"Heran, zaman udah modern masih aja pergi ke dukun!" Ambar menggerutu sendiri.
Seperti biasa pengunjung hari ini tak lebih dari sepuluh orang, Ningrum dan Ambar bersyukur atas hasil yang didapat. Malam hari, saat hendak menutup warung, tiba-tiba seorang wanita paruh baya dan seorang laki-laki tua menghampiri warung mereka. Kedua orang itu duduk di dalam dan memesan dua mangkuk bakso.
"Sudah lama buka di sini, Neng?" tanya wanita itu.
"Baru tiga bulan Bude," jawab Ambar. Ningrum yang sedang berada di dapur menggerakkan alisnya seolah bertanya pada Ambar, gadis itu hanya mengangkat bahunya, menandakan tidak tahu.
"Kok, auranya beda, ya?" tiba-tiba laki-laki itu bersuara. Ambar yang tadi hendak ke dapur untuk menghampiri Ningrum langsung menghentikan langkahnya dan kembali menengok ke arah dua orang itu.
"Maksudnya gimana, Pakde?" tanya Ambar heran.
"Tadi kami gak sengaja lewat, terus liat warung ini kok, beda makanya suami saya ajak masuk, saat masuk kami ngerasa ada aura negatif di sini," jelas wanita tersebut.
Ambar melambaikan tangannya pada Ningrum, memberi kode agar saudaranya itu mendekat. "Ada apa?" bisik Ningrum.
"Pakde sama bude ini bilang warung kita ada aura negatifnya," jelas Ambar. Ningrum bergidik mendengar ucapan Ambar.
"Warung kalian ini dikelilingi aura negatif, jadi dari luar kelihatan gelap dan sepi," tutur laki-laki itu lagi. Ambar dan Ningrum saling bertatapan dan kembali melihat kedua orang yang berada di hadapan mereka.
"Gak usah heran, kami bukan dukun, suami saya bisa merasakan aura negatif yang ada di kelilingnya," jelas wanita yang duduk di sebelah laki-laki itu.