"Begitu banyak orang telah membantu saya dan mendukung saya sepanjang karier saya, jadi saya ingin memberikan semua yang saya miliki."
Orang-orang Fukushima
Tidak sampai di situ. Momota ternyata berutang pada masyarakat Jepang, khususnya warga perfektur Fukushima. Di sana, ia melewatkan pendidikan termasuk menjalani program bulutangkis. Di sisi lain, daerah itu juga identik dengan gempa bumi.
Jepang pernah dilanda gempa bumi dan tsunami besar. Hari-hari ini tepat 10 tahun lalu, warga Jepang sedang bertarung dengan musibah hebat itu. Gempa berkekuatan 9,0 skala Richter memicu terjadinya gelombang besar.
Kehancuran akibat tsunami diperparah oleh kebocoran nuklir Fukushima. Kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) itu menciptakan bencana nuklir terburuk di dunia sejak Chernobyl.
Rentetan musibah itu mengakibatkan tak kurang dari 20 ribu nyawa melayang. Belum lagi ratusan ribu penduduk harus mengungsi. Kerusakan berbagai fasilitas hampir tak terhitung. Dampak psikologis dan upaya pemulihan memakan konsentrasi, tenaga, dan waktu yang tidak sedikit.
Momota beruntung saat bencana itu menerjang, ia sedang berada di Indonesia. Mewakili sekolahnya, Tomioka High School Fukushima, ia tengah ambil bagian di turnamen junior saat mendengar sekolahnya yang tak jauh dari PLTN hancur.
Momota sebenarnya bukan penduduk asli Fukushima. Ia lahir di Mino, sebuah kota yang terletak di Distrik Mitoyo, Perfektuf Kagawa. Walau bukan orang Fukushima, Momota kadung merasa tempat itu sebagai kampung halamannya. Ia sudah jatuh cinta pada tempat dan rakyat setempat.
Rasa cinta itu pula yang menggerakannya untuk kembali walau sudah menjadi pemain besar. Pulang ke kampung kedua pada musim panas lalu untuk meresmikan pusat pelatihan. Kegembiraan besar menyelimutinya. Tak ubahnya seseorang yang sudah lama tak pulang kampung.
"Ini tempat khusus yang aku anggap rumah," tegasnya.