Â
Raut wajah anak kecil tadi berubah sendu, namun ia tak putus asa dengan satu orang yang di tawarinya. Setelah pamit pada Ridwan, ia beralih pada orang di tempat lain yang kebetulan orang itu baru selesai makan. Tetap dengan cara yang sama. "Maaf, tapi saya baru selesai makan dan perut ini sudah terlalu kenyang." tetap saja di tolak.Â
Hufft... Namanya Hendri, ia sudah kelelahan berjualan sejak pukul 07.00 pagi . Saat itu juga, terlihatlah olehnya seseorang yang akan keluar dari sana setelah membayar ke kasir. Hendri lalu berjalan ke sana dan kembali menawarkan jualannya tanpa ada kata menyerah. Namun, tetap saja belum ada yang pembelinya. Â
  Â
Hendri menatap toples di tangannya, lalu berpikir bagaimana caranya agar ibunya merasa senang dengan usahanya kali ini. "Baiklah, kali ini aku harus berjuang lebih baik lagi. Aku akan menawarkan cemilan ini pada orang-orang. Mungkin masih ada kesempatan selagi ini belum petang. Semoga saja cemilan ini habis terjual." batinnya dalam hati.
   Â
"Bismillahirrahmanirrahim." Hendri melanjutkan langkahnya setelah menutup kedua matanya sambil membaca basmalah. Â
  Â
Tiba-tiba Ridwan keluar dari Ampera itu karena telah selesai makan dan berpapasan kembali dengan Hendri si anak yang menawarkan cemilan tadi padanya.Â
   Â
Ridwan bersikap cuek, ia memilih bermain ponsel daripada memperhatikan Hendri yang keningnya sudah di penuhi keringat karena kelelahan. "Kak, bukankah kakak sudah selesai makan? Maaf saya kembali lagi, tapi apa kakak benar-benar tak tertarik dengan cemilan buatan ibuku ini?" Hendri masih tak malu menawarkan itu pada pemuda yang telah menolak membelinya.Â