Mohon tunggu...
Ade Chandra
Ade Chandra Mohon Tunggu... -

Hot choco, please!

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Samar

24 Juni 2015   15:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:04 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu hanya sebuah cerita yang belum tuntas aku baca sebab hujan sudah terlebih dahulu meluntur hapuskan kesebagian.

Malam belum begitu larut, aku putuskan untuk mampir ke taman kompleks perumahan. Taman yang letaknya hanya beberapa meter saja dari rumah ku. Sekedar mencari angin setelah seharian berkutat dengan lembaran-lembaran kertas penuh angka dan komputer dikantor. Aku memilih bangku paling sudut di bawah pohon akasia, tempat favoritku. Dari sini aku bisa melihat langit malam tanpa terhalang oleh pohon cemara yang mendominasi di taman ini. Di langit ku lihat bulan melingkar sempurna.

Angin berhembus lemah saat seseorang dengan agak tergesa-gesa duduk di sebelahku. Seorang lelaki nampak meniup-niup pelan lengannya dengan celana jeans yang tergulung sampai lutut. Samar ku lihat sedikit luka baret disana. Lelaki tersebut menoleh lalu tersenyum ke arah ku.

“kenapa mas ?” tanya ku berbasa-basi. Malas sebenarnya untuk bertanya, sebab pikiran ku masih mumet dengan deadline pekerjaan. Dan mengapa juga lelaki ini harus duduk di sebelah ku, padahal masih banyak bangku taman yang kosong. Taman ini hanya penuh di waktu pagi atau menjelang sore oleh anak-anak yang bermain, remaja yang bertemu janji atau sekedar kumpul-kumpul ngobrol.

“jatuh, keserempet mobil di ujung jalan sana. Biasalah laki-laki” jawabnya dengan sedikit menoleh ke arahku lalu meniup-niup pelan lengannya lagi. luka di lututnya mengeluarkan darah. Kasihan juga aku melihatnya.

“rumah saya dekat dari sini, mau saya ambilkan obat merah?”

“terima kasih” dia menjawab dengan tersenyum, kemudian meringis sambil menyelonjorkan kakinya. Ternyata luka di lututnya sedikit parah. Aku beranjak dari bangku.

“sebentar, saya ambil obat merah dulu dirumah. Itu lututnya parah banget” kataku lalu bergegas menuju rumah. Samar aku dengar dia menjawab ‘tak usah repot-repot’.

***

Dulu aku pernah berpikir bahwa cinta dari seorang kekasih tak pernah di ciptakan Tuhan sebagai bagian dilembaran hidupku. Ternyata aku salah, Tuhan hanya sedikit menunda untuk memberikannya untukku. Leo nama lelaki itu, lelaki yang tiba-tiba duduk di sebelahku malam itu di bangku taman, orang yang mengatakan bahwa jatuh dan keserempet adalah hal yang wajar untuk laki-laki, lelaki yang kini menjadi pengisi hatiku, lelaki yang Tuhan berikan untukku meski harus menunggu lama.

“jadi kamu sudah punya cowok san?” tanya welas siang itu di kantin kantor. Aku hanya tersenyum tak menjawab.

“oooo, pantas aja akhir-akhir ini aku lihat kamu semangat banget. Ternyata sudah ada vitamin C toh”

“hah, apa tuh vitamin C?” tanya aku penasaran.

“vitamin CINTA” jawab welas dengan gaya kenesnya. Welas ini memang yang paling semangat di antara teman-teman ku yang lain untuk mengorek  informasi tentang berakhirnya masa jomblo di hidupku.

“ayo dong cerita masa yang aku tahu kalo kamu sudah punya pacar doang sih, gak tau detail ceritanya”

Welas tetap semangat mengorek informasi dari ku. Mottonya, jangan panggil aku welas kalo gak bisa bongkar gosip dari orang. Aku tersenyum geli tiap kali teringat motto cap ceplosnya itu. Welas oh welas, seharusnya dia menjadi wartawan infotainment bukan ngejogrog di belakang meja kantor sebagai sekretaris.

“iya nanti aku bikin konfrensi pers buat ceritain detailnya” aku menjawab sekenanya.

“kapan dong, janji-janji doang nih. Kemarin ka…”

Perkataan welas terhenti bersamaan dengan bunyi nada dering panggilan masuk di telpon genggam ku. ‘Terima kasih henpon. Kau berbunyi disaat yang tepat, menyelamatkan aku dari welas si ratu korek ini’ kataku dalam hati. Leo yang menelpon.

“dari bos, aku jawab dulu ya” kataku berbohong sambil beranjak dari kursi dan melangkahkan kaki menjauhi welas. Wajah welas bersungut-sungut nampak curiga. Aku tahu apa yang di pikirkannya but i dont care.

***

Seperti ada gemuruh yang meletup-letup di dada tiap kali malam minggu datang. Maklum, malam minggu yang dulu hanya malam biasa, sekarang menjadi malam yang luar biasa spesialnya untuk ku. Apalagi kalau bukan menanti kehadiran leo sang pujaan hati, menghabiskan malam minggu berdua melakukan hal-hal yang umumnya dilakukan oleh sepasang lelaki dan perempuan yang sedang dilanda badai asmara. Terdengar berlebihan memang, tapi itulah adanya. Bayangkan sudah berapa banyak malam minggu yang aku habiskan sendirian dirumah, menonton dvd, membaca komik atau kumpul bareng sama teman-teman jomblower yang senasib. Ah, leo kau merubah segalanya. Cinta yang dulu seperti mahluk dongeng kini benar-benar nyata, ada di genggaman.

“teman-teman kantor ku tahu kalo aku sudah punya kamu, mas” kataku sambil menutup buku menu dan memanggil pelayan bersiap memesan makanan.

“apa ?!” leo sedikit terkejut mendengar perkataan ku. Nada bicaranya agak tinggi. “kamu cerita ke mereka?” lanjutnya agak sedikit berbisik, seorang pelayan menghampiri kami.

“kok kamu histeris gitu sih mas?” tanya ku setelah sang pelayan beranjak. Jujur aku sedikit marah dengan nada tingginya tadi. “memangnya salah kalau aku sedikit cerita ke teman-teman baikku di kantor?”

“bukan begitu maksud aku. Ingat san, aku ini pria yang sudah beristri.”

“aku tahu itu, mas. Tapi sampai kapan kita kucing-kucingan begini terus?”

Kami sama-sama terdiam. Ada cambukan keras di jantungku. Sakit dan sesak. Kenapa cinta seperti ini selalu disertai serpihan-serpihan tajam yang kadang menusuk terlalu dalam.

“mereka maksa aku ngenalin kamu mas” aku membuka suara, memecahkan jeda.

“aku belum siap”

“trus kapan kamu siapnya?”

Leo terdiam tak menjawab. Matanya menatap kosong ke arah lilin yang berada di tengah meja. makan malam kali ini tak berujung indah sepertinya. Biarlah, setidaknya hal ini memang harus dibahas cepat atau lambat. Aku sudah siap dengan resiko cinta rumit seperti ini, apalagi aku hanya seorang selingkuhan.

“kita bahas nanti. Aku capek.” Akhirnya leo membuka suara setelah beberapa menit terdiam.

Selera makan ku menghilang, pembicaraan tadi mengacaukan suasana tapi tetap ku paksakan untuk menyantap hidangan yang sudah kami pesan. Tak ada yang dilakukan memang selain itu. Kami hanya terdiam sampai akhirnya…

“papaaaaaa !” teriak seorang anak perempuan kecil yang berlari ke arah leo. Di belakangnya nampak seorang perempuan anggun sedikit mengejar-ngejar anak tersebut. Aku dan leo sama-sama terkejut. Wajah leo nampak pucat. Anak tersebut segera memeluk leo sesampainya.

“mas, kamu disini juga. Katanya mau ke bandung sama teman kantor” kata perempuan itu yang aku sudah tahu siapa dirinya. Istri leo, lelaki pujaan ku. Lelaki dan cinta pertama ku.

“di ba-tal-kan tadi. Ummm, ka..ka-mu sama citra aja kesini?” leo berbicara agak terbata-bata.

“bertiga sama teman mas. Itu!” jawab istri leo seraya melambaikan tangan ke arah perempuan yang sangat amat aku kenal. Welas si ratu korek, sedang bergegas menuju arah kami.

“hai susan!, kamu disini juga? Katanya ada dinner sama pacar kamu?” kata welas seetengah kaget melihat aku yang berada di hadapannya. Matanya menarik kesimpulan dalam. Mulutnya agak dimajukan, seperti tak tahan menahan gosip yang akan diumbar.

Aku tersenyum kecut,  memilih untuk diam.

Dan cinta hanya sebuah cerita yang belum tuntas aku baca sebab hujan sudah terlebih dahulu meluntur hapuskan kesebagian.

***

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun