“teman-teman kantor ku tahu kalo aku sudah punya kamu, mas” kataku sambil menutup buku menu dan memanggil pelayan bersiap memesan makanan.
“apa ?!” leo sedikit terkejut mendengar perkataan ku. Nada bicaranya agak tinggi. “kamu cerita ke mereka?” lanjutnya agak sedikit berbisik, seorang pelayan menghampiri kami.
“kok kamu histeris gitu sih mas?” tanya ku setelah sang pelayan beranjak. Jujur aku sedikit marah dengan nada tingginya tadi. “memangnya salah kalau aku sedikit cerita ke teman-teman baikku di kantor?”
“bukan begitu maksud aku. Ingat san, aku ini pria yang sudah beristri.”
“aku tahu itu, mas. Tapi sampai kapan kita kucing-kucingan begini terus?”
Kami sama-sama terdiam. Ada cambukan keras di jantungku. Sakit dan sesak. Kenapa cinta seperti ini selalu disertai serpihan-serpihan tajam yang kadang menusuk terlalu dalam.
“mereka maksa aku ngenalin kamu mas” aku membuka suara, memecahkan jeda.
“aku belum siap”
“trus kapan kamu siapnya?”
Leo terdiam tak menjawab. Matanya menatap kosong ke arah lilin yang berada di tengah meja. makan malam kali ini tak berujung indah sepertinya. Biarlah, setidaknya hal ini memang harus dibahas cepat atau lambat. Aku sudah siap dengan resiko cinta rumit seperti ini, apalagi aku hanya seorang selingkuhan.
“kita bahas nanti. Aku capek.” Akhirnya leo membuka suara setelah beberapa menit terdiam.