Di tengah heningnya malam, aku duduk sendirian, pikiranku terbang melayang ke negeri langit untuk meminta pengadilan cinta atas luka yang kini begitu menyesakan dada. Aku bersujud kepada-NYA dalam do'aku berharap, jika apa yang sedang aku rasakan ini merupakan cobaan dan rintangan yang membuat aku harus belajar untuk menerima kehilangan sesuatu yang teramat berharga dalam hidupku.
Dalam do'aKU, air mata ini tak mampu aku hentikan menetes deras hingga membasahi pipi dan juga bajuku. Aku menangis sejadi-jadinya sendirian dihadapan-NYA. Aku menjadi pria yang begitu cenggeng dan begitu rentan dengan kesedihan pada malam itu. Aku duduk semalaman di tempat sujudku hingga pagi hari. entah aku tertidur atau tidak, yang jelas, hingga pagi datang, aku masih berada di tempat yang sama.
Ketika pagi menjelang, aku teringat jika hari itu aku akan melaksanakan sidang skripsi. aku bergegas mandi, sholat subuh dan berpakaian rapi seperti apa yang ditugaskan oleh kampus untuk mengikuti sidang skirpsi.
Aku berangkat bersama temanku untuk datang ke kampus waktu itu guna melaksanakan sidang skripsi kelulusan. Temanku sempat bertanya, kenapa mataku merah merona seperti habis menanggis, dan aku menjawabnya, jika aku tak bisa tidur semalaman karena memikirkan sidang skripsi tersebut, padahal aku berbohong kepadanya jika aku mataku merah bukan karena begadang, namun karena air mata yang mengalir terus menerus pada malam harinya karena cinta itu.
Sampai di kampus, aku langsung menuju ruang tunggu sidang skripsi. Di sana sudah begitu ramai teman-teman yang ikut sidang sudah bersiap untuk menunggu giliran panggilan panitia sidang. Aku masuk dengan hati yang begitu gelisah dan juga sedih, gelisah karena hari ini aku harus menghadapi sidang skripsi dan sedih karena pada hari yang bersamaan aku harus ikhlas merelakan dirimu pergi tinggalkan aku untuk hidup bersama orang lain.
Aku terdiam tak seperti biasanya, tak seperti biasa dimana aku begitu anti dengan dengan suasana hening tanpa ada canda tawa di dalamnya. Namun tidak dengan hari itu, aku lebih banyak terdiam kosong seakan apa yang sedang aku alami seperti bukan aku yang mengalaminya.
Aku duduk di bangku paling belakang untuk menunggu gilaran untuk melaksanakan sidang skripsi. Sikap dianku menimbulkan pertanyaan di hati teman-temanku semuanya yang ada di ruangan tersebut, namun selalu aku jawab jika aku sedang panik untuk menghadapi sidang skripsi.
Sesekali aku aku keluar untuk ke toilet hanya sekedar melepas gundahnya hati akan kesedihan hati yang saat itu begitu pekat terasa menyelimuti ruang hati dengan luka yang begitu dalam. Aku masih saja meneteskan air mata, namun saat aku masuk ruangan kembali aku air mataku tak terlihat kembali.
Tiba juga giliranku untuk sidang skripsi yang telah aku susun selama 4 bulan berlalu. Aku masuk ke runagan sidang dan terlihat telah berada tim penguji dan juga dosen pembimbing yang siap menghajarku dengan pertanyaan.
Aku membuka lembaran skripsiku di notebook yang sudah tersedia, lalu membacanya dengan cepat tanpa berpikiran hal yang buruk. Aku berupaya untuk tenang dan fokus dengan apa yang sedang aku lakukan saat itu, walaupun berat untuk aku taklukan luka hati yang sedang menimpaku, namun aku berusaha untuk tegar jika semua akan berlalu dan tak ingin masa kuliahku berantakan dengan tidak lulus kuliah nantinya.
Selesai semua apa yang ingin aku sampaikan kepada dosen penguji dan orang yang berada di dalamnya, aku mempersilakan mereka untuk bertanya tentang skripsi yang aku susun tersebut. Alhamdulillah, mereka bertanya sesuai dengan apa yang aku tau dan aku pun tak begitu sulit untuk menjawabnya.