Kehilanganmu dalam hidupku seakan aku mati rasa, seakan aku hanya punya raga saja namun tak memiliki jiwa. Aku hampir punah dari peredaran bumi ini, ketika aku sadar jika kau memang tak lagi dapat aku temukan. aku menelponmu dan mengirimkan pesan seperti hari sebelumnya, namun jawaban selalu membisu aku dapatkan.
Hal yang paling menyesakan dada adalah dimana dalam seminggu sebelum kau memutuskan untuk meninggalkanku, hubungan kita baik-baik saja tanpa ada tanda tanya jika kau berniat untuk meninggalkan aku di saat hari dimana aku akan sidang skripsi.
Aku dan kau bicara lewat telpon seperti biasa, dan kau tertawa lepas seperti apa yang aku kenal sejak dulu. Kau bahagia, kau tertawa dan kau masih memberiku semangat seperti biasanya. Namun dua hari sebelum siding skripsiku berlangsung, aku mencoba menghubungimu, namun tak ada jawaban, pesan singkatpun kau tak balas.
Aku panik dan bertanya dengan teman di kampung untuk memastikan jika kau baik-baik saja. Dalam keadaan panik menunggu jawaban tentang kabar dirimu, pada malam harinya dimana esok harinya adalah hari sidang skripsiku, temanku memberi kabar kepadaku jika kau telah dilamar oleh seseorang yang tak aku kenal siapa dia yang telah berani mencuri perhatian darimu.
Dalam kondisi tersebut, aku belum percaya jika kau akan menerima lamaran itu. Dalam keadaan panik aku terus mencari jawaban yang pasti tentang kebenaran informasi tersebut. Aku berusaha untuk bisa tenang agar tidak mempengaruhi sidang skripsiku esok harinya.
Namun aku tak bisa tenang, semalaman suntuk aku tak bisa tidur, aku tak mampu tenang juga. Pada akhirnya aku menelpon adikku agar aku mengerti dan memahami jika hal itu memang benar-benar terjadi.
Aku menelpon adikku yang berada di kampung untuk mengetahui kebenaran itu tentang kau yang begitu cepat berubah rasa dariku ke orang lain. Setelah aku menelpon, jika informasi tersebut memang benar adanya, dimana kau akan menikah dalam waktu yang singkat, dalam waktu yang bersamaan di hari sidang skripsiku.
Sepertinya kisahku ini telah diatur saja dan seperti sebuah sinetron saja kejadian itu terjadi dalam hidupku. Namun kenyataannya memang seperti itu adanya. Mendengar penjelasan dari adikku tersebut, aku seakan tak mampu berbicara lagi, jika kau memang tega berbuat seperti itu kepadaku yang begitu inginkan bahagia hidup bersamamu setelah aku menyelesaikan pendidikanku ini.
Aku masih teringat dimana kau selalu berkata jika aku harus menyelesaikan pendidikanku hingga sarjana dan kau tak akan mengecewakanku dengan setia yang kau titipkan dalam hatiku. Aku mempercayai ucapanmu, aku semangat karena tak ada tujuan lagi dalam hidupku selain kau yang bisa memberiku arti yang sesungguhnya.
Kau selalu berkata jika kau akan setia dalam penantian, dan kau selalu bilang jika aku adalah orang yang selalu kau tunggu kehadirannya dalam hidupmu, namun ucapanmu itu menghilang begitu saja bak ditelan waktu dalam dusta yang begitu menyakitkan.
Malam itu aku tak mampu tenang dan tak mampu memejamkan mata. walaupun esok harinya aku harus bangun pagi untuk mengikuti sidang skripsi, namun tetap saja rasa kecewa yang aku rasakan saat itu mengalahkan segalanya. aku seakan hidup di negeri mimpi, dimana saat yang bersamaan, aku dihadapkan dengan masalah yang sulit.