Menggunakan baterai Lithium Polymer, bisa mengudara selama 2 jam untuk melakukan pemetaan area hingga 2000 hektar.
Menariknya, pengoperasiannya bisa dilakukan secara autonomous dengan radius hingga 30 km.
Memang, baik spraying drone dan mapping drone belum sepenuhnya dilepas ke pasaran dan digunakan secara masif di Tanah Air.
Di satu sisi, sebagaimana Rake Silverian terangkan, masih banyak petani yang belum melek teknologi. Dari 34 juta petani di Indonesia, sebagian besar masih mengandalkan sistem pertanian tradisional.
Di sisi lain, untuk memilikinya harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit yakni mencapai ratusan juta rupiah.
Hanya saja, Rake menganjurkan agar lebih mudah dijangkau, kepemilikannya bisa dilakukan menurut kelompok tani atau organisasi tertentu sebagaimana yang dilakukan pada sejumlah demplot atau percontohan di beberapa provinsi di Tanah Air.
Kehadiran teknologi ini sesungguhnya bisa membantu kerja para petani. Mulai dari penyemprotan pupuk atau pestisida secara efektif dan efisien, hingga pemetaan cuaca, tanah, hingga hama dengan hasil data yang sungguh presisi.
Menghadapi hama belalang yang sempat menghebohkan dunia pertanian Indonesia beberapa waktu lalu, mapping drone bisa ikut membantu untuk melakukan pemetaan jenis hama, fase pertumbuhan, dan data-data lain yang sangat penting untuk melakukan aksi penanggulangan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H