Mohon tunggu...
Chelsa LathifaAnnada
Chelsa LathifaAnnada Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Book Review "Hukum Perkawinan Islam Indonesia"

25 Februari 2024   00:05 Diperbarui: 25 Februari 2024   18:57 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pasca dibubarkannya VOC oleh pemerintahan Hindia Belanda, dinamika hukum perkawinan mengalami perubahan. Pemerintah kolonial Belanda membuat beberapa aturan dan ketentuan terkait dengan hukum perkawinan;

  • Warga negara Indonesia asli berlaku hukum adat
  • Warga negara Indonesia asli yang muslim berlaku hukum perkawinan Islam
  • Warga negara Indonesia asli beragama Kristen berlaku Ordonansi Perkawinan Kristen (HOCI)
  • Warga Negara keturunan Eropa dan China berlaku Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
  • Perkawinan campuran diberlakukan peraturan perkawinan campuran (Staatsblad 1898 No. 158) atau GHR.

Setelah Indonesia merdeka, dinamika hukum perkawinan lebih mendapat perhatian serius dari pemerintah. Pada tahun 1946 pemerintah mengeluarkan peraturan perkawinan yaitu ketetapan Undang-Undang No. 22 tahun 1946 perihal pencatatan nikah, talak dan rujuk yang diberlakukan di wilayah Jawa dan Madura, kemudian lahir Undang-Undang No. 32 tahun 1954 yang menegaskan pemberlakuan UU No. 22 tahun 1946 secara nasional.

Pemerintahan Orde Lama telah menggagas RUU perkawinan nasional yaitu tepat di tahun 1950, namun karena Front Wanita dalam Parlemen kurang menyetujuinya dan mengundang banyak perdebatan hingga tahun 1965 saat Orde Lama berakhir RUU perkawinan belum juga terbentuk.

Pemerintahan Orde Baru pada tahun 1973 melalui Menteri Kehakiman sebagai perwakilan dari pemerintah mengajukan RUU perkawinan ke DPR. Awalnya RUU tersebut menuai banyak kecaman, namun melalui perjuangan keras dan revisi hingga tidak bertentangan dengan hukum Islam, akhirnya pada tanggal 2 Januari 1974 RUU Perkawinan disahkan menjadi undang-undang.

Perkembangan UU perkawinan hingga era Reformasi sangat dinamis, masyarakat terlibat dalam menilai implementasi UU perkawinan tersebut di tengah kehidupan masyarakat. Hingga muncul uji materi ke Mahkamah Konstitusi atas berubahnya 43 ayat (2) sebagi konskuensi dikabulkannya permohonan uji materi pasal tersebut oleh pemohon atas nama Hj. Aisyah Mochtar atau Macicha Mokhtar. Walaupun perubahan atas pasal tersebut disambut pro dan kontra terkait legalitas hubungan hukum anak yang lahir di luar perwainan yang sah. Atas kenyataan tersebut, tidak menutup adanya revisi atas UU perkawinan yang dinilai oleh masyarakat sudah tidak sesuai dengan rasa keadilan.

ASAS-ASAS DALAM HUKUM PERKAWINAN ISLAM DI INDONESIA

Hukum perkawinan Islam di Indonesia dirumuskan melalui sejarah yang cukup panjang dan dinamis serta diwarnai dengan perdebatan dan perbedaan pendapat dari beberapa kalangan terhadap beberapa aspek. Di antara aspek-aspek tersebut adalah tentang poligami, perceraian dan usia minimal menikah. Dalam hal ini kemudian ditetapkan bahwa ada asas-asas yang melandasi hukum perkawinan Islam di Indonesia dan asas-asas tersebut adalah:

  • Asas membentuk keluarga yang kekal
  • Asas kedewasaan
  • Asas mempersulit adanya perceraian
  • Asas bahwa perkawinan harus dicatatkan
  • Asas kesukarelaan
  • Asas kebebasan memilih pasangan.

Asas-asas yang ada dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia jelas memiliki alasan dan tujuan masing-masing. Dari kerangka perspekstif jender asas-asas hukum perkawinan Islam di Indonesia bisa dikatakan cukup responsif. Sebagai contoh adalah asas mempersulit perceraian dilandaskan semangat untuk dapat mereduksi tingkat perceraian sekaligus mengatur supaya perceraian dapat diatasi oleh negara dan pada akhirnya tidak merugikan siapapun termasuk perempuan dan anak-anak.

Dengan ini, kesimpulan akhir yang perlu ditegaskan bahwa pentingnya selalu meletakkan asas-asas ini sebagai landasan dan prinsip utama yang harus dipegang dalam pelaksanaan dan implementasi berbagai aturan dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia. Sebagai contoh karena asas hukum perkawinan Islam di Indonesia adalah monogami maka hendaknya poligami benar-benar diletakkan sebagaimana mestinya, yaitu jalan keluar darurat ketika memang sangat dibutuhkan dan tetap diawasi serta diatur oleh negara.

Diharapkan semangat yang diusung oleh berbagai pihak yang terkait dengan implementasi hukum perkawinan Islam di Indonesia adalah semangat monogami, bukan poligami.

PEMINANGAN, SYARAT, HALANGAN DAN AKIBAT HUKUM

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun