Â
Ridwan mendongak, ia menatap setiap centi dari bagian tubuh anak kecil yang di hadapannya. Rasanya tak enak, jika menolak tawaran untuk kedua kalinya. Di lihatnya toples tersebut masih penuh, "Kasihan, pasti belum ada yang membeli sejak tadi."Â
   Â
Kemudian ia mengeluarkan selembar uang kertas lima puluh ribuan dari saku celananya, lalu memberikan uang itu pada Hendri. "Dek, kakak punya sedikit uang, ambillah. Ini bukan untuk membeli cemilan itu, anggap saja ini pemberian dari kakak." uang itu di masukkan kedalam saku baju di bagian dadanya.
Hendri menatap uang itu, "Ini... Aku tak bisa menerimanya, aku bukan pengemis yang meminta-minta pada setiap orang. Ini bukan berusaha namanya. Maaf kak, aku akan mengembalikan uang ini. Jika ibu tahu aku menerima uang bukan hasil dari jualan, ibuku akan marah."Â
   Â
Hendri meraih tangan Ridwan, lalu uang itu kembali di taruhnya di atas telapak tangan Ridwan.
  Â
Sementara Ridwan sendiri malah garuk-garuk kepala kebingungan. "Aneh sekali, di kasih uang secara cuma-cuma, malah nggak mau. "Dek, kenapa kamu mengembalikannya pada kakak? Kakak ikhlas kok. Nanti jika ibumu marah, bilang saja kakak yang memberikannya. Pasti beliau tak akan marah lagi."
   Â
Hendri tersenyum, "Kalau kakak ingin memberikannya, lebih baik kakak berikan pada orang yang sedang berdiri di sana." telunjuknya mengarah pada anak-anak pengemis di tepi jalan yang jaraknya tak jauh dari sana. Â