Ebulobo memiliki pesaing yakni Masih. Masih adalah pemuda pengawal Inerie yang tidak ingin sang gadis jatuh ke tangan Ebulobo. Untuk mendapatkan sang gadis, kedua pemuda itu harus bertarung.
Nahas menimpa Ebulobo. Tidak hanya gagal mendapatkan cinta Inerie, sejumput rambutnya pun tersambit parang. Untuk itu, hingga kini, Ebulobo selalu mengeluarkan asap. Sebuah pertanda kewaspadaan menghadapi serangan.
Masih ada versi lain dari cerita Inerie dan Ebulobo. Kisah tentang hubungan keduanya dengan kehadiran orang ketiga. Cerita yang kemudian menunjukkan mengapa ada sedikit lekukan pada puncak Ebulobo.
Seperti cerita rakyat umumnya, muncul sejumlah versi dan variasi cerita Inerie dan Ebulobo. Mengingat kebanyakan diceritakan secara lisan sehingga mengalami penambahan dan pengurangan, dan ada bagian-bagian yang dianggap klise.
Yang pasti kedua gunung itu tak lagi bergejolak setelah letusan terakhir. Ebulobo tercatat pernah mengeluarkan larva pada 1830 dan kembali meletus pada 1969. Sementara itu, Ineria melakukan hal yang sama pada 1882 dan 1970.
Hingga kini kedua gunung itu tetap anggun berdiri, menjadi mozaik yang memperindah pandangan dan tempat sebagian warga menaruh harapan dan kepercayaan mereka. Bagi masyarakat umumnya, kedua gunung itu tak ubahnya piramida yang menyajikan panorama yang memikat.
Kedua, selain mengangkat khazanah daerah, cerita rakyat mengandung banyak kearifan baik bersifat lokal maupun lintas batas. Kita menjadi lebih tahu akan kekayaan budaya kita. Kita menjadi lebih mafhum akan apa yang menjadi ajaran etika dan moral.
Tidak sedikit cerita rakyat yang berisi pesan tentang bagaimana sebaiknya bersikap dan bertindak, bagaimana seharusnya menjalani kehidupan dengan segala larangan dan pantangan di tengah kehidupan bersama.
Meski berlatar dan bersetting lokal, pesan dan nilainya kadang melampau sekat-sekat kultural dan geografis. Â Pesan tentang menghormati orang yang lebih tua, berbakti kepada orang tua, bekerja keras dan semangat pantang menyerah yang relevan ditanamkan kepada setiap anak.