Hendri menoleh, mendapati Ridwan tengah berlari kearahnya. Begitu tiba di hadapanya, Ridwan kembali menormalkan kembali nafasnya yang sempat terengah-tengah. "Ada apa kak? Apa ada yang tertinggal?" tanya Hendri padanya.Â
   Â
"Biar, aku beli saja semua cemilan itu. Coba kamu hitung semua, berapa jumlahnya. Setelah itu kakak akan membayarnya sesuai dengan harga perbijinya." ucap Ridwan dengan ekspresi datar.Â
   Â
Hendri menghitungnya satu persatu, walaupun ia tak pernah menginjak bangku pendidikan, ibunya sering mengajarkannya berhitung serta mengalikan bilangan sesuai harga satuannya".
  Â
Ridwan memperhatikan dengan seksama. Ia berinisiatif memborongnya bukan karena apapun, tapi ia suka cara berpikir anak seumuran kelas 3 SD itu sangat positif. "Bekerja adalah sebuah kehormatan yang mencerminkan kemuliaan".
Setelah menghitungnya, Hendri menyebutkan jumlah isi toples tersebut, lalu Ridwan membantu menghitung total harga yang akan di a bayar dengan kalkulator di ponselnya. "Semuanya, 75 ribu rupiah dek. Ini uangnya." Ridwan kembali menyerahkan beberapa lembar uang kertas ke tangan Hendri.Â
   Â
Dengan senyum yang merekah, ia menerimanya, bisa di tebak suasana harinya saat ini bagaimana. "Maaf dek, sejak tadi kita sudah mengobrol banyak, kakak belum tahu namanya siapa?" tanya Ridwan setelah meraih toples tersebut.
  Â