Terlepas dari isi buku, yang tentu saja menarik dibaca, perjuangan Christie menaklukkan Eropa sungguh luar biasa. Ia sendiri mengaku bila saja kondisinya tidak seperti sekarang, belum tentu ia mau ke Eropa.
“Kenapa saya berani? Entahlah,” ungkapnya.
Meksi begitu berkeliling dunia adalah mimpi yang telah lama diperam. Untuk mewujudkan impian itu ia harus menyisihkan sebagian penghasilannya. Dalam setiap perjuangan itu Christie tak pernah kehilangan harapan. Optimismenya sepertinya telah menebal sejak tujuh tahun lalu.
Perjuangannya untuk sembuh semakin dibakar oleh cinta dan perhatian kepada kedua anaknya. Dalam situasi sulit sekalipun panggilan jiwa sebagai seorang ibu tak pernah padam. "Awalnya pasti saya bertanya-tanya kenapa hal ini terjadi sama saya, tapi saya tahu ini adalah rencana Tuhan, apalagi waktu itu anak-anak masih kecil, orangtua saya sudah tua, jadi saya bangkit, saya mengatakan pada diri saya bahwa saya harus tetap semangat demi kedua anak saya.”
Begitu juga beberapa penyandang disabilitas yang hadir di “Disability Awareness Week “ hari itu, tidak pernah patah arang. Suara mereka lantang saat berbicara. Sama sekali tak menyiratkan keluhan atas kekurangan yang terjadi.
Tidak terlintas dalam pikiran mereka untuk menyerah pada keadaan. Di sekeliling ada begitu banyak orang yang peduli seperti Amy Atmanto. Meski patut diakui perhatian kepada kaum disabilitas di negeri ini masih jauh dari harapan. Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilita yang belum lama diratifikasi masih perlu diejawantahkan lebih nyata.
Christie, Habibie dan Dimas telah memberi kita alasan untuk bisa bahkan melebihi mereka. Seperti selentingan Christie, yang tidak lebih dari tantangan untuk kita. “Saya berani keliling dunia dengan anak-anak itu karena Tuhan, jadi kalau saya saja bisa, kenapa yang lain tidak."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H