Singkat cerita, kerinduan dan doa Seku terjawab. Orang tua mereka hadir kembali. Sebagai bentuk persembahan dan ungkapan rasa syukur, mereka menyembelih seekor ayam jantan. Saat darah ayam itu menyentuh bumi, munculah dua ekor anak babi gemuk. Anak-anak babi inilah yang kemudian menjadi hadiah bagi ketiga anak itu.
Sebagai peringatan akan momen itu, mereka menamai tempat itu Bukit Fafinesu. Artinya, bukit babi gemuk. Tempat itu masih ada sampai kini. Letaknya di sebelah utara Kota Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU).
Ketiga, tentu tidak semua cerita rakyat bisa dipahami sepenuhnya. Tidak sedikit meninggalkan penggalan-penggalan misteri. Laiknya cerita fiksi umumnya. Namun begitu, aneka cerita rakyat itu menjadi salah satu pilihan untuk menghadirkan hiburan, sarana edukasi, dan penanaman kekayaan budaya dan kearifan lokal.
Tidak sedikit dari antara kita yang sudah tercabut dari akar kultural. Kita terus tumbuh tetapi tak tahu dari mana kita berakar. Kita seperti merasa teralienasi. Kita seperti lahir dan tumbuh di atas pijakan yang rapuh.
Penggalan-penggalan cerita rakyat menjadi cara kita kembali ke tempat dari mana kita berasal. Menceritakan dongeng, mitos, fabel dan sejenisnya bisa menjadi cara kita menjaga salah satu kekayaan budaya dan imajinasi kreatif, yang sudah selayaknya kita bukukan dan simpan baik-baik.
Oh ya, saat sedang menceritakan dongeng kepada anak, aku pun merasa seperti kembali ke tempat asal. Sebagai perantau ini menjadi bentuk kecil nostalgia kampung halaman.Â
Tentu bagi anak-anak, yang mereka hiraukan adalah cerita itu bisa mengantar mereka ke alam mimpi. Meninabobokan mereka sejenak. Tak masalah, dengan berbagi ke mereka, maka mereka akan menyimpan dalam ingatan dan kelak membagikannya kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H