Namun, kondisi ratu bulutangkis Indonesia itu kembali memburuk. Kabar itu diwartakan mantan tandem Verawaty, Rosiana Tendean, Minggu (19/9/2021) lalu.
Dalam postingannya di Facebook, Rosiana menulis demikian. "Vera dilarikan kembali ke rumah sakit Dharmais. Bekas juara dunia bulutangkis tunggal putri 1980 ini hanya pemegang kartu BPJS kelas 2."
Vera tak bisa langsung mendapat perawatan terbaik. Ia masih harus menunggu di ruang transit karena ruang High Care Unit (HCU) penuh.
"Mohon pemerintah membantu pengobatan agar kondisi Verawati dapat membaik," tutupnya.
Bila kita kembali ke masa silam, Verawaty pernah menjadi kebanggaan Indonesia. Sejak era 1970 sampai 1980-an, Vera adalah pemain yang diperhitungkan.
Ia adalah pemain serba bisa. Tidak hanya tampil di tunggal putri, ia juga pernah menjajal sektor ganda putri dan ganda campuran.
Sepanjang itu, ia sudah memberikan banyak prestasi. Beberapa di antaranya adalah gelar juara dunia tunggal putri pada 1980. Banyak pemain hebat yang sudah bertandem dengan Vera di ganda putri. Mulai dari Imelda Wigoena, Ruth Damayanti, Rosiana Tendean, hingga Ivana Lie.
Bersam pasangannya, Verawaty meraih medali emas Asian Games 1978 dan SEA Games 1981 dan 1987. Tak kalah mentereng, ia juga mempersembahkan gelar juara dunia 1986 bersama Eddy Hartono di ganda campuran.
Verawaty tentu tidak seberuntung Greysia Polii atau Apriyani Rahayu. Bila Greys dan Apri kini bergelimang hadiah, entah berapa besar apresiasi material yang diterima Verawaty dan para atlet segenerasi. Entah apa jaminan yang telah diberikan pemerintah atas pengabdian dan prestasi yang sudah Vera dan para atlet zaman dahulu berikan.
Mestinya, bila kesejahteraan atlet benar-benar menjadi prioritas negara, seruan Rosiana tentu tak bakal terdengar kali ini. Yang terjadi kini justru ironis. Kebesaran Verawaty dengan segudang prestasi seperti tak berjejak dalam kehidupan yang layak dan terjamin.