"Anda harus fokus pada setiap bidikan dan setiap momen. Anda bisa dengan cepat kehilangan fokus, ketika itu terjadi, itu bisa membuat jarak yang besar antara saya dan dia jadi saya pikir saya mencoba untuk fokus pada setiap poin," ungkap Lee kepada BWF usai laga.
Sempat tertinggal 16-19, Momota akhirnya mampu menyamakan kedudukan 19-19. Dua poin krusial tak disia-siakan Lee. Ia memanfaatkan sedikit keberuntungan untuk membawanya ke semi final turnamen Super 1000 itu.
"Ini momen yang sangat besar dalam karier saya. Ini adalah kemenangan pertamaku melawan Momota. Kami telah bertemu enam kali dan saya tidak pernah menang dan saya sangat senang karenanya," simpul Lee.
Sementara itu Momota mengakui performanya tidak sebagus yang diharapkan. Ia kerap terburu-buru untuk segera mengumpulkan poin. Hal inilah yang kemudian dimanfaatkan dengan baik oleh Lee. Lebih dari itu, "Saya tidak memiliki kesempatan untuk memikirkan permainan saya dan saya kesulitan. Saya bisa merasakan ketegangan sepanjang turnamen ini."
Peran Hendrawan
Kemenangan Lee ini memang pantas dirayakan. Sebagai pemain muda, menjungkalkan jagoan utama adalah kebanggaan. Namun pesona Lee sebenarnya bukan baru terlihat pascakemenangan penting ini.
Ia sudah mencuri perhatian sejak edisi sebelumnya. Tahun lalu, ia mampu melangkah hingga semi final sebelum dihentikan Viktor Axelsen. Kala itu, Axelsen tidak mudah mendapatkan tiket final.
Sempat tertinggal di game pertama, Axelsen baru bisa mengambil dua game berikutnya untuk menutup pertandingan rubber game, 17-21, 21-13, dan 21-19. Axelsen kemudian menang mudah 21-13 dan 21-14 atas Chou Tien Chen di partai final. Sebuah tontonan antiklimaks!
Apa yang membuat Lee seperti saat ini? Setelah Lee Chong Wei gantung raket, Lee Zii Jia harus memikul tanggung jawab berat: meneruskan estafet kejayaan tunggal putra Negeri Jiran. Namun prestasi Chong Wei terlalu besar untuk disaingi.