Pertama, dukungan FIFA pada ide itu sebagian besar dipicu oleh alasan finansial. Sekitar 95 persen pendapatan FIFA datang dari Piala Dunia yang terjadi dalam siklus empat tahunan. Dengan menggandakan jumlah turnamen besar tentu akan meningkatkan pundi-pundi mereka.
Kedua, upaya ini menjadi bentuk perang memperebutkan kontrol atas sepak bola dunia. FIFA dan UEFA tidak akan sejalan dalam hal ini.
Presiden UEFA, Aleksander Ceferin sudah tegas mengatakan akan memboikot bila sampai proposal Piala Dunia dua tahunan terlaksana. Tanpa UEFA, Piala Dunia jelas tidak akan menarik. Dalam 20 tahun terakhir, 13 dari 16 semifinalis adalah tim-tim Eropa.
Kepada The Times, Ceferin mengatakan begini. "Ide itu seperti pembunuh ketika memaksa para pemain bekerja selama sebulan setiap musim panas. Belum lagi, dengan siklus 2 tahun, Piala Dunia FIFA akan mempengaruhi jadwal Piala Dunia Wanita dan sepak bola Olimpiade."
Apa jadinya bila Piala Dunia tanpa negara-negara Eropa? Apakah masih layak disebut Piala Dunia? Bagaimana bila UEFA kemudian menciptakan turnamen tandingan?
Dengan hanya perlu merayu beberapa negara Amerika Latin seperti Brasil atau Argentina untuk ambil bagian, bisa dipastikan Piala Dunia dua tahunan FIFA akan kehilangan pesona dan penggemar.
Ketiga, ada keanehan di balik dukungan Piala Dunia dua tahunan. Empat federasi yang begitu getol menggelorakan proposal ini adalah Bangladesh, Maladewa, Nepal, dan Sri Lanka.
Negara-negara ini tidak pernah lolos ke event besar. Jangankan Piala Dunia, untuk menembus putaran final Piala Asia tak ubahnya pungguk merindukan bulan.
Memang baik ide FIFA untuk melibatkan lebih banyak negara peserta dan membuka ruang bagi negara-negara yang selama ini menjadi pentonton untuk tampil di panggung akbar. Apakah mungkin bila Piala Dunia digelar dua tahun sekali, jalan negara-negara tersebut menuju pentas dunia akan terbuka lebar?
Tidak hanya negara-negara itu. Konfederasi Sepak Bola Afrika mendukung penuh ide itu. Mereka bahkan menjamin akan memberikan minimal 55 dari 211 suara dalam Kongres FIFA nanti.
Tidak semua negara Afrika memiliki tradisi bermain di Piala Dunia. Ada negara-negara seperti Burkina Faso, Guinea atau Mali yang baru melejit belakangan ini.