Ketiga, pergantian pemain. Rio Ferdinand memuji kecerdasan Ancelotti dalam hal ini. Keputusan Don Carlo memasukan Rodrygo di menit ke-68 menggantikan Toni Kross terbukti efektif. Ini salah satu contoh, tetapi bukan satu-satunya.
Nama besar
Keempat, faktor lain yang tak bisa kita elakkan adalah nama besar. City sudah diakui sebagai penguasa Liga Primer Inggris. Tetapi mereka belum menunjukkan tajinya di pentas Eropa.
City memiliki lima gelar Liga Primer Inggris dan butuh empat kemenangan lagi untuk meraih yang keenam. Namun sejak, diambil alih konsorsium Abu Dhabi pada 2008, wajah City sungguh berubah di kancah domestik, tetapi tidak di Eropa.
Belum ada trofi "Si Kuping Lebar" yang mengisi lemari prestasi City. Kesempatan emas untuk naik level musim lalu ternyata kandas di tangan Chelsea. Kekalahan 0-1 di Porto membuat City masih harus berpuasa gelar Eropa. Masa puasa itu ternyata masih berlanjut.
Tidak demikian dengan Madrid. Mereka akan menjemput gelar ke-14 sekaligus berusaha menjauh dari Liverpool yang mengincar gelar ketujuh.
Ancelotti, menukil bbc.com, mengakui masa lalu dan nama besar itu sungguh berpengaruh. Ia seperti energi tersendiri yang memompa semangat para pemain yang sepertinya ingin menyerah.
"Sejarah klub ini membantu kami untuk terus berjalan ketika sepertinya kami sudah tersisih."
Sejarah baru Ancelotti
Madrid yang terus berpelukan dengan sejarah kejayaan, begitu juga Ancelotti. Setelah periode pertamanya yang ditandai dengan "La Decima" alias gelar ke-10 Liga Champions, kini Ancelotti siap memberi Madrid gelar ke-14.
Pekan lalu, Madrid sudah berpesta untuk kesuksesan menjuarai LaLiga. Itulah gelar ke-35 mereka sekaligus terbanyak dibanding tim-tim lain di Spanyol. Itulah gelar Ancelotti di LaLiga, setelah merasakan manisnya menjadi juara Serie A, Liga Primer Inggris, Ligue 1 Prancis, hingga Bundesliga Jerman. Belum ada pelatih yang mampu meraih kesuksesan di lima liga top Eropa.