Ini kedua kalinya, terjadi secara beruntun, sektor ganda putra menguasai pentas All England. "Back-to-back all Indonesian Men's double final" yang membuat tradisi juara Indonesia sejak 2016 bisa tetap dipertahankan.
Sejak Praveen Jordan/Debby Susanto pada 2016, The Minions pada 2017 dan 2018, Hendra/Ahsan setahun berselang, disusul Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti tahun 2020, hingga Bagas/Fikri tahun lalu, Indonesia bisa pulang dengan satu gelar.
Sejarah baru Korea Selatan
Tentu tidak disangka-sangka, sektor ganda putri dikuasai Korea Selatan. China dan Jepang yang menempatkan wakil-wakilnya dalam daftar unggulan teratas justru kalah bersaing.
Pertemuan Kim So Yeong/Kong Hee Yong versus Baek Ha Na/Lee So Hee di laga pemungkas kali ini bisa dibilang menandai era kebangkitan ganda putri Negeri Ginseng.
Sebelumnya, "all Korean final" ganda putri All England terjadi nyaris tiga dekade silam, tepatnya pada 1994.
Kim/Kong yang menjadi unggulan keenam akhirnya keluar sebagai juara dengan kemenangan telak straight set, 21-5 dan 21-12.
Rupanya, Baek/Lee tampil antiklimaks, tidak seperti saat menghentikan ganda putri terbaik Indonesia yang dijagokan di tempat kedelapan, Apriyani Rahayu/Siti Fadia Silva Ramadhanti di babak delapan besar.
Sementara penampilan sang juara begitu konsisten. Pasangan senior ini bermain apik sejak pertandingan pertama, berlanjut dengan membungkam unggulan teratas dari China, Chen Qing Chen/Jia Yi Fan di babak delapan besar, hingga menggapai klimaks dengan kemenangan relatif mudah menghadapi kompatriot yang justru telah memberi mereka dua kekalahan sebelumnya.
Korea Selatan menambah satu gelar lagi dari tunggal putri. Kemenangan An Se Young atas Chen Yu Fei malah menorehkan sejarah tersendiri.
An Se Young menjadi tunggal putri Korea Selatan pertama yang menjuarai All England sejak era Superseries. Ia menjadi yang pertama dari Korea Selatan yang berjaya di podium juara All England sejak Bang Soo Hyun pada 1996 silam.