Tim yang disebutkan pertama sedang berada di jalur positif. Itu ditandai dengan gelar juara Carabao Cup atau Piala Liga Inggris yang belum lama mengisi lemari prestasi mereka setelah menanti cukup lama.
Yang terjadi pada United adalah sesuatu yang tengah menjadi pekerjaan rumah berat bagi The Reds sejak awal musim.
Ternyata prediksi itu sepenuhnya keliru. Liverpool justru menunjukkan sesuatu yang berbeda dan tidak disangka-sangka.
Stadion Anfield, Minggu (5/3/2023) malam WIB menjadi panggung tuan rumah menggasak Setan Merah dengan skor sangat mencolok: tujuh gol tanpa balas. Hari terbaik yang akan selalu dikenang selamanya.
Kemenangan itu terlihat sebagai anomali di tengah penampilan United yang terus membaik. Tidak seperti saat United dipecundangi Liverpool 4-0 pada April lalu.
Saat itu, Ralf Rangnick yang menjabat sebagai manajer sementara sampai berujar, "mereka enam tahun di depan kami."
Kemenangan telak di pekan ke-26 Liga Premier Inggris ini membuat euforia para penggemarnya meledak, sampai-sampai ikut turun ke lapangan merayakan bersama para pemain.
Sebaliknya, United seakan membuka lagi kenangan buruk yang sudah terkubur sejak hampir satu abad silam.
Terakhir kali tim asal Manchester ini menderita kekalahan kompetitif dengan skor serupa saat dibekuk Wolverhampton Wanderers pada Desember 1931, setelah sebelumnya saat menghadapi Aston Villa pada Desember 1940, dan Blackburn Rovers pada April 1926.
Ada apa dengan United?
Demikian pertanyaan terbesar yang mengemuka di balik kekalahan memalukan itu. Statistik pertandingan keseluruhan memang tidak berpihak pada United.
Tim tamu hanya mampu melepaskan empat "shots on target" dari delapan percobaan di tengah dominasi Liverpool yang mencatatkan penguasaan bola 60 persen.
Jumlah peluang United nyaris separuh lebih sedikit dari tuan rumah yang mencatatkan delapan tendangan tepat sasaran dari 18 upaya dengan nyaris 100 persen berujung gol.
Setali tiga uang, rapor pemain United pun tak satu pun yang benar-benar menonjol. David De Gea hanya sekali menggagalkan upaya berarti dari tim tamu.
Diego Dalot, Lisandro Martinez, Raphael Varane, dan Luke Shaw malah menjadi bulan-bulanan pemain lawan. Dalot bertanggung jawab atas gol pertama Liverpool. Varane menunjukkan penampilan terburuknya musim ini.
Lisandro dan Luke Shaw sesungguhnya bagus di babak pertama. Namun, performa mereka menurun setelah jeda. Kemerosotan itu ikut menjadi bagian dari kehancuran United di paruh kedua.
Casemiro, Fred, dan apa lagi Bruno Fernandes tak bisa berbuat banyak. Casemiro malah terlihat ceroboh, rekan senegaranya memang energik seperti biasanya tetapi justru terlalu asyik menyerang sehingga meninggalkan ruang di lini tengah.
Bruno? Mengawali pertandingan dengan bermain di posisi yang tidak semestinya. Kemudian justru terlihat memprihatinkan dan menjadi sasaran tembak dari para penggemar yang kecewa.
Antony sedikit berdampak dengan ujian yang diberikan kepada kiper senior Brasil, Alisson Becker, namun beberapa kali umpan-umpan silang mengerikan yang dilepaskan tak bisa disambut Marcus Rashford atau Wout Weghorst.
Rashford yang tampil baik belakangan ini malah kehilangan taji di lag aini. Demikian halnya Wout yang berperan sebagai nomor 10 tetapi tidak mampu memberikan dampak signifikan.
Setelah malapetaka menerjang, para pemain pengganti seperti Scott McTominay, Alejandro Garnacho, Tyrell Malacia, hingga Marcel Sabitzer tidak mampu mengangkat timnya dari jurang keterpurukan.
"Babak kedua benar-benar memalukan," kritik mantan kapten Manchester United Gary Neville di Sky Sports melansir bbc.com.
Kembalinya Liverpool
Bertolak belakang dengan keluhan Neville, mantan gelandang The Reds, Graeme Souness mengungkapkan pengakuan berbeda.
"Di babak kedua, itu adalah masa lalu Liverpool. Mereka yang pertama dalam segalanya."
Ya, Liverpool sungguh mematikan di babak kedua. Setelah Cody Gakpo memecah kebuntuan di menit ke-43. Darwin Nunez dengan golnya di menit ke-47 menandai babak kedua Si Merah yang begitu mengerikan. Enam gol dalam 45 menit yang sungguh memukau.
Cody dan Nunez tak kalah garang dengan senior mereka Mohamed Salah. Ketiganya masing-masing mencetak sepasang gol. Pesta kemenangan Liverpool kemudian ditutup Roberto Firmino, dua menit sebelum waktu normal usai.
Pemandangan ini mengingatkan semua orang pada Liverpool sebelumnya. Tim yang penampilan terbaiknya begitu dirindukan. Racikan maut Jurgen Klopp yang menghibur dan menjadi momok bagi setiap lawan.
Dengan tanpa mengurangi peran para pemain lain, beberapa nama pemain ini patut digarisbawahi.
Pertama, Mohamed Salah. Pemain sarat pengalaman yang kembali menyihir Anfield. Gol ketiga ke gawang United tercipta dengan atraksinya mengecoh pemain belakang lawan.
Satu gol lagi yang ia ciptakan di menit ke-83 menempatkannya sebagai pemain Liverpool yang paling banyak menggetarkan gawang Manchester United. Sebanyak 12 gol sudah ia gelontorkan ke gawang The Red Devils.
Di samping itu, dengan 129 gol di Liga Premier saat ini, Salah pun menyalip catatan legenda klub Robbie Fowler sebagai pencetak gol terbanyak di pentas domestik dari klub yang melekat dengan slogan "You'll Never Walk Alone" itu.
Setelah kehilangan tandem terbaiknya, Sadio Mane, Salah tetap berdampak. Ia masih konsisten memberikan andil sejak hari pertama tiba di kota pelabuhan dari Roma pada Juni 2017 silam.
Kedua, sinar para pendatang baru mulai terlihat. Terutama duo di lini depan, Nunez dan Gakpo.
Para pemain mud aitu berlomba-lomba mengukir brace seperti Salah. Isyarat rantai regenerasi di lini depan mulai terlibat.
Setelah berakhirnya era Salah, Mane, dan Roberto Firmino yang membentuk salah satu trisula paling kuat di dunia, angin perubahan yang sudah bertiup sejak Mane hengkang dan Firmino mengumumkan akan meninggalkan klub akhir musim ini, telah memberikan harapan baru.
Datangnya Gakpo dari PSV Eindhoven di bursa transfer musim dingin awal tahun ini sungguh membuat United gigit jari. Pemain itu sesungguhnya juga diburu oleh manajer United Erik ten Hag sebelum ditelikung Liverpool.
Gakpo dengan tenang menuntaskan umpan Andrew Robertson untuk memecah kebuntuan dari permainan ketat selama 43 menit pertama.
Ia kemudian menciptakan gol ketiga bagi timnya dengan gerakan halus untuk menuntaskan aksi brilian Salah.
Sementar Nunez menuntaskan umpan silang Harvey Elliot lalu mencetak gol dengan sundulan menyambut umpan Jordan Henderson untuk gol kelima timnya.
Memang bisa jadi kolaborasi Gakpo dan Nunez masih terlalu awal diprediksi bakal menyaingi para pendahulu. Namun, kedua pemain itu sudah menunjukkan sesuatu yang belakangan ini dicari yakni visi bermain, variasi, dan fleksibilitas.
"Lebih muda, lebih cepat, dan lebih kuat. Gakpo adalah 2.0 baru dari Bobby Firmino. Hal terbaik yang saya sukai adalah selalu ada salah satu dari mereka di tengah gawang. Mereka seperti anak panah terbang," puji striker Birmingham Troy Deeney.
Mereka bisa berkontribusi bagi tim untuk terus memberikan tekanan kepada Tottenham Hotspur dan Newcastle United dalam perebutan tempat empat besar.
Liverpool kini mengumpulkan 42 poin dari 25 laga, hanya berjarak tiga poin di belakang Spurs yang memiliki satu laga lebih banyak.
Tim-tim di atasnya kini mulai serius memandang Liverpool sebagai ancaman. Seperti yang ingin Klopp tunjukkan.
"Itu adalah dorongan yang kami inginkan. Itu menempatkan kami di arah yang benar. Setiap orang harus tahu bahwa kami masih ada."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H