Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kampanye dan Kebohongan Publik

27 Maret 2019   23:22 Diperbarui: 28 Maret 2019   09:12 632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi kampanye haruslah membangun pola berpikir positif thinking, dengan menyampaikan gagasan-gagasan pemikiran peserta Pemilu. Dengan penuh kesadaran, dan berkelanjutan, dalam rangka mencapai cita-cita yang tertuang dalam visi dan misi dan program yang disampaikan.

Jadi suatu kampanye Pemilu, para kontestan mengedepankan keinginan, tekad, dan komitmen untuk melakukan sesuatu, atau tidak melakukan sesuatu dalam rangka mencapai suatu cita-cita untuk membangun bangsa. Komitmen itu tentu bergerak dari kondisi eksisting saat ini yang harus diperbaiki, diteruskan, atau diganti karena tidak sesuai dengan kemauan dan keinginan rakyat banyak.

Kampanye itu ada batas waktunya. Jadi harus dilakukan secara efektif dan efisien. Hindarilah suatu kampanye dengan menghabiskan energi untuk melawan hoaks yang tidak jelas ujungnya dan tidak jelas sumbernya. Serahkan persoalan itu kepada pihak kepolisian, sudah ada UU untuk mengatasi hoaks tersebut.

Oleh karena itu, dalam kampanye terbuka masing-masing Paslon 01, dan 02 yang berlangsung saat ini, harus menghindari 2 hal utama yaitu terkait merespon hoaks secara ber kelebihan, dan melakukan kebohongan publik.

Jadi dalam suatu kampanye para paslon jangan terjebak dalam perangkap hoaks yang memang dilakukan oleh mereka-mereka penyebar hoaks, dan juga yang tidak kalah penting adalah jangan pula kampanye para Paslon menyebarkan kebohongan publik.

Bagi Petahana, mengatasi serangan hoaks sebenarnya tidaklah begitu sulit, jika terbangun komunikasi dua arah, antara konstituen dengan Petahana. Komunikasi dimaksud adalah yang terbuka, transparan, jujur, faktual, dan dapat dirasakan apa yang dikatakan. Hoaks tidak akan mendapatkan tempat, walau di kolong tempat tidur sekalipun, jika rakyat tidak percaya. Kata kuncinya adalah trust

Kepercayaan atau trust adalah harapan positif terhadap orang lain yang diyakini mereka tidak akan melakukan tindakan untuk mencari keuntungan semata (Robbin, 2003). Trust terbentuk karena adanya hubungan antara trustee dan trustor. Dimana trustor adalah pihak yang dipercaya ( para Paslon), sementara trustee adalah pihak yang memutuskan untuk percaya ( rakyat) kepada trustor (Blbaum, 2016).

Rousseau, Sitkin, Burt, dan Camerer (1998) menekankan trust merupakan suatu hal yang penting karena merupakan suatu kondisi psikologis yang mendasari tindakan atau perilaku tertentu. Pentingnya kepercayaan tersebut disampaikan pula oleh para ahli diantaranya Utami (2016) yang menekankan trust menjadi dasar dari jalinan interpersonal dalam persahabatan saat mengalami suatu masalah. 

Selain pada hubungan interpersonal, di dalam organisasi trust dapat sangat bermakna terutama pada saat keadaan genting dan berisiko seperti turnover, stress, burnout, serta rendahnya komitmen anggota dalam organisasi (Bligh, 2017).

Bagi Petahana, dengan memiliki aksesibilitas yang luas, dan modal sosial yang besar, serta dukungan birokrasi yang menyebar sampai ke level terbawah, seharusnya kampanye ini hanya sebagai upaya penguatan, dan membangun komitmen ulang atas apa yang sudah dilakukan, dan pengakuan terbuka apa yang belum dapat dilakukan, dengan berbagai kendala yang dapat diterima rakyat. 

Persoalan menjadi rumit dan mengganggu trust, jika berbeda yang dilakukan dengan yang dijanjikan, dan lebih banyak janji yang tidak dapat dipenuhi. Itu semua ada jejak digitalnya, dan masuk dalam memory rakyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun