Dalam situasi Covid-19 yang sudah berlangsung lebih dari 7 bulan sepanjang tahun 2020, jumlah  tenaga kerja formal maupun informal yang mengalami PHK lebih dari 3,5 juta.
Belum lagi dihitung  mereka yang masuk angkatan kerja belum mendapat kerja ada sekitar 7 juta lebih,  tentu akan semakin memperberat beban ekonomi masyarakat.
Dampak ikutannya adalah menurunnya kemampuan membayar iuran pemberi kerja selama masa covid-19 ini,  kecuali perusahaan besar tambang, di wilayah Indonesia Timur, dan fisherman di laut lepas dengan kapal-kapal penangkap ikan  yang dimiliki oleh pengusaha kapal dan menguasai usaha bisnis ikan yang di export.
Kebijakan pemerintah melalui Satgas Covid-19 dalam bentuk keharusan menerapkan  Protokol Kesehatan di Industri-industri, juga berakibat menurunnya produksi di perusahaan industri, karena harus mengurangi kepadatan pekerjanya sampai 50%.
Disisi lain, adanya relaksasi pembayaran iuran BP Jamsostek kepada perusahaan yang  sangat signifikan sampai 90%.  Sehingga berimplikasi menurunnya pendapat iuran DJS (Dana Jaminan Sosial). Kita menyadari iuran DJS merupakan darah pembawa oksigen untuk kelangsungan hidup BP Jamsostek.
Belum lagi tergerusnya dana JHT yang diambil pekerja yang mengalami PHK, merupakan sumber dana yang diburu pekerja untuk memenuhi kebutuhan dapur yang harus tetap berasap.
Kondisi terinfeksi (_positivity rate_) Covid-19 kita saat ini memang cenderung menurun, tetapi masih belum stabil. Angka terinfeksi virus corona, setiap hari masih  sekitar 3700 s/d 4000 kasus perhari, bahkan belakangan ini mereka yang terinfeksi dan sembuh sudah lebih besar dari yang terinfeksi setiap harinya. angka kematian sudah mulai menurun dibawah 100 orang perhari, mudah-mudahan bisa dibawah 3%  per hari.
Bagaimana dengan perekonomian kita?
Di triwulan II, ekonomi kita pertumbuhannya minus 5%, dan triwulan III sekitar minus 2%. Â Secara teori sudah masuk dalam krisis eknomi, karena dua triwulan berturut-turut pertumbuhan ekonomi minus.
Untuk menyanggah ekonomi yang melorot itu, salah satu strategi pemerintah adalah memberikan BLT untuk pekerja supaya tidak semakin melorot kemampuan daya belinya, dengan memberikan Rp. 600 ribu/bulan untuk 4 bulan ( total Rp. 2,4 juta sampai dengan Desember 2020). Â Tapi itupun ada masalah, Â sekitar 1,5 juta pekerja penerima BLT gaji, dari direncanakan sebanyak lebih 15 juta pekerja datanya tidak valid, dengan berbagai sebab, antara lain bergaji diatas Rp, 5 juta/bulan, dan menunggak iuran sampai dengan Juni 2020.
Lokomotif BP Jamsostek saat ini sedang dalam jalan yang perlahan karena pergantian Dewas dan Direksi BPJS Ketenagakerjaan yang berakhir Februari 2021. Sebagai masinis  lokomotif BP Jamsostek , sebagian besar mereka ikut seleksi, berharap dapat jadi lokomotif lagi periode kedua.
Beban tugas BP Jamsostek kedepan
Pada bulan Februari 2021 mendatang sudah dipastikan akan ada Dewas dan Direksi BP Jamsostek yang baru. Bisa jadi ada wajah lama dan wajah baru, atau semuanya wajah baru, tergantung Pansel dan Keputusan Presiden.
Yang pasti, adanya jajaran direksi baru,  masih memerlukan orientasi tugas, dan memadukan sinergitas antara _Board Of Director (BOD)_  , dengan  para Deputi dan Asisten Deputi sebagai operator dan implementator BP Jamsostek.
Lantas adanya UU Cipta Kerja, terkait dengan Program Jaminan Sosial BP Jamsostek  yang programnya bertambah menjadi 5 program yaitu : Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKm), Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Pensiun (JP) dan yang bertambah Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP).
Menurut UU Cipta Kerja, manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) ada 3 jenis yaitu: dalam bentuk uang tunai; akses informasi lapangan pekerjaan dan mengikuti pelatihan kerja.
Adapun uang tunai yang diberikan, paling banyak 6 bulan upah. Berarti JKP diberikan untuk jangka waktu 6 bulan. Jika lebih dari 6 bulan, masih merupakan persoalan yang harus dicarikan jalan keluarnya dalam aturan pelaksanaannya.
Lantas dari mana uang untuk bayar JKP itu?. UU Cipta kerja sudah menggariskan bahwa sumbernya adalah dari Dana Jaminan Sosial. Didapat untuk tahap awal dari pemerintah, dan juga dari rekomposisi iuran dan atau dari dana operasional.
Modal awal dari Pemerintah sudah ditetapkan, paling sedikit Rp. 6 triliun dari APBN, apakah akan diberikan sekaligus satu tahun anggaran atau bertahap belum diatur.
Hal-hal yang belum jelas dan memerlukan pengaturan teknisnya, akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Jadi PP itu sudah harus dapat menjawab dan menyelesaikan hal-hal yang bersifat teknis operasional, supaya langsung dapat diimplementasikan.
BP Jamsostek juga harus sudah mengantisipasi kedepan, jika mendapatkan penugasan dari pemerintah terkait dengan pesangon pekerja.
Kita mengetahui bersama, pasal yang membuat marah pekerja adalah dikurangi nya besaran pesangon dari 32 kali gaji/upah, menjadi 25 kali gaji/upah. Dengan komposisi 19 kali gaji dari pemberi kerja dan 6 kali gaji/upah dari pemerintah pusat. Boleh jadi pelaksanaannya dibebankan pada BP Jamsostek.
Jaminan Sosial dan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi meningkat jika ada investasi yang bersifat produktif, untuk itu  diperlukan dana, dengan bantuan kredit pemerintah. Jika akses dana untuk  pelaku usaha cekak, susah dapat kredit dari pemerintah, maka investasi menurun, akibatnya tenaga kerja berkurang, gilirannya iuran BP Jamsostek juga akan menurun
Jika investasi membaik, pertumbuhan ekonomi meningkat 7 sampai 8%, maka usaha kecil, menengah dan besar tumbuh berkembang, gilirannya  terjadi perbaikan upah dan ketertiban / disiplin perusahaan untuk membayarkan iuran.
Jadi pertumbuhan ekonomi dengan jaminan sosial itu ibarat bejana berhubungan, yang saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Jika pertumbuhan ekonomi meningkat, maka DJS BP Jamsostek  jangka panjang khususnya  JHT dan JP, akumulasinya  menjadi lebih  besar , sehingga bisa digunakan sebagai investasi pruden untuk mendorong penguatan dana pemerintah  untuk didistribusikan dalam upaya penguatan ekonomi. Begitulah siklus hubungan bejana berhubungan dimaksud antara jaminan sosial dengan ekonomi.
Demikian juga sebaliknya, jika pemulihan ekonomi tidak bisa dilakukan oleh pemerintah karena berbagai sebab ( adanya pandemi Covid-19) Â maka akan berdampak pada keberlanjutan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Memang kebijakan relaksasi iuran, bisa salah satu cara memperbaiki iklim pertumbuhan dunia usaha, tetapi bisa memperlemah lembaga BP Jamsostek, karena iuran sebagai darah pembawa oksigen, akan mengalami hypoxia.
Secara spesifik, implikasi bagi BP Jamsostek kedepan adalah;  menurunya dana operasional yang diperoleh; pendapat dana Badan akan terancam, akibatnya  insentif bagi karyawan terganggu bahkan bisa tersendat, atau berkurang tajam; dan jika regulasi JHT tidak diperbaiki, maka akan terjadi bleeding BP Jamsostek , yang dapat mengancam nyawa organ BP Jamsostek.
Peran Serikat Pekerja BP Jamsostek
Dalam situasi eksisting BP Jamsostek saat ini, Â maka peran Dewas dan Direksi BP Jamsostek dan juga para Deputinya tidak bisa diharapkan secara maksimal. Karena mereka sedang sibuk mengikuti seleksi Pansel BP Jamsostek yang snagat melelahkan dan menguras energy serta pikiran, supaya dapat lolos untuk namanya dibawa ke Presiden sebanyak 2 kali yang diperlukan. Untuk Dewan ditetapkan DPR dari 2 kali jumlah nama yang diusulkan.
Bayangkan jika sudah sampai ke Istana apalagi DPR, Â bukan saja pertimpangan kompetensi, tetapi pertimbangan kepentingan politik tidak bisa dihindarkan.
Oleh karena itu Serikat Pekerja BP jamsostek, yang sudah puluhan tahun eksis sebagai organisasi independen dan telah melahirkan banyak pemimpin di BP Jamsostek, punya tanggung jawab moral untuk melakukan langkah-langkah strategis dan taktis , untuk keberlangsungan BP Jamsostek, dengan tantangan dan tugas berat yang diuraikan diatas,  antara lain: terkait Organ  BP Jamsostek , SP BP Jamsostek menyuarakan dan menyampaikan kepada Pansel dan Presiden, agar ada quota, Direksi yang terpilih sekurang-kurangnya 50% dari internal BP Jamsostek yang terbaik dari yang ikut seleksi Pansel.
Demikian juga, Dewas dari unsur pemberi kerja dan perwakilan pekerja, unsur  masyarakat dan unsur pemerintah, benar-benar profesional dalam melakukan pengawasan terhadap Board Of Director (BOD). Profesional dimaksud berorientasi  pada  standar pengawasan yang baku, tidak berdasarkan like or dislike, dan pertimbgan lain yang bias, dan ambigu.
SP BP Jamsostek juga menggerakkan anggotanya untuk membangun kesadaran pentingnya menjaga keberlangsungan lembaga BP Jamsostek, oleh karena  itu  harus ikut mengawal dan mengontrol BOD agar terhindar dari karakter/tabiat aji mumpung, , tidak ada inovasi, dan senang di comfort zone, zero integritas, dan ABS
SP punya tanggung jawab moral, dan melakukan gerakan moral, karena independen, dan BP Jamsostek sebagai  "Rumah Kita", sedangkan pihak lain punya banyak rumah, SP hanya punya satu rumah,karena itu jangan banyak yang bocor atapnya.
Oleh karena itu. menyamakan persepsi antara BOD dengan SP, dalam melihat tantangan kedepan, dan kondisi eksisting saat ini merupakan suatu keniscayaan, kalau ingin BP jamsostek berdiri kokoh.
Bentuk lain yang dapat dilakukan oleh SP, mendukung berbagai program strategis  BP Jamsostek yang bersifat mengatasi masalah, tapi juga mampu mengkritis jika berbagai strategi programnya counter productive , dan melemahkan BP jamsostek.
SP BP Jamsostek merupakan dapur untuk melahirkan pemimpin yang militan membawa BP Jamsostek menghadapi tantangan global, maka proses  pelatihan kepemimpinan, ketrampilan , pengorganisasian,  menjadi tugas pokok, dengan demikian  mereka-mereka yang berkiprah di SP itu, punya pengalaman komprehensif dalam melaksanakan keberlanjutan BP jamsostek
Jangan sebaliknya, para pimpinan SP itu, menjadikan Organisasi SP sebagai tangga emas untuk meraih posisi, mencapai ambisi pribadi dengan mengorbankan organisasi. Jika itu yang terjadi tamatlah Serikat Pekerja. Cibubur, 1 Nopember 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H