Belum lagi soal sumber daya manusia dan infrastruktur untuk meyakinkan para wisatawan agar singgah dan betah di Flores. Tentang hal terakhir itu pemberitaan Floresa.Co,22 Mei 2016 merepresentasikan kondisi terkini infrastruktur terutama jalan di Flores.
Patut diakui persiapan perhelatan TdF berlangsung dalam tempo singkat, bahkan sangat singkat untuk sebuah event berskala internasional. Tak pelak berbagai sarana disiapkan seadanya seperti pemberitaan Flores.cotersebut tentang kondisi jalan dalam kota Labuan Bajo yang ditambal sulam demi menyambut para peserta TdF.
Meski berusaha diantisipasi oleh pemerintah setempat dengan menggelontorkan dana ratusan juta bahkan hingga miliaran, wajah asli Flores tetap tak bisa ditutup-tutupi. Euforia penyambutan dan antusiasme masyarakat tak lebih dari ledakan sesaat yang tidak bisa mengingkari realitas asli.
Tugas berat selanjutnya adalah membuat para peserta itu ingin kembali lagi ke Flores dengan membawa serta wisatawan lainnya sebagaimana target  tinggi mendatangkan 1,6 juta wisatawan nusantara dan 500 ribu wisatawan mancanegara (wisman) dalam tiga tahun ke depan (bdk.beritasatu.com,29 Januari 2016).
Target tersebut bisa menjadi utopis bila tak dibarengi dengan langkah kontinyu dan konstruktif setelah TdF 2016. Hal itu bisa berupa:
Pertama,selain soal promosi dengan pendekatan BAS (branding, advertising, dan selling), persoalan infrastruktur dan sarana transportasi perlu dibenahi. Selain akses jalan, transportasi baik darat, laut maupun udara dari dan ke Flores atau di Flores sendiri perlu dibenahi.
Flores yang jauh dari ibu kota serta toporgafi bergelombang dengan taburan pegunungan di sana sini menuntut kerja lebih dari pemerintah. Diharapkan dengan berbagai strategi, ongoks dan biaya perjalanan ke dan selama di Flores bisa ditekan seminimal mungkin.
Kedua,komitmen politik. Yang diucapkan Wakil Gubernur NTT, Benny Alexander Litelnoni jelang perhelatan TdF merupakan hal penting.
Komintmen politik tak hanya sebatas berkata ‘iya’ tanpa aplikasi nyata berupa alokasi anggaran dan konsep pembangunan yang jelas. Ikhwal penganggaran dan implementasi program masih menjadi masalah besar di negeri ini.
Salah satu terbosona seperti direncanakan Menteri Pariwisata Arief Yahya dengan membentuk Badan Otoritas Pariwisata Komodo Labuan Bajo yang fokus mengelola pariwisata di sekitar Komodo, Labuan Bajo, dan Flores.