit yang berbeda lantas mereka bukan bagian dari Indonesia? padahal sebelumnya beliau menyebutkan semboyan bhineka tunggal ika, namun seperti tidak mengerti maksud dari semboyan tersebut hingga terucap lah kata-kata seperti itu.

Lebih sangat disayangkan lagi yang berbicara adalah mantan presiden Indonesia sendiri yang seharusnya sangat mengerti bahwa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa dan ras sehingga sangat wajar jika terdapat perbedaan warna kulit seperti itu.

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa saya ambil dari topik yang saya bahas adalah kita hidup di tengah masyarakat yang heterogen dan bersifat majemuk. Kita dengan tetangga sebelah rumah pun bisa saja memiliki perbedaan yang sangat banyak seperti asal suku, agama, ras, dan lain sebagainya. 

kita sebagai warga Indonesia yang seharusnya sudah terbiasa dengan perbedaan tersebut harus lebih bisa menghargai perbedaan antar manusia. Terlebih lagi di zaman sekarang ini tekhnologi sudah semakin canggih, kita bisa mendapatkan banyak informasi mengenai apapun yang terjadi di dunia ini. 

Namun jangan sampai kita menyalahgunakan kemudahan tekhnologi seperti menyebarkan hoax, ujaran kebencian, bahkan melakukan tindakan SARA di media sosial. Kita harus selalu berpikiran terbuka dan menerima perbedaan. Walaupun mungkin akan ada perbedaan yang tidak bisa kita setujui, setidaknya kita tidak boleh mengejek atau menghina perbedaan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Diambil kembali dari https://kknews.org/2021/07/19/memahami-konflik-muslim-uighur-di-china/

Amelia, L. (2021, 06 10). Konflik SARA di Indonesia. Diambil kembali dari kompasiana: https://www.kompasiana.com/lolaamelia/5ee318e3d541df09bd05bb24/konflik-sara-sebagai-masalah-sosial-di-indonesia

Junior, R. (2022, 04 17). Isu SARA. Diambil kembali dari retizen.republika: https://retizen.republika.co.id/posts/107644/isu-sara-menjadi-hal-yang-sensitif-di-indonesia

ramadhini, n. (t.thn.). Diambil kembali dari https://novitaramadini.blogspot.com/2020/02/tugas-8-analisis-tentang-masalah-sara.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun