"hahahahahah, jangan berani menjangkau Tuhan. Berserah saja". Jawabnya lembut.
Lambaian Nyiur di pantai saat itu, menambah romansa senja yang sempurna. Membuat ku menangis dan tertawa.
"Lantas bagaimana dengan para perempuan-perempuan yang masih rutin sering mengirimi mu pesan singkat..? apakah mereka tidak tau tentang status hubungan kita ?"
"Mereka tau dan masih dalam posisi batas wajar, kau tenang saja".
"Tapi tak apa, toh mereka juga berteman dengan mu lebih lama sebelum kita bertemu dan sedang dalam status ini, aku hargai itu".
"lalu bagaimana denganmu dek, apakah laki-laki yang kau ungkapkan perasaanmu itu masih sering kau hubungi ?".
"hahahaha, jangan bertanya seolah aku adalah perempuan yang gampang sekali menyukai lelaki bg... hhmmm, aku sesekali mengirimkanya pesan, dan sepertinya dia pun sudah punya pacar. Jadi aku tidak punya akses lagi walau hanya sekedar basa-basi bg". Tutup ku
Percakapan sore itu sangat menghangatkan perasaanku.
Seolah hiliran angin yang terasa menusuk kulit bisa tidak terasa lagi dan seolah moment itu tidak akan bisa kurasakan lagi kelak.
Mengingat dinginnya sikap orang tuaku seakan-akan lenyap begitu saja, ketika senja itu menyelimuti. Namun tentu saja aku harus cepat sadar, karena itu hanya buaian yang tidak permanen.
Insan ini memang berbeda jenjang. Dengan tidak bermaksud menjangkarkan Tuhan, dalihan orang tuaku tetap tidak percaya akan ada masa depan yang elok untuk aku dan pacarku.