Dengan menulis dan berbicara merangsang otaknya untuk tetap berfungsi. “Saya menulis adalah untuk mengeluarkan apa yang ada di otak. Syaraf di otak kiri saya sebagian besar mati, sakit atau lemah. Kalau tidak terapi kata dokter, otak saya akan mengecil.”
Menulis bagi Christie telah membantunya perlahan-lahan mengembalikan fungsi otak kiri. Bila otak tidak bisa kembali normal setidaknya ukuran yang ada sekarang tetap dipertahankan. Menulis adalah terapi bagi kesembuhannya.
“Bagi saya tulisan adalah terapi. Tidak penting berapa orang yang baca, nggak masalah. Ternyata kekuatannya luar biasa. Justru dari menulis itu saya bisa berada di sini.”
Buah perjuangan
Buah perjuangan Christie dalam menulis sudah menyata 11 buku. Substansi empat buku terakhir adalah perjalanan mengelilingi Eropa selama sebulan. Itulah seri perjalanan seorang ibu di atas kursi roda didampingi kedua anaknya.
Perjalanan ini tidak mudah. Kedua buah hatinya, Dennis dan Clarensia Michelle belum punya pengalaman ke Eropa. Sementara sang ibu tidak bisa berbuat banyak di atas kursi rodanya. Segala urusan ditangani Dennis dan adiknya. Saat berurusan dengan uang barulah mereka datang kepada sang ibu.
Nihil pengalaman itu membuat mereka tak kuasa mengelak cobaan. Salah satu tantangan besar terjadi saat di Paris. Ibu kota negara Prancis itu meninggalkan kesan berbeda kepada tiga pelancong ini. Dennis pernah mengalami pengalaman tak mengenakkan sampai-sampai membuat mereka kesulitan uang.
Bagi Christie dan anak-anak Paris tidak seromantis yang diceritakan banyak orang. Di buku ini Christie memberi tanda petik pada kata romantis. “Anak saya bialang Ma saya nggap mau ke Paris lagi,” celetuk Christie meniru ucapan sang anak.
Sementara buku lainnya berkisah tentang sejarah masa lalu kota Roma. Tidak ada yang meragukan terang dan gelap Roma dahulu kala saat masih menjalani masa kekaisaran. Sisa-sisa kekelaman masih menyata di antaranya dalam rupa Colloseum dan ruang-ruang bawah tanah.
“Apa yang ditulis Christie sah-sah saja. Apalagi ini bukan karya jurnalistik,” tegas Kang Pepih.